Ke Dukun, Mencari Barang Hilang?

Ustadz, apa hukumnya? Jika ada seseorang yang kehilangan sesuatu, lalu ia bertanya kepada dukun atau ‘orang pintar. Tapi ia tidak minta syarat apapun, la membantu dengan tulus. Dan ternyata barang yang hilang itu bisa ditemukan di tempat yang dikatakan oleh dukun atau ‘orang pintar’ tadi.

Akhwat, Jakarta Utara.

Bismillah wal Hamdulillah, kehilangan suatu barang yang masih kita sukai atau kita perlukan adalah bagian dari mushibah. Walaupun secara nominal, barang tersebut kurang berharga. Tapi dalam keseharian, kita selalu menggunakannya atau sangat memerlukannya. Apalagi kalau benda tersebut punya nilai nominal yang tinggi atau mahal.

Karena manfaat barang tersebut yang begitu besar, atau kecintaan kita kepada barang tersebut yang begitu dalam, akhirnya kita merasa sangat terpukul saat barang itu hilang. Sikap kita akan berubah, menuduh orang lain tanpa bukti, mencurigainya tanpa saksi, atau menyalahkan orang- orang yang ada di sekitar kita karena mereka kita anggap lalai untuk menjaga atau mengawasinya.

Di saat itulah, syetan bermain. Syetan jin atau syetan manusia. Akhirnya muncul inisiatif untuk mendatangi dukun atau orang pintar, lalu memanfaatkan jasa mereka. Kalau ide itu tidak muncul dari diri kita sendiri, terkadang muncul dari kerabat, saudara, atau teman sekitar kita. Untuk mencari dan menemukan barang yang hilang itu, tidak puas rasanya kalau kita hanya mengadu atau melapor ke polisi. Karena kita merasa itu tidak akan menyelesaikan masalah secepat yang kita inginkan.

Orang yang datang ke tempat perdukunan ada empat kategori. Pertama, Sekadar bertanya atau iseng. Dan hukumnya tidak boleh. “Barangsiapa mendatangi dukun, lalu bertanya tentang sesuatu, maka shalatnya tidak diterima selama empat puluh hari”. (HR. Muslim).

Kedua, bertanya dan membenarkan apa yang dikatakan dukun atau mempercayainya. Dan hukumnya kufur. Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang mendatangi dukun atau peramal, lalu membenarkan apa yang mereka katakan, maka ia telah inkar (kufur) terhadap apa yang dibawa Nabi Muhammad (al-Qur’an dan al-Hadits)”. (HR.Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani).

Ketiga, bertanya untuk mengujinya dan tidak mempercayainya sama sekali. Dan hukumnya tidak apa-apa. “Rasulullah pernah mendatangi Ibnu Shayyad (seorang dukun pada zaman Jahiliyyah). Beliau bertanya, ‘Katakan, apa yang sedang aku genggam (sembunyikan)?’ la menjawab, ‘Ad- Dukh’. (Padahal Rasulullah sedang menyembunyi- kan ayat ke sepuluh dari surat ad-Dukhan). Lalu Beliau membentaknya, ‘Diam kau, ia (jin kamu) belum sampai kepadamu.” (HR. Muslim).

Keempat, bertanya untuk menyingkap kebohongannya atau membongkor kedoknya. Hal ini sangat dianjurkan karena masuk dalam bab ‘Nahi munkar’ (mencegah kemunkaran), agar masyarakat tahu akan kebohongan dan kesesatannya, supaya mereka meninggalkan dan menjauhi praktik perdukunannya. (Kitob al-Qaulul Mufid: 2/ 49).

Dan tipe orang yang Anda tanyakan adalah kategori yang kedua. Orang yang datang ke dukun tersebut mempercayai dan membenarkan apa yang dikatakan si dukun. Apalagi ternyata yang dikatakannya terbukti kebenarannya. Informasi yang diterima dukun dari jinnya ternyata sesuai dengan realita yang terjadi. Tentunya hal itu akan membuat orang tersebut semakin yakin akan ‘kehebatan dan kepatenan’ si dukun. Dengan demikian la telah melanggar larangan Rasulullah, “Janganlah kalian meridatangi dukun…” (HR. Bukhari).

la menganggap bahwa barang yang ditemukan kembali adalah hasil ‘kehebatan’ dukun, bukan karena ketentuan atau takdir Allah. Itulah bukti konkrit bahwa orang itu telah berpaling dari Allah, atau paling tidak telah menduakan Allah dengan si dukun tersebut, la telah masuk perangkap syetan. Syetan jin yang telah membantu dukun tersebut, dan syetan manusia yaitu dukun yang didatanginya.

Padahal realitanya, tidak semua barang yang hilang itu akan ditemukan kembali setelah bertanya ke dukun tersebut. Apa yang dikatakannya tidak selalu sesuai dengan realita yang ada, bahkan banyak salahnya daripada benarnya.

Adapun praktik perdukunan yang pakai syarat atau tidak, itu sudah masuk bab lain. Artinya, praktik perdukunan itu sendiri dilarang dalam Islam. Uang hasil perdukunan juga termasuk uang yang haram. Entah dalam praktiknya ia meminta syarat tertentu kepada pasiennya atau tidak. Begitu juga kedatangan kita kepadanya. Secara tidak langsung kita mendukung keberadaan praktik haram tersebut. Apalagi kalau kita memberinya imbalan uang dalam jumlah yang besar, berarti kita mendanai praktik sesat.

Rasulullah bersabda, “Bukan termasuk golongan kami orang yang melakukan tathayyur (mengundi nasib dengan sesuatu yang dilihat atau didengar) atau minta dilakukan tathayyur untuknya, berpraktik perdukunan atau minta bantuan perdukunan, melakukan sihir atau memanfaatkan jasa mereka. Barang siapa mendatangi dukun, lalu membenarkan apa yang dikatakannya, maka ia telah kufur terhadap apa yang telah diturunkan kepada Nabi Muhammad (al-Qur’an dan al-Hadits).” (HR. al-Bazzar dengan sanad jayyid).

Apalagi kalau si dukun minta syarat-syarat tertentu. Minta agar pasiennya menyembelih kambing, ayam, atau binatang lainnya. Berarti orang tersebut telah menyembelih binatang untuk selain Allah. la menyembelih untuk jin atau syetan yang membantu dukun tersebut, agar si dukun dapat informasi yang tepat dan akurat.

Rasulullah telah bersabda, “Allah melaknat orang yang menyembelih (binatang) dan ditujukan kepada selain Allah.” (HR. Muslim). Kalaupun kita tidak menyembelih secara langsung, tapi hanya memberikan uang mentahannya, maka kita tetap mendapatkan hukuman yang sama, yaitu dilaknat Allah.

Dan juga terlepas dari berhasil dan tidaknya praktik perdukunan tersebut, kita tetap berdosa kalau telah mendatangi praktiknya atau minta bantuannya. Meskipun pada kenyataannya, sakit yang kita derita belum sembuh, barang kita yang hilang belum ditemukan. Dalam kondisi seperti itu, kerugian kita berlipat ganda. Yaitu kita telah berdosa karena telah memanfaatkan jasa perdukunan, dan hukumannya di sisi Allah sangat pedih jika tidak segera bertaubat. Lalu ditambah kerugian materi atau barang kita yang belum ditemukan. Derita di atas derita.

Kehilangan barang adalah bagian dari mushibah. Sikap seorang muslim yang benar adalah bersabar dan tawakkal. Kalau ingin menelusuri atau mencarinya, bisa lapor ke polisi atau pasang informasi kehilangan di media massa, cetak maupun elektronik. Berdo’alah kepada Allah. Jika barang tersebut masih menjadi milik kita, Allah akan mengembalikannya. Dan jika tidak, Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik, insya Allah.

Do’a yang telah diajarkan Rasulullah adalah, “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, Allahumma jurni fi mushibati wa akhlif li khairan minha”, (Sesungguhnya kami milik Allah, dan kepada- Nyalah kami akan kembali. Ya Allah limpahkanlah pahala atas mushibah yang menimpaku, dan gantilah untukku dengan yang lebih baik darinya). Wallahu A’lam..

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

HUBUNGI ADMIN