MENGAMALKAN HIZIB?

Apakah boleh kita mengamalkan Hizib?

(A. Zaki Yamani, Banjarmasin)

Bismillah wal Hamdulillah, bila yang Anda maksud dengan hizib di sini adalah bacaan formulasi hasil racikan seseorang yang diamalkan dengan cara tertentu, dan dibaca dengan bilangan tertentu dalam waktu tertentu untuk menggapai kesaktian atau kekuatan yang super serta kebal dari senjata tajam, maka hal itu dilarang dalam syari’at Islam. Kalau pun ada orang yang telah mengamalkannya, lalu dia menjadi sakti atau menjadi kebal, berarti syetanlah yang membantunya. Karena ibadah seperti itu tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah. Dan Rasulullah sendiri tidak kebal, Umar dan Utsman matinya ditikam oleh musuh. Begitu juga shahabat Rasulullah lainnya, banyak yang gugur syahid karena terluka oleh senjata tajam.

Seharusnya kita tinggalkan amalan-amalan yang tidak bersandar kepada sunnah Rasulullah, agar tidak menjadi teman syetan. Dan sekaranglah saatnya kita untuk kembali ke pangkuan sunnah Rasulullah, sebagai bukti konkrit akan kecintaan kita kepada Rasul dan buah nyata dari keimanan kita kepada Allah. Wallahu Alam.

 

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 36 Th. 2/ 1426 H/ 2005 M

PERUQYAH YANG KERASUKAN?

Apakah orang yang masih ada jin dalam tubuhnya, bisa melakukan ruqyah untuk orang lain?

Mulyono, Pamulang Permai II

Bismillah wal Hamdulillah, idealnya seorang peruqyah adalah orang yang kondisi kejiwaan atau ruhaninya stabil. Sehingga Intensitas hubungannya dengan Allah melalui ibadah terus terjaga kestabilannya, bahkan terus meningkat. Dengan begitu posisinya akan semakin dekat kepada Allah. Apabila ia berdoa doanya terkabul, apabila merintih rintihannya didengar oleh Allah, dan itulah senjata utama dalam menghadapi musuh. Karena meruqyah itu adalah manifestasi dari jihad di jalan Allah untuk melawan musuh-musuh-Nya. Melawan kedzaliman syetan dari jin yang tidak tampak dan membasmi kemungkaran yang dilakukan syetan dari manusia yang tampak. Allah berpesan kepada kita saat menghadapi musuh, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak banyaknya agar kamu beruntung.” (QS. al-Anfal 45)

Orang yang masih dirasuki jin, kejiwaannya sangat labil dan malas dalam beribadah. Bahkan terkadang ia tidak menyadari atas apa yang sedang dilakukannya, dan terkadang juga sampai pingsan tidak sadarkan diri. Kalau kondisinya seperti itu, maka ia akan jauh dari Allah dan dekat dengan musuh-Nya. Bagaimana ia akan menolong orang lain untuk mengusir jin dari tubuhnya, kalau tubuhnya sendiri masih ada jin yang merasukinya? Seharusnya dia menolong dirinya sendiri dengan melakukan ruqyah mandiri, atau minta bantuan orang shalih lainnya yang bisa meruqyahnya. Kami pernah mengisi acara ruqyah massal di suatu tempat, lalu ada seorang panitia menawarkan diri untuk membantu. Sewaktu kami bacakan ruqyah, ada seorang peserta yang reaksi. Panitia itu langsung menanganinya. Dan saat menangani itu, tiba-tiba panitia tadi kelonjotan dan berubah suaranya lalu bergulat dengan peserta yang sedang reaksi. Kami pun memisahkannya, dan meruqyahnya satu persatu. Setelah keduanya sadar, keduanya cerita bahwa pertengkaran yang terjadi tadi di luar kesadaran mereka dan merupakan inisiatif dari jin yang ada di dalam tubuh masing-masing.

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 36 Th. 2/ 1426 H/ 2005 M

Meruqyah Ruh Gentayangan?

Apakah benar ada ruh gentayangan? Soalnya saya pernah meruqyah seorang perempuan, saya menyuruh jinnya untuk masuk Islam, dia nggak mau. Dan dia mengaku bukan jin tapi ruh seseorang yang gentayangan. Sampai akhirnya dia mau keluar dengan meninggalkan pesan untuk yang kerasukan. Isi pesannya: “Jangan lagi shalat malam, atau sholat wajib dan sunnah lainnya, jangan tilawah al-Qur’an dan jangan pakai jilbab karena seorang wanita akan terlihat lebih cantik bila membuka aurat”. Saya sering menjumpai kasus seperti ini saat meruqyah. Mohon penjelasan ustadz, benarkah ia adalah ruh seseorang yang gentayangan bukan jin atau syetan?

Juwita, Bekasi Jawa Barat

 

Bismillah wal Hamdulillah, Islam tidak mengenal istilah arwah gentayangan. Setiap ruh yang telah dicabut oleh malaikat maut berada dalam kekuasaan Allah. Dan akan mempertanggungjawabkan hasil karya mereka di dunia. Kalau ruh itu baik, ia akan mendapatkan nikmat kubur sebelum nikmat surga di akhirat, dan kalau buruk akan merasakan siksa kubur sebelum adzab di neraka. Ruh orang-orang yang shalih disediakan tempat terpisah dari ruh orang-orang jahat. Sebagaimana yang termaktub dalam shahih Muslim 4/2202 no. 2872 dalam hadits tentang tempat kembalinya ruh mukmin dan kafir. Ruh orang mukmin akan ditempatkan di ‘Iliyyin (tempat yang tertinggi), dan ruh orang kafir ditempatkan di sijjin (tempat yang terendah). Inilah pernyataan al-Qadhi ‘lyadh yang didukung oleh hadits riwayat Imam Baihaqi dari Abu Said al-Khudri. Jadi, tidak ada ruh gentayangan dalam kajian Islam, dan juga tidak ada ruh yang menitis atau merasuki raga orang lain.

Kami juga sering menjumpai kasus serupa dengan pengalaman Anda di saat praktik ruqyah di Majalah Ghoib. Jin mengaku sebagai ruh Rasulullah, ruh personil Wali Songo, atau tokoh terkenal lainnya. Tapi pengakuan itu tidak membuat kami gentar atau ciut nyali. Justru membuat kami semakin gemas atas ulah kebohongan jin tersebut, karena kami semakin yakin bahwa yang kami hadapi adalah jin penganggu yang harus diperangi. Lalu kami terus membacakan ayat-ayat al-Qur’an, ia pun teriak dan mengaku bahwa dia memang jin pengganggu bukan ruh seseorang yang gentayangan, dia minta maaf dan berjanji segera keluar dan bertaubat kepada Allah.

Kalaupun ada kesamaan antara pengakuaan jin pengganggu dengan sejarah hidup seseorang yang telah meninggal, bukanlah merupakan bukti bahwa itu ruh orang tersebut yang gentayangan. Itu adalah ulah jin yang telah menjadi qorin (pendamping) orang tersebut saat masih hidup. Jin qorin sangat paham dengan kebiasaan orang yang didampinginya di dunia, karena dia selalu menyertainya. Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah, “Tidaklah ada seorang di antara kalian kecuali disertakan untuknya qorin dari jin dan qorin dari malaikat.” (HR. Muslim dari ibnu Mas’ud). Sebetulnya dengan memperhatikan isi pesan yang ditinggalkannya. Anda sudah bisa meyimpulkan kalau pengakuan jin yang Anda ruqyah bukan ruh seseorang yang telah meninggal dan gentayangan, tapi ia adalah jin penganggu yang penipu. Jangan dihiraukan pesan tersebut, karena bertentangan dengan syari’at.

Di sinilah pentingnya seorang peruqyah untuk mempelajari buku yang menyingkap tipu daya dan kelicikan syetan, agar tidak tertipu oleh mereka saat meruqyah. Dan pastikan buku-buku tersebut berlandaskan syari’at islam, agar pengetahuan kita tentang kehidupan jin tidak salah kaprah.

 

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 36 Th. 2/ 1426 H/ 2005 M

Antara Berbakti pada Orangtua dan Mengamalkan Wirid

Asalamu’alaikum Wr. Wb.

Bapak Ustadz yang saya hormati. Saya seorang gadis yang merantau ke Batam. Tepatnya akhir tahun 2002. Sebelum saya berangkat, bapak saya berpesan sama saya, karena kita akan berjauhan. Oleh sebab itu saya dianjurkan setiap usai sholat maktubah, untuk berhadiah fatihah ke Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam dan juga bapak ibu saya, supaya di akherat kelak bisa berkumpul lagi.

Dan juga amalan-amalan lain seperti: Amalan ketenangan hati, pengasihan, penolak sihir atau jin (maaf tidak kami cantumkan disini, karena terbatasnya ruang dan untuk menjaga fitnah atau diamalkan orang lain).

Yang ingin saya tanyakan kepada Ustadz:

  1. Apa benar orang yang akan meninggal itu merasakan? Mohon penjelasan.
  1. Apa hukumnya berhadiah fatihah dalam kacamata Islam ?
  1. Bagaimana dengan pesan dan amalan- amalan yang diberikan untuk saya? (Walau bagaimanapun orang tua saya itu niatnya baik, tidak untuk menjerumuskan anaknya dan juga supaya ilmunya bermanfaat buat anak-anaknya. Ringkasnya saya ingin berbakti kepada orang tua). Ustadz apa yang harus saya lakukan ?

Alhamdulillah setelah saya mengenal Majalah Ghoib, saya selalu berusaha untuk beramal sesuai dengan syariat. Dan meninggalkan amalan-amalan yang menyimpang. Tapi setelah itu saya sering bermimpi jumpa dengan bapak, anehnya mimpi yang satu dengan yang lainnya bersambung- sambung. Cuma mengingatkan saya jangan lupa wiridnya. (Inilah yang membuat resah selama ini, apa yang harus saya lakukan?). Untuk jawabannya saya ucapkan: Jazakallahu khairan katsiran.

Wassalamu’alaikum.

Susi-Tiban Indah Permai Batam.

 

Wa’alaikumussalam Wr. Wb. Segala puji milik Allah semata, shalawat dan salam tersanjung kepada Rasul-Nya. Saudari Susi dan seluruh pembaca Majalah Ghoib yang beruntung mendapatkan pencerahan aqidah yang sesuai Al-Qur’an dan sunnah. Semua orang tua yang akan ditinggalkan anak-anaknya merantau, selalu memberikan nasihat dan pesan sebagai bekal di negeri orang. Itu suatu kewajaran dan bentuk kasih sayang bapak kepada anak serta pendidikan buat mereka. Akan tetapi ada juga orangtua yang memberi bekal ‘amalan-amalan’ untuk jaga diri dihormati orang, disukai banyak orang dan lainnya. Bahkan ada yang dibawakan “bungkusan’ jimat-jimat, tanah kuburan leluhurnya, tanah dan bawah tempat tidurnya atau kain yang biasa dipakai ibunya.

Sekarang ini zaman serba modern. Kecanggihan teknologi bisa memudahkan kita untuk berkomunikasi jarak jauh setiap waktu. Alat transportasi yang cepat bisa membuat jarak tempuh semakin singkat. Aneh memang kalau masih ada mistik dan malah semakin subur. Dengan banyaknya jimat atau amalan yang bertujuan untuk membuat orang selalu dekat dan diingat, atau untuk keselamatan.

Dalam lampiran yang Anda sertakan tentang bacaan-bacaan do’a, sebagian besar bacaan dan urutannya tidak ada dalilnya. Begitupun soal menahan nafas ketika membaca do’a yang Anda jelaskan dalam lampiran. Menahan nafas ketika membaca bacaan-bacaan tersebut, merupakan ajaran yang tidak ada tuntunannya dari Nabi. Sepengetahuan kami tidak ada ibadah atau dzikir ma’tsur dengan cara menahan nafas. Bahkan, do’a yang substansi isinya benar, bisa menjadi dilarang bila pengamalannya menggunakan cara- cara yang dilarang. Cara menahan nafas itu biasa dipakai oleh para dukun dalam menbaca mantra- mantra mereka. Bahkan, terkadang saat seperti itu biasanya syetan nimbrung dan memberikan ‘karamah palsu’ kepada orang yang mengamalkan amalan bid’ah tersebut.

Rasul sendiri sudah mengajarkan kepada kita dzikir dan do’a yang sangat memadai. Dari arti, lafazh atau jumlahnya, seperti dzikir pagi dan sore, dzikir setelah sholat, dzikir akan tidur dan sebagainya. Tentang do’a-do’a ini Anda bisa merujuk ke buku-buku yang dapat dipercaya, yang menjelaskan dengan dalil-dalil yang shahih. Rasanya buku-buku seperti itu sekarang sangat mudah didapat.

Lalu, apakah orang yang akan meninggal itu bisa merasakan? Datangnya kematian adalah rahasia Allah, Allah berfirman, “Dan pada sisi- Nya kunci-kunci keghaiban. Tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia. Dan sesungguhnya Allah memiliki ilmu tentang hari kiamat. Dialah yang menurunkan hujan dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Tidaklah seorang pun tahu apa yang diperbuatnya besok, dan tak seorang pun tahu di bumi mana ia akan meninggal. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengawasi” (QS. Luqman: 34).

Maka, jika yang dimaksud “orang yang akan meninggal itu merasakan” dalam pengertian kapan akan meninggal, itu tidak benar. Tapi jika yang dimaksud merasakan sakaratul maut, hal itu benar. Karena sakaratul maut itu ada dan terjadi saat-saat ajal telah dekat. Allah berfirman: “Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya.” (QS. Qaf: 19).

Mengenai mengirim Al-Fatihah secara khusus, tidak ada dalilnya. Tetapi kalau memberikan pahala bacaan Al-Qur’an untuk orang lain, baik yang masih hidup maupun sudah mati, maka sebagian ulama menganggapnya boleh. Tetapi sekali lagi tidak ada yang mengkhususkanya hanya dengan Al-Fatihah. Selain itu, semua ulama sepakat, bahwa orang yang sudah meninggal, tidak bisa mengambil manfaat apapun dari bunyi bacaan Al-Qur’an yang dibaca orang yang masih hidup. Tapi ia bisa mengambil manfaat dari pahala yang dijanjikan Allah untuk si pembaca Al-Qur’an yang telah dihadiahkan untuk dirinya itu, (Syarh al- Aqidah At-Thahawiyah 2/284)

Mengenai keinginan Anda untuk berbakti pada orangtua, sungguh sangat mulia. Dengan memilih jalan yang lurus dalam berdzikir dan berdo’a, Anda tidak harus merasa bersalah seakan tidak berbakti kepada orang tua. Anda tetap bisa mendo’akannya, menjaga hubungan baik, menghormatinya, serta berbakti dalam bentuk- bentuk lainnya. Rasulullah menegaskan, bahwa tidak boleh seorang mukmin mentaati orang lain dalam hal bermaksiat kepada Allah.

Mengenai mimpi, tidak ada artinya secara khusus dalam kacamata syari’at Islam. Tapi Anda tetap perlu waspada, bisa jadi mimpi itu adalah upaya syetan untuk mengganggu Anda, agar Anda selalu merasa bersalah karena tidak mengamalkan wirid titipan ayah Anda. Ditambah lagi keresahan- keresahan dari perasaan Anda sendiri, bisa jadi juga memperkuat datangnya mimpi itu dengan mudah. Jadi tidak usah terlalu dihiraukan. Anda justru harus waspada. Tipu muslihat syetan sangat banyak, di antaranya lewat mimpi-mimpi dengan menyerupai sosok orang yang kita hormati agar lebih meyakinkan.

Semoga kita semua diselamatkan oleh Allah dari kesyirikan dan amalan bid’ah. Wallahu Alam.

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 35 Th. 2/ 1426 H/ 2005 M

“Ini Bukan Masalah Sederhana”

Untuk memperdalam kajian tentang pandangan Islam terhadap kesialan, Majalah Ghoib menghadirkan wawancara dengan Ustadz H. Agus Setiawan Lc, MA. Lelaki kelahiran Jakarta ini, kini menjadi counsellor di Jakarta Ruqyah Center. Kepada Majalah Ghoib, lulusan Al-Azhar, Mesir dan Univesistas Omdurman, Sudan, ini menuturkan pandangan pandangannya. Berikut petikannya:

 

Bagaimana menurut pandangan ustadz, mengenai anggapan sial yang banyak diyakini oleh masyarakat?

Soal ini memang membuat kita sangat prihatin. Banyak masyarakat yang menganggap sial terhadap sesuatu, baik itu waktu, hari, bulan, binatang, angka, atau lainnya. Padahal, ini bukan masalah sederhana. Keyakinan akan keberuntungan atau sebaliknya kesialan, ada urusanya dengan soal-soal keimanan. Bila salah, bisa merusak keimanan. Bila benar, bisa menambah keimanan.

 

Bisa dijelaskan bagaimana secara historis keyakinan ini terjadi?

Ya, masyarakat jahiliyah sangat mempercayai adanya waktu atau binatang yang mendatangkan sial kepada mereka. Misalnya mereka beranggapan sial jika merayakan perkawinan atau hajatan lainnya pada bulan Syawal. ‘Aisyah ra menceritakan sembari menepis keyakinan masyarakat, “Rasulullah SAW menikahiku pada bulan Syawal, siapakah yang lebih beruntung dariku?” Bulan lainnya yang dianggap sial adalah bulan Shafar. Untuk hari, hari Rabu mereka anggap akan mendatangkan kesialan. Adapun binatang, mereka beranggapan bahwa burung hantu bisa membawa musibah. Jika burung tersebut hinggap di rumah seseorang maka bisa jadi orang tersebut atau anggota keluarganya akan mendapat musibah. Atau ada juga yang beranggapan bahwa tulang belulang mayit atau ruhnya akan terbang dan menjelma menjadi burung.

Masyarakat jahiliyah juga mempercayai jika mereka ingin bepergian, maka kemana arah burung yang mereka lepaskan menjadi petunjuk baik ataukah buruknya perjalanan mereka. Karenanya jika burung tersebut mengarah ke kanan, mereka berangkat melalui arah tersebut. Tapi jika mengarah ke kiri, mereka mengurungkan niatnya. Karena beranggapan akan adanya sial yang akan menimpa.

Kalangan Syi’ah Rofidhoh juga berkeyakinan bahwa nama sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga bisa mendatangkan sial. Karenanya mereka sangat anti untuk menamakan anak mereka dengan sahabat-sahabat tersebut. Hal ini karena kebencian Syi’ah terhadap sahabat-sahabat tadi.

Di Indonesia keyakinan ini lebih bervariasi lagi. Selain anggapan sial itu dengan waktu, hari, bulan. Bahkan angka, warna. Untuk binatang juga lebih beragam, misalnya ikan Lohan dan Arwana untuk mendatangkan hoki. Ada hewan lain yang dianggap menolak bala.

 

Bagaimana sikap Islam terhadap keyakinan ini?

Dengan tegas Islam mengharamkan keyakinan tadi. Karena dengan anggapan sial atau sebaliknya, bisa menghancurkan sendi-sendi tawakal seseorang pada Allah Swt. Padahal dalam akidah Islam, tidak ada yang memberi manfaat atau menolak bala, memberi keberuntungan atau sebaliknya selain Allah Swt. Rasulullah Saw menjelaskan, “Tidak ada penularan penyakit (tanpa izin Allah), tidak ada sial pada bulan Shafar dan pada burung”. (HR. Muslim/2220)

Sahabat Ibnu Abbas sempat diberikan pesan oleh Rasulullah Saw, “Jika umat (manusia) berkumpul untuk memberi manfaat, mereka tidak akan dapat memberikan manfaat sedikitpun kecuali dengan apa yang telah Allah gariskan. Dan jika mereka berkumpul untuk mencelakakanmu, maka tidak dapat mencelakanmu kecuali dengan apa yang telah Allah tuliskan, telah diangkat pena dan mengering catatan”.

Al-Quran menegaskan, “Dan jika Allah kenakan bahaya kepadamu, maka tidaklah ada yang bisa melepaskannya selain Dia; dan jika la maukan kebaikan bagimu, maka tidaklah ada yang bisa tolak kurnia-Nya”. (QS. Yunus ayat 107)

Imam Ibnul Qoyim menjelaskan, bahwa orang yang meyakini bahwa hari, bulan, binatang dan lain-lain dapat mendatangkan kesialan, maka sungguh ia telah mengetuk pintu kemusyrikan, bahkan memasukinya serta lepas dari tawakal pada Allah dan membuka pintu khauf (takut) dan bergantung pada selain Allah. Itu juga tidak sesuai dengan sikap “Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami mohon pertolongan”. (QS Al Fatihah ayat 4)

 

Mengapa masih banyak di tengah masyarakat kita yang berkeyakinan seperti ini?

Boleh jadi pertama, karena mereka mewarisi pemahaman yang salah secara turun temurun. Baik di keluarga, atau di masyarakat. Terlebih masyarakat sendiri tidak mengembangkan pola pembelajaran yang baik tentang soal-soal ini. Kedua, mungkin juga mereka yang masih percaya dengan kesialan ini, tidak secara sungguh-sungguh mau belajar tentang agamanya. Atau belajar bagaimana Allah dan Rasul membimbing kita dengan cara menjalani hidup, suka atau dukanya. Ketiga, boleh jadi lingkungan di sekitar kita saat ini, media informasi yang dikonsumsi masyarakat, justru menyuburkan keyakinan-keyakinan yang salah seperti itu.

 

Apa pesan ustadz kepada para pembaca?

Setiap manusia pasti akan tertimpa masalah atau musibah. Saat-saat seperti ini, manakala manusia lainnya tak dapat membantu. Usaha telah kita lakukan. Harta dan kedudukan tidak menolong. Ketika itu kita berada pada puncak problem. Jika kita menjerit kepada Allah, pasti Allah akan membukakan jalan yang luaar bisa luasnya. Maka dari itu Faajmiluu fith tholabPercantiklah dalam meminta” kepada- Nya.

Oleh : Ustadz H. Agus Setiawan Lc, MA. (Counsellor di Jakarta Ruqyah Center)

 

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 35 Th. 2/ 1426 H/ 2005 M

DAMPAK KERASUKAN JIN

Kenapa orang yang habis kerasukan jin, badannya terasa sakit, bahkan sering muntah- muntah, dan terasa linglung? Tolong dijelaskan Ustadz!

(Hamba Allah, Cikampek Jawa Barat)

Bismillah wal Hamdulillal, tidak semua orang yang habis kerasukan jin mengalami hal yang seperti Anda tanyakan. Tergantung dari jenis gangguannya serta jin yang merasukinya. Kalau gangguannya ringan saja, dengan ruqyah yang kita baca lalu Allah mengeluarkan jin pengganggu dari tubuh kita, maka kita tidak akan merasakan keletihan dan kepenatan badan, termasuk linglung atau mual. Tapi kalau gangguan yang ada itu berat dan jin pengganggu adalah jin yang bandel, maka dibutuhkan terapi yang intensif dan berkesinambungan. Tidak cukup sekali atau dua kali. Bahkan terkadang tidak hanya dibacakan bacaan ruqyah, tapi dibutuhkan tekanan dan pukulan untuk memberi pelajaran kepada jin yang bandel. Sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Dia pernah memukuli seseorang yang kerasukin jin kasmaran dan membandel ketika disuruh keluar, akhirnya orang yang kerasukan dipukul urat lehernya secara bertubi-tubi.

Mungkin akibat penanganan yang begitu lama atau pukulan yang bertubi-tubi, orang kesurupan merasa badannya sakit, nyeri dan mual. Atau karena saat kerasukan, orang tersebut tidak sadar atau pingsan. Akhirnya ketika siuman, dan bangun dari tempat duduknya atau dari pembaringannya dia merasa linglung seperti orang kebingungan. Sebagaimana bila kita terbangun dari tidur lalu langsung berdiri, maka tubuh kita akan sempoyongan dan jalan kita tidak bisa tegak. Jadi, tidak semua orang yang habis kerasukan jin atau habis diterapi mengalami seperti yang Anda tanyakan. Wallahu Alam.

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 35 Th. 2/ 1426 H/ 2005 M

CARA MERUQYAH WANITA HAMIL?

Bapak Ustadz, bagaimana caranya meruqyah wanita yang sedang hamil?

(Imam Setiadi, Johar Baru, Jakarta Pusat)

Bismillah wal Hamdulillah, meruqyah orang yang hamil atau tidak hamil, pada dasarnya sama saja. Kita minta orang tersebut berwudhu dan menutup auratnya dengan rapat, lalu kita bacakan bacaan ruqyah. Hanya saja bila gangguannya berat, atau jin pengganggunya bandel dan sulit untuk keluar. Sehingga kita butuh penanganan lanjutan, seperti memijit atau memukul. Tapi kita harus berhati-hati. Agar tidak menimbulkan kejadian yang fatal atas pasien yang bersangkutan, wa bil khusus keberadaan dan keselamatan si janin yang ada dalam kandungan.

Kalaupun butuh pemijitan, hindarilah saraf- saraf yang berkaitan erat dengan kandungannya. Agar tidak mengganggu keberadaan si janin dan keselamatannya. Apalagi kalau hendak melakukan tindakan pukul-memukul. Kita harus ekstra hati hati. Jangan terpancing oleh emosi akibat bandelnya jin pengganggu, agar tiada berakibat fatal. Hindarilah sebisa mungkin tindakan kekerasan, walaupun jin yang bersangkutan sulit untuk keluar. Terutama bila usia kandungannya rawan keguguran. Lebih baik kita menggunakan cara-cara lembut dan jauh dari pemaksaan, walaupun harus mengulanginya beberapa kali. Tumbuhkanlah dalam diri si pasien sugesti bahwa dirinya dengan memohon bantuan kepada Allah akan mampu mengusir jin pengganggu. Dengan begitu jin tersebut akan mendapatkan dua perlawanan. Perlawanan dari dia sendiri dan dari si peruqyah. Semoga Allah senantiasa bersama kita untuk mengalahkan musuh-musuh-Nya.

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 35 Th. 2/ 1426 H/ 2005 M

Apakah Setiap Jimat Ada Jinnya?

Benarkah benda pusaka atau jimat yang kita keramatkan itu ada jinnya?

(Agus Baskara, Cianjur, Jawa Barat)

Bismillah wal Hamdulillah, banyak pertanyaan senada dengan pertanyaan saudara Agus yang telah sampai ke meja redaksi. Semoga jawaban ini bisa disimak oleh penanya lainnya. Sehingga tanda tanya mereka selama ini bisa terjawab juga. Jimat dalam bahasa arabnya disebut dengan Tamimah. Yang artinya sesuatu yang dikalungkan atau dilekatkan ke tubuh manusia dan lainnya, untuk menolak marabahaya atau meraih keberuntungan. Dan bentuknya bisa bermacam- macam. Sejak Majalah Ghoib membuka rubrik ‘bongkar jimat’, banyak jimat yang dikirim oleh para pembaca Majalah Ghoib untuk dimusnahkan. Ada yang berbentuk potongan kulit hewan, ada yang berupa logam yang dibungkus selembar kain lalu dihiasi dengan tulisan-tulisan arab (mantera atau rajah), lembaran kertas, kain kafan, dan tulang. Ada juga yang berupa keris, tombak, kepala binatang, ikat pinggang, baju, sapu tangan, selendang dan rompi. Bahkan ada yang berupa uang, korek api, kartu ATM dan kotoran manusia.

Jimat ada yang asli persembahan dari syetan, ada pula yang palsu persembahan dari dukun itu sendiri. Kalau ada jimat yang didapatkan secara ghaib atau misteri, seperti kedatangannya secara tiba-tiba seakan turun dari langit, atau keluar dari perut bumi, pohon, tembok dan lainnya. Kalau fenomenanya seperti itu yang terjadi, berarti syetanlah yang bermain. Dialah yang menghadirkan benda tersebut dan menggerakkannya. Dengan begitu orang yang mendapatkannya berkeyakinan bahwa benda itu punya kekuatan dan nyoni atau kekeramatan, yang bisa menolak marabahaya dan memberi keberuntungan atau menjadikan si empunya ‘sakti’. Akhirnya mereka menganggap benda itu sebagai jimat yang keramat. Jika ada yang hendak berbuat jahil pada benda itu, syetan menendangnya hingga ia terpental. Atau jika si empunya diganggu syetan menggerakkan benda itu untuk melindunginya. Itulah tipu daya syetan yang sesat dan menyesatkan. Benda seperti inilah yang diyakini ada penunggunya.

Tapi bila jimat itu hasil karya seseorang (dukun) dengan ritual khusus atau tertentu, maka ada dua kemungkinan. Kemungkinan menjadi seperti di atas, karena syetan mengabulkan permintaan si pembuatnya atas ritual menyimpang yang telah dilakukannya. Akhirnya benda tersebut seakan bisa bergerak sendiri atau hidup. Dengan begitu orang-orang akan mengkultuskan si pembuatnya dan mendewa-dewakannya serta mengkeramatkan benda tersebut. Itulah kesesatan yang diinginkan syetan. Atau memang benda itu tidak ada ‘nyoninya‘, karena syetan enggan ikut campur tangan. Akhirnya benda itu tak ubahnya seperti benda-benda lainnya, walaupun kita menganggapnya keramat. Karena syetan tidak mau menunggui atau menggerakkannya. Oleh karena itu, kita harus selalu waspada terhadap tipu daya syetan, baik itu syetan dari jin maupun syetan dari manusia. Apa pun jenis benda yang dikeramatkan atau dijadikan jimat, kita harus membuang dan menjauhinya. Entah benda itu ditunggui jin atau tidak. Karena Rasulullah telah menyatakan, “Barangsiapa yang bergantung pada sesuatu, maka diserahkan kepadanya (Allah berlepas diri darinya).” (HR. Tirmidzi).

 

Oleh : Ustadz Hasan Bishri, Lc

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 35 Th. 2/ 1426 H/ 2005 M

Apakah Saya Dulu Dipelet?

Assalamu alaikum Wr. Wb.

Ustadz Junaidi yang saya hormati. Saya seorang wanita berumur 32 tahun, saya baru saja bercerai dengan suami setelah melewati proses yang panjang karena banyaknya masalah yang menimbulkan pertengkaran yang berkepanjangan, yang akhirnya terjadi konflik di antara kedua keluarga besar kami.

Yang membuat saya penasaran sampai sekarang adalah, selama kami pacaran dulu (+/- 8 tahun) selalu diwarnai putus-sambung, sampai akhirnya menikah (+/-7 tahun) selalu terjadi pertengkaran. Yang terkadang berawal dari hal hal yang sepele. Tapi selalu kembali rukun dan saya pun kembali sayang serta kasihan kepadanya. Walau dia sering menyakiti perasaan saya, dan sebagai seorang suami atau bapak dia tidak bisa bertanggung jawab, untuk urusan dunia atau akhirat.

Semula saya tidak mengerti hal-hal yang berbau mistik. Tetapi setelah saya sering ikut pengajian, dan Kyai mengaji saya bilang kalau perasaan cinta saya kepada suami dari mulai pacaran sampai sekarang tidak wajar. Mulanya saya tidak percaya atas pernyataan tersebut. Tapi setelah saya berlangganan dan baca Majalah Ghoib dan melihat contoh-contoh jimat pada rubrik ‘Bongkar Jimat’, ternyata jimat-jimat tersebut ada yang mirip dengan jimat yang dimiliki mantan suami. Jimat itu terbuat dari kulit binatang, kertas, logam dan lainnya. Itu pernah saya temukan di dompetnya, di atas pintu dan sebagainya. Bahkan saya pernah melihat dia punya mantera bertuliskan huruf arab di atas dadanya saat tertidur, mungkin dibacanya sebelum tidur. Di situ ada nama lengkap saya, tapi saya tidak tahu apa maksudnya.

Yang menjadi pertanyaan saya adalah: mungkinkah apa yang saya alami ini karena pengaruh jimat yang dimiliki mantan suami? Karena selama hidup dengannya saya mengalami penyakit dan gangguan seperti orang yang diganggu jin. Seperti mudah emosi, benci tanpa sebab, malas shalat dan tidak khusu. Sebagai Informasi tambahan, selama ini mantan suami dan keluarganya jarang sekali melaksanakan shalat, dan mereka gemar ke orang pintar atau dukun bila ada masalah.

Demikian, mohon bapak berkenan menjawabnya agar terjawab rasa penasaran saya. atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.

UUN Semarang

 

Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah. Saudari UUN dan pembaca lainnya dimana saja Anda berada. Hanya dengan iman kita bisa menjalani hidup dengan tenang dan damai. Namun karena minimnya pemahaman, sebagian besar umat Islam masih banyak yang melakukan perbuatan yang dilarang Syari’at Islam. Misalnya, masalah pacaran, bercampur-baur antara laki dan perempuan yang bukan mahramnya, memelihara jimat dan lain sebagainya.

Apa yang terjadi pada saudari tidak perlu membuat putus asa dan terus larut dalam kesedihan, sehingga melupakan masa depan dan menelantarkan ibadah yang menjadi kewajiban. Atau senantiasa mengingat keburukan mantan suami dan kedzalimannya yang akhirnya bisa menimbulkan dendam kesumat yang tiada akhirnya. Serahkan kepada Allah, karena Dia-lah yang menghukum orang yang bersalah dan membalas orang yang benar.

Banyak hal yang bisa dijadikan pelajaran untuk Anda pribadi atau para pembaca lainnya. Hendaklah berhati-hati dalam menjalin hubungan dengan lawan jenis. Islam sudah punya aturan yang harus kita taati agar kita tidak salah dalam mencari teman, apalagi untuk mencari pasangan hidup atau suami. Dengan berpacaran tentu banyak hal negatif yang akan muncul, karena kita telah mengundang syetan sebagai pihak ketiga. Apalagi sampai terjadi perzinahan atau dosa besar yang sejenisnya. Na’udzu billahi min dzalik. Rasulullah pernah bersabda, “Jangan ada seorang laki-laki berduaan dengan perempuan karena yang ketiganya adalah syetan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam menghambakan diri, kita hanya punya dua pilihan. Kalau kita enggan untuk menjadi hamba Allah, pasti kita menjadi hamba Iblis atau syetan. Kalau kita enggan untuk mengikuti sunnah Rasulullah, pasti kita terjerumus dalam ‘sunnah’ dukun. Sejauh mana kita mengikuti petuah syetan dukun, sejauh itu pula kita meninggalkan syari’at Allah dan Rasul-Nya. Kalau benar pengamatan saudari, bahwa mantan suami Anda sangat jarang shalat dan suka pergi ke dukun, maka indikasi jalinan hubungan Anda dengan mantan suami dari pertama pertemuan sampai cerai berbau klenik dan mistik sangatlah menyengat. Apalagi Anda telah menemukan bukti-bukti yang jelas, berupa jimat atau mantera, berarti indikasi pelet semakin kuat adanya. Itulah yang bisa kami simpulkan dari sekelumit cerita yang Anda paparkan.

Sedangkan kemalasan saudari dalam beribadah, gampang emosi dan benci tanpa sebab, memang merupakan indikasi gangguan jin. Apakah itu ada kaitannya dengan jimat-jimat dan mantera yang dimiliki mantan suami? Jawabannya tentu butuh bukti, agar kita tidak salah tuduh. Anda perlu introspeksi diri. Sebelum ketemu dengan mantan suami pertama kali, apakah tiba- tiba mencintainya atau melalui proses bergulirnya waktu dan intensitas pertemuan? Kalau tiba-tiba, berarti ada indikasi pelet. Lalu sifat Anda sebelum ketemu dia, apakah emosional, malas shalat dan ibadah? Kalau tidak, bahkan malah sebaliknya berarti ada kekuatan lain yang mempengaruhi sifat Anda. Dan itu salah satu pengaruh sihir yang dihembuskan oleh syetan secara langsung atau melalui dukun. Dalam surat Anda juga tidak bercerita apakah gangguan yang dulu dirasakan masih ada pasca perceraian atau sudah hilang. Kalau masih ada berarti Anda butuh terapi ruqyah syar’iyyah. Kalau sudah hilang, maka bersyukurlah kepada Allah dengan bertaubat kepada-Nya.

Bersyukurlah kepada Allah karena Anda tidak terseret ke dalam kebiasaan buruk mantan suami yang bergelimang jimat. Allah telah memberi petunjuk kepada Anda lewat Majalah yang Anda baca. Peliharalah petunjuk itu agar bisa menjadi penerang hidup, dengan senatiasa melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Perbanyaklah berdzikir kepada Allah dengan membaca kitab-Nya dan mengamalkan sunnah Rasul-Nya. Dekatkanlah diri Anda kepada Allah, agar hati bisa tenang dan tidak gamang dalam menatap masa depan.

Ada beberapa bacaan yang bisa Anda jadikan wirid harian. Bacalah surat al-Ikhlas, al-Falaq dan an-Nas setiap pagi dan sore atau setiap habis shalat lima waktu. Ketika hendak tidur baca tiga surat tersebut ditambah ayat kursi dan dua ayat terakhir dari surat al-Baqarah Semoga Allah mengganti kepergian suami Anda dengan yang lebih baik.
Ghoib, Edisi No. 34 Th. 2/ 1426 H/ 2005 M

“Hijrah (Perubahan Diri) Harus Terus Berlangsung, Sampai Akhir Hayat”

Dari daerah Bekasi Selatan, anggota Dewan Perwakilan Rakyat ini, setiap pagi meluncur menggunakan sepeda motor GL Pro tahun 1997 menuju gedung DPR yang megah di bilangan Senayan, Jakarta. Setelah sebelumnya mengantarkan ketiga buah hatinya ke sekolah. Sikapnya yang peramah dan sederhana, membuat siapapun yang bertemu dengannya pasti berkesan. Majalah Ghoib datang dan menemuinya di kantor dinasnya yang berhiaskan beberapa tulisan kaligrafi ayat-ayat Al qur’an, untuk mengetahui lebih jauh tentang makna yang terkandung dari momentum Hijrah Rasulullah. Berikut petikannya.

 

Bisa Anda jelaskan, makna yang terkandung dalam peristiwa Hijrah Rasulullah pada 15 abad yang lalu?

Bismillahirrahmanirrahim. Kalau kita melihat perjalanan hijrah Rasulullah itu, selalu terkait dengan proyek dakwah dan perjuangan membangun umat. Sehingga perjalanan hijrah tersebut, titik tekannya lebih kepada estafeta dakwah. Bukan karena takut, bukan karena ingin menyelamatkan diri, serta bukan juga karena ingin mendapatkan tempat yang lebih enak. Dari wilayah-wilayah yang dipantau dan dilihat oleh Rasulullah untuk menjadi basis dakwah di kemudian hari, pengamatan yang dilakukan sangat teliti dan berkali-kali. Misalnya, hijrah pertama ke Habsaysh, ternyata pengamatan para shahabat yang diutus yang diantara salah satunya adalah Ustman bin Affan, mendapatkan Habasyah tidak cocok untuk dijadikan sebagai basis dakwah kaum muslimim pada saat itu, karena kurang strategis. Lalu yang kedua ke Thoif, ternyata juga tidak pas, walaupun daya ekonomi di sana cukup bagus, sebagai tempat yang banyak memiliki perkebunan dan pertanian. Akan tetapi basis masyarakatnya, tidak siap untuk menerima dakwah Rasulullah pada waktu itu.

Akhirnya dari hasil berbagai pengamatan tersebut, yang sangat berpeluang di jadikan basis dakwah adalah Madinah atau Yatsrib. Kaum muslimin ingin mendapatkan dukungan keamanan, untuk mendapatkan situasi yang lebih nyaman, dan keluar dari tekanan. Sehingga hijrah ini, lebih kepada perjalanan baru dakwah yang dialami oleh Islam. Kalau kaitannya kepada individu, maka hijrah merupakan makna dakwah pada diri seseorang, Rasulullah bersabda: “seorang yang hijrah itu adalah orang yang pindah dari sesuatu yang dilarang oleh Allah kepada sesuatu yang dicintai oleh Allah. Karena itu, momentum tahun baru hijrah ini, adalah perubahan yang fundamental pada semua sisi kehidupan kita.

 

Pada perkembangan pemikiran kaum muslimin, masih ada sebagian orang yang merasa perlu untuk hijrah tempat, karena lingkungan yang ada di sekitarnya masih belum Islami, bagimana pendapat Anda tentang hal ini?

Setelah terbentuknya Madinah sebagai basis dakwah Islam dan sebagai mercusuar peradaban Islam. Rasulullah membatasi dengan sabdanya, “Tidak ada hijrah setelah penaklukan kota Mekkah.” Artinya hijrah itu sebagai sebuah monumental dakwah Islam yang telah dibangun oleh Rasulullah. Adapun ketika seseorang ingin mendapatkan tempat yang lebih baik, untuk bisa menerapkan nilai Islam secara sempurna. Hal tersebut tidak bisa dikatakan hijrah monumental dakwah, tetapi lebih kepada situasional.

Hijrah mencari kondisi yang lebih baik itu, prinsipnya adalah kemauan, bukan hanya sekadar perasaan tidak puas dengan kondisi satu tempat tertentu. Rasulullah pernah menceritakan kapada kita, ada seorang hamba yang telah membunuh 99 orang, kemudian dia membunuh lagi satu orang ulama sehingga genap 100 orang. Oleh ulama yang berikutnya dijelaskan bahwa semua dosanya bisa diampuni seluruhnya. Asal pindah dari semua perbuatan yang buruk itu. Nah kemauan yang kuatlah yang menjadikan hamba tersebut menjadi hamba yang beruntung. Dalam hal ini, dapat kita ambil hikmahnya bahwa semua tempat itu memiliki peluang, selama kemauan kita juga besar untuk mewujudkan itu.

 

Apakah hijrah itu, terus terjadi sampai hari kiamat?

Kalau pengertiannya adalah hijrah kepada kondisi yang lebih baik. Saya memahami itu terus terjadi, karena semua manusia itu harus hijrah untuk merubah kondisinya. Misalnya, dari keenakan menerima fasilitas, dengan harus berjuang sendiri mendapatkan fasilitas, juga harus terus berjuang untuk selalu memperbaharui keimanannya. Inilah yang diingatkan oleh Umar bin Khattab kepada kita bahwa, “hijrah (perubahan) merupakan titik awal kebangkitan seseorang.” Sampai Umar bin Khattab lah yang mengusulkan untuk menjadikan hijrah sebagai momentum penanggalan kaum muslimin, supaya kita ingat terus filosofi pertistiwa tersebut. Hijrah semacam ini, tidak akan pernah berhenti, selama dunia ini ada.

Untuk melakukan hijrah (perubahan) kepada kondisi yang lebih baik, ada beberapa point yang harus diperhatikan. Pertama adalah Motivasi yang kuat untuk mencapai apa yang ia inginkan. Makanya ketika Rasulullah mengkaitkan momentum hijrah, hal yang pertama yang beliau ingatkan adalah masalah niat yang bersih. Yang kedua, hijrah itu harus memiliki fokus dan sasaran yang akurat. Harus ada target yang jelas untuk memudahkan evaluasi. Misalnya, ada seorang shahabat yang berencana, tahun ini akan menjauhkan dari omongan yang buruk. Maka ia berusaha dengan sebaik-baiknya untuk mencapai hal tersebut, begitu terus selanjutnya sampai tahun-tahun berikutnya dengan rencana yang lain. Dan yang ketiga, tentunya dengan perencanaan yang matang dan terarah. Komitmen yang dibangun juga harus kuat, sehingga di tengah jalan kita tidak larut dalam kemaksiatan yang lalu.

 

Untuk saudara-saudara kita yang sedang terkena musibah, pelajaran apa yang bisa kita ambil dari peristiwa Hijrah Rasulullah?

Bencana yang terjadi selama ini merupakan bagian dari ayat-ayat (tanda-tanda kekuasan) Allah, yang ada di langit maupun yang ada di bumi. Karena dia adalah ayat-ayat Allah, Maka bagi kita adalah bagaimana memahami ayat-ayat Allah itu. Apakah ayat-ayat Allah tersebut semakin meningkatkan keimananan kita kepada Allah dalam menjalani hidup? Maka bagi saudara- saudara kita yang terkena musibah, jadikan itu sebagai ayat-ayat Allah. Supaya kita senantiasa selalu ingat dan dekat kepada Allah. Dan tidak menjadi orang yang berpaling dari ayat-ayat Allah tersebut. Semoga kita sesantiasa dalam perlindungan Allah.

 

 

Ghoib, Edisi No. 34 Th. 2/ 1426 H/ 2005 M

HUBUNGI ADMIN