“Rentetan Musibah yang Terjadi, Merupakan Bukti Bahwa Allah Masih Mencintai Bangsa Kita”

Saat memasuki komplek Pondok Pesantren Darurrohman, Parung. Bogor. Terlihat barisan gedung yang belum rampung, sedang dibangun oleh para tukang, yang bekerja dengan semangat, di bawah derasnya guyuran hujan. Majalah Ghoib datang dan menemui KH. Syukron Makmun, untuk mengetahui lebih dalam tentang fenomena musibah yang sering menerpa bangsa kita ini. Kyai yang masa kecilnya belajar membaca al-Qur’an dan kitab Safinah, langsung dari ibunda tercintanya ini, menjelaskan secara gamblang tentang bagaimana seharusnya sikap kita dalam menghadapi musibah. Berikut petikannya:

 

Pak Kyai, apa hikmah yang bisa kita ambil dari rentetan musibah yang menimpa bangsa kita, terutama musibah gempa dan gelombang tsunami di Nangroe Aceh Darussalam?

Begini ya, kita sudah ikut merasakan musibah musibah yang beruntun pada saat ini. Sementara musibah yang satu belum selesai sudah disusul dengan musibah baru sampai ke Nangroe Aceh Darusallam dan sekitarnya. Karena korban yang begitu banyak, maka presiden menyebut musibah ini sebagai “Musibah Nasional. Jadi kalau sudah musibah nasional maka menurut agama berarti sudah dosa nasional.” Bukan dosa lokal lagi, tapi sudah dosa kita semua.

Cuma saya menyayangkan kepada para ilmuwan, karena mereka tidak mau mengaitkan musibah yang terjadi ini, dengan perbuatan manusia. Karena menurut analisa mereka secara ilmiah, ini adalah evolusi alam biasa saja. Karena lempengan-lempengan yang tubrukan di bawah laut, sehingga menimbulkan getaran, jadi menurut mereka ini tidak ada hubungannya dengan perbuatan dosa manusia.

Terjadinya angin beliung, karena di samudera Hindia tekanan udaranya sangat rendah, sehingga seolah-olah angin dari khatulistiwa sebelah utara ini, seperti terjun ke selatan, akhirnya terjadilah gempa. Tetapi apakah mereka tidak merasa bahwa setiap kejadian di muka bumi, tidak terlepas dari kehendak Allah? Kehendak Allah tersebut, bertujuan untuk menegur perbuatan dosa manusia. Teguran Allah kepada manusia sudah banyak dicontohkan pada kaum terdahulu, Seperti jaman Nabi Hud, jamannya kaum Ad, jamannya Nabi Luth.

Mengutip Ayat al-Qur’an Surat Ar Ruum ayat 41. “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar.”

 

Kalau begitu, apa yang harus kita lakukan agar musibah demi musibah ini tidak terjadi terus menerus?

Dengan banyaknya musibah yang menimpa bangsa ini, seharusnya seluruh komponen anak bangsa mengintrospeksi diri, karena ini merupakan musibah nasional, Pertama yang harus dikoreksi adalah para ulama. Apakah para ulama yang sekarang sering berfatwa, berdasarkan al-Qur’an dan hadits ataukah al-Qur’an dan Hadist sudah ditafsirkan oleh para ulama mengikuti kepentingannya, baik kepentingan politik, maupun kepentingan duit atau kepentingan hawa nafsunya. Saatnya sekarang ini, ulama kembali kepada kepentingan Allah dan tetap selalu memperjuangkan syariat Islam, tanpa kepentingan dunia. Kalau para ulama tersebut tidak lagi memperjuangkan Syariat Allah, silahkan berhenti saja jadi ulama. 

Yang kedua, yang harus dikoreksi adalah Pemerintahnya. Apa benar pemerintah ini, untuk amar ma’ruf nahi munkar? Apa benar pemerintah itu sudah menegakkan keadilan dan kesejahteraan rakyat? Di mana tujuan kita bernegara adalah untuk menjamin ketentraman, keadilan, dan keamanan. Bagaimana rakyat bisa nyenyak tidur tanpa rasa takut. Bagaimana rakyat bisa tercukupi kebutuhan makannya. Ini merupakan tugas pemerintah yang harus dikoreksi. Kemudian juga, apakah jabatan yang mereka miliki hanya untuk kepentingan pribadi saja. Mumpung jadi pejabat, dengan menumpuk kekayaan di atas kepentingan rakyat? Apa betul pejabat telah berlaku adil dalam hukum. Sehingga bukan hanya koruptor- koruptor kelas teri saja yang ditangkap, tapi sudahkah mereka berani menangkap para koruptor kelas kakap yang telah menggasak uang rakyat? Inilah introspeksi yang harus diingat oleh pemerintah. Kita semua sudah seharusnya bertaubat di rumah masing-masing, dengan mencucurkan air mata, mohon ampun pada Allah.

Kemudian yang terakhir yang harus taubat adalah rakyat. Mari seluruh rakyat Indonesia, kita semua, bertaubat. Karena sekarang bentuk kejahatan sudah melampui batas-batas binatang. Yang namanya pembunuhan, pemerkosaan, perzinahan, pelacuran, perjudian, mabuk- mabukan sudah di luar batas-batas kemanusiaan. Jadi kalau sekarang Allah memberi peringatan, berarti bangsa kita masih dicintai Allah, Kalau Allah tidak mencintai kita, mungkin kita tidak diberi peringatan seperti ini, tapi nanti langsung dilemparkan ke neraka saja.

 

Musibah ini juga menimpa orang-orang yang tidak berdosa, bagaimana menjelaskan logika ini?

Al-Qur’an dalam Surat Al-Anfal ayat 28 sudah menjelaskan hal tersebut,” Dan peliharah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” Jadi orang-orang yang sholeh pun juga terkena musibah tersebut. Karena terkadang orang-orang sholeh yang berada di dalam lingkungan tersebut. tidak menjalankan amar ma’ruf nahi munkar. Mengapa mereka hanya sujud dengan khusu’nya sambil memutar tasbih untuk berdzikir di dalam masjid tanpa mempedulikan kemaksiatan merajalela di sekitarnya.

 

Bagimana sikap orang-orang beriman dalam menghadapi Musibah seperti waktu sekarang ini?

Untuk orang beriman harus senantisa sabar dalam menghadapi ujian dan senantiasa menjalankan syariat Islam sampai kapan pun. Sekarang manilah kita serempak untuk membantu mereka yang terkena musibah tersebut. Secara agama mari kita berdoa secara bersama-sama untuk mereka, agar diberi ketabahan dan kesabaran dalam menghadapi musibah ini, semoga Allah senantiasa melindungi mereka. Di samping itu mari kita mengeluarkan sebagian harta kita untuk meringankan beban mereka yang terkena musibah. Semoga Allah senantiasa bersama kita..
Oleh : KH. Syukron Makmun (Pengasuh Pondok Pesantren Darurrohman)
Ghoib, Edisi No. 32 Th. 2/ 1425 H/ 2005 M

Agar Gempa Tsunami Tidak Terjadi Lagi

Diperkirakan 50 tahun ke depan gempa Tsunami akan menghantam barat Pulau Sumatera dengan kekuatan yang lebih besar dari yang terjadi sekarang. Jika demikian, gempa Tsunami menjadi ancaman kematian serius. Apalagi menurut para pakar, gempa Aceh bukan gempa besar yang mereka ramalkan, Sementara belum ada alat yang mampu meredam gempa dan sanggup membendung Tsunami. Tetapi sesungguhnya kita bisa berbuat banyak hingga gempa dan Tsunami itu tidak melibas negeri ini.

  1. Pesan Ayat

Allah berfirman, “Dan Allah sekali-kali tidak akan mengadzab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengadzab mereka, sedang mereka meminta ampun.” (QS. al-Anfal: 33).

 

  1. Pesan Hadits

Rasul bersabda, “Jika manusia sangat menggemari dinar dan dirham, jual beli dengan cara ‘inah dan mengikut ekor sapi serta meninggalkan jihad di jalan Allah, Allah akan menurunkan bala’ kepada mereka yang tidak akan diangkat bala itu kecuali mereka kembali ke agama mereka.” (HR. Ahmad dah Abu Dawud).

 

3. Pesan Abu Bakar

Dalam musnad Ahmad disebutkan bahwa Abu Bakar as-Shiddiq berkata, “Wahai manusia, sesungguhnya kalian membaca ayat ini, tetapi kalian telah meletakkannya pada tempat yang salah. “Hai orang- orang beriman, jagalah dirimu, tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk.” (QS. al-Maidah: 105). Sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah bersabda, “Jika manusia melihat kemungkaran dan tidak segera menegur pelakunya maka Allah akan meratakan adzab dari sisi-Nya.”

 

  1. Pesan Umar bin Abdul Aziz

Umar bin Abdul Aziz menulis surat kepada masyarakat, “Amma ba’du, sesungguhnya gempa ini adalah sesuatu yang digunakan oleh Allah azza wajalla untuk menegur manusia. Dan aku memerintahkan kepada seluruh masyarakat agar keluar pada hari ini pada bulan ini dan barangsiapa yang mempunyai sesuatu hendaklah menshadaqahkannya, karena Allah telah berfirman, “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat.” (QS. al-Ala: 14-15)

Dan berkatalah sebagaimana Adam telah berkata,

“Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang- orang yang merugi.” (QS. al- A’raf: 23)

Dan berkatalah sebagaimana Nuh telah berkata,

“Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Hud: 47).

Dan berkatalah sebagaimana Yunus berkata,

“Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang dzalim.” (QS. al-Anbiya: 87).

Masih ada waktu untuk kita segera berlari menuju Allah yang menggenggam langit, bumi dan seluruh alam semesta ini. Sebelum gempa Tsunami yang lebih besar meminta korban lebih banyak lagi..

Ghoib, Edisi No. 32 Th. 2/ 1425 H/ 2005 M

Bukan Sekedar Tsunami…..

Renungan panjang Ibnu Qayyim tentang kisah umat-umat terdahulu merupakan renungan juga buat kita. Di hadapan kita, gempa dan Tsunami telah membuat sejarah kematian dan keruntuhan Aceh.

Tsunami memang kejadian alam yang telah dikaji secara ilmiah oleh pakarnya. Tetapi sesungguhnya alam ini sangatlah damai dengan Islam. Karena Islam adalah rahmatan lil ‘alamin. Bukan saja rahmat untuk manusia dan jin, tetapi juga rahmat bagi alam semesta. Allah menyebut Dirinya dengan ‘Rabbul ‘Alamin’ (Tuhan sekalian alam). Di genggaman-Nya lah alam semesta ini. Dan Islam adalah agama yang diridhai Allah sebagai agama para pemangku amanah alam ini.

Untuk itulah, kerusakan alam semesta ini selalu saja berawal dari ulah tangan manusia. “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. ar-Rum: 41)

Berikut adalah kajian dalil dan ungkapan para ulama salafus shalih dulu terhadap penyebab dari sisi lain akan kejadian gempa dan kematian dahsyat yang terjadi di Aceh dan tempat lainnya.

 

1. Kemaksiatan Merajalela

Dalam sebuah riwayat dari Anas bin Malik, suatu hari dia dan seorang temannya datang ke Aisyah. Dan orang yang bersama Anas itu bertanya, “Wahai ummul mukminin, ceritakan kepada kami tentang gempa.” Aisyah menjawab, “Jika mereka telah melegalkan zina, jika mereka telah mengkonsumsi minuman keras dan jika mereka telah gila dengan musik. Ini yang membuat Allah murka di langit Nya sana, maka Allah berfirman kepada bumi: gempalah. Jika mereka taubat Allah mencabut perintahnya dan jika tidak maka Allah menghancurkan mereka.”

Orang itu bertanya, “Wahai ummul mukminin, apakah ini adzab?”

“Itu adalah nasehat dan rahmat bagi orang beriman dan adzab serta murka bagi orang- orang kafir,” jawab Aisyah.

Anas berkata, “Belum pernah aku mendengarkan perkataan setelah hadits nabi yang lebih aku senangi dari perkataan ini.”

Dari pernyataan istri Rasulullah tersebut jelaslah bahwa gempa yang mengawali Tsunami bukan sekedar gempa karena pergeseran dan tubrukan lempeng bumi. Tetapi ada sisi spiritual yang perlu diperhatikan. Tiga maksiat yang disoroti secara lebih khusus: Zina, Narkoba dan Musik.

Ketiga hal tersebut, jika telah merajalela atau bahkan membudaya maka adzab Allah telah menunggu untuk menghancurkan bukan saja para pelakunya tetapi juga orang mukmin yang lain. Hanya saja bagi orang beriman yang ikut meninggal akan menjadi rahmat bagi mereka.

Dalam riwayat Imam Ahmad dari Ummu Salamah berkata telah bersabda Rasulullah, “Jika telah nampak kemaksiatan pada umatku, Allah akan meratakan adzab dari sisi-Nya.” Aku berkata, “Ya Rasulullah, tidakkah ada orang-orang shalih di antara mereka?” Rasul berkata, “Ada.” Aku bertanya, “Jadi bagaimana adzab ini terjadi juga pada mereka?” Rasul menjawab, “Mereka juga akan mengalami nasib yang sama seperti manusia yang lainnya. Tetapi kemudian mereka akan mendapatkan ampunan dari Allah dan keridhaan-Nya.”

Di zaman Nabi pernah juga terjadi gempa, maka nabi meletakkan tangannya di bumi dan berkata, “Diamlah, belum saatnya engkau datang.”

Kemudian gempa pernah pula terjadi pada zaman Umar bin Khattab. Umar pun berkata, “Wahai manusia sesungguhnya gempa ini tidak akan terjadi kecuali karena sesuatu kesalahan yang telah kalian lakukan. Dan demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya jika gempa susulan terjadi aku tidak akan tinggal lagi bersama kalian untuk selama-lamanya.”

Renungan panjang seorang kakek pasca musibah
Renungan panjang seorang kakek pasca musibah

Jadi jelaslah, bahwa peran zina, narkoba, musik bukan saja telah membuat generasi ini mandul dan mati. Tetapi alam pun menjadi tidak lagi.  Renungan panjang seorang kakek pasca musibah bersahabat dan benar-benar menebarkan kematian yang mengerikan.

 

  1. Penguasa Dzalim

Imam Mujahid murid rujukan ulama tafsir Ibnu Abbas menjelaskan surat ar-Rum: 41 tersebut di atas, “Jika seorang penguasa dzalim berkuasa dia akan berbuat kedzaliman dan kerusakan. Maka Allah akan mengurung negeri tersebut. Maka hancurlah tanah dan keturunan dan Allah tidak menyukai kerusakan.”

Penguasa yang semena- mena memperlakukan rakyatnya, hidup mewah di atas keringat dan air mata mereka adalah sumber kerusakan di muka bumi. Korbannya biasanya adalah masyarakat umum. Merekalah yang merasakan ketidaknyamanan negeri dan kerusakan serta bencana.

Alam menjadi sangat murka ketika bumi yang seharusnya dimakmurkan oleh orang-orang yang takut Allah, justru dipegang oleh orang-orang dzalim. Imam Ahmad telah menyebutkan dalam musnadnya, “Dijumpai dalam laci-laci Bani Umayyah sebuah biji gandum sebesar biji kurma yang diletakkan di dalam sebuah kantong kain yang bertuliskan: biji ini pernah tumbuh di zaman yang adil.”

Sungguh suatu peritiwa yang luar biasa menggugah hati. Ketika bumi sudah enggan memberikan kebaikannya kepada manusia. Sampai tumbuhan merasakan dampaknya karena ulah penguasa dzalim.

potret hijuanya alam Aceh di daerah aman Tsunami
potret hijuanya alam Aceh di daerah aman Tsunami
mayat-mayat dalam plastik hitam belum terurus
mayat-mayat dalam plastik hitam belum terurus
binatang pun menjadi korban Tsunami
binatang pun menjadi korban Tsunami
  1. Negeri Dikuasai oleh Orang-Orang Munafik

Imam Ahmad meriwayatkan dari Umar bin Khattab, “Suatu negeri akan hancur lebur padahal tadinya sangat ramai.” Ditanyakan kepadanya, “Bagaimana hal itu bisa terjadi?” Umar menjawab, “Jika para pelaku dosa telah menguasai orang- orang baik dan di negeri itu yang berkuasa adalah orang-orang munafik.”

Kebaikan justru dikuasai oleh para pelaku dosa. Mereka yang diterima suaranya. Mereka yang selalu memenangkan setiap pertarungan. Mereka yang menyuarakan keadilan semu. Dan kemunculan orang munafik menguasai negeri. Ucapan dan janji sudah tidak lagi sesuai dengan kenyataan. Manis di bibir, buas di hati.

Dan memang biasanya kedua makhluk jahat tersebut akan selalu bersama dan membantu masing-masing bisa eksis. Pelaku dosa berlindung di balik kekuasan para munafik dan para munafik yang berkuasa mendapatkan dukungan termasuk dukungan materiil dari para pelaku dosa yang telah menguasai semuanya.

Jika sebuah negeri telah seperti itu keadaannya, maka negeri tersebut harus siap-siap luluh lantak, hancur lebur.

 

4. Meninggalkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Dalam al-Qur’an, kita telah diperingatkan Allah agar berhati-hati “Dan peliharalah dirimu daripada siksaan yang tidak khusus menimpa orang orang yang dzalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. (QS al-Anfal: 25).

Ayat inilah yang sangat ditakutkan oleh shahabat Zubair bin Awwam.

Menafsirkan ayat ini, Ibnu Abbas berkata, “Allah memerintahkan orang-orang beriman agar tidak mengukuhkan kemungkaran yang terjadi di antara mereka. Maka Allah meratakan adzab.”

Ibnu Katsir dalam tafsirnya berkata, “Ini adalah penafsiran yang sangat bagus.”

Ketika kesalahan dibiarkan terjadi dan malah dianggap suatu yang lumrah terjadi, kemudian orang-orang berwenang tidak lagi memiliki taji untuk melarang atau sekadar menasehati, maka saatnya adzab Allah turun menimpa semuanya. Rasulullah bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalian harus amar ma’ruf nahi mungkar atau Allah akan menimpakan hukumannya kepada kalian dari sisi-Nya. Kemudian kalian pun berdoa kepada-Nya tetapi Dia tidak mengabulkan doa kalian.” (HR. Ahmad).

Masalahnya hari ini, masyarakat muslim terkadang menganggap dosa besar sebagai hal yang sepele. Bahkan menjadi lambang modernisasi. Inilah yang disaksikan oleh shahabat Hudzaifah ketika duduk bersama beberapa tabi’in. Dia berkata, “Seseorang di zaman Nabi mengucapkan satu kata yang langsung dihukumi sebagai munafik karenanya. Dan aku telah mendengarnya dalam satu majlis ini saja telah diucapkan sebanyak empat kali oleh salah seorang di antara kalian. Kalian harus amar ma’ruf nahi mungkar dan kembali merengkuh kebaikan atau Allah menghukum kalian semua dengan adzab atau kalian akan dipimpin oleh pemimpin yang jahat. Kemudian orang-orang baik di antara kalian berdoa dan tidak dikabulkan.” (HR. Ahmad).

Maka, duka Aceh adalah momen untuk semua rakyat muslim Indonesia. Saatnya Indonesia bertaubat.

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 32 Th. 2/ 1425 H/ 2005 M

Tsunami Catatan Alam untuk Serambi Mekah

Sebuah mobil terbalik di tengah reruntuhan di Punge Jurong. Banda Aceh. Nampak dua orang di dalamnya telah membusuk. Mayat berserakan, bangkai kendaraan menyangkut di mana saja, puing-puing rumah, sampah kayu dan barang-barang rumah menggunung, daerah ramai penduduk rata dengan tanah. Air mata, darah, trauma, rasa sedih, kehilangan, kebingungan. Tsunami telah menggoreskan catatan mahal bagi tanah serambi Mekah.

Gempa dengan kekuatan 8,9 skala righter yang disusul Tsunami terbesar di dunia sejak tahun 1964 telah menelan puluhan ribuan orang mati dan puluhan ribu lainnya belum diangkat dari reruntuhan serta ribuan lainnya hilang. Korban materiil, jiwa dan perasaan tidak terhitung jumlahnya.

Puluhan tahun Aceh di bangun hingga menjadi megah dan indah. Puluhan tahun muslimin Aceh hidup dalam suasana masyarakat ramah dan Islami. Walaupun mereka selalu hidup dalam ketidaktenangan karena perang. Mereka memang telah biasa menderita. Tetapi derita mereka kali ini sangat tak terperikan Semakin menguji ketebalan ketabahan mereka.

Puluhan tahun itu pun sirna hanya dalam sepuluh menit. Sepuluh menit gempa yang sempat meruntuhkan beberapa gedung dan selanjutnya sepuluh menit Tsunami yang melumat semuanya.

Sepuluh menit itu telah meninggalkan luka yang sangat dalam bagi siapa pun yang menyaksikannya. Bencana ke manusiaan terbesar yang menyedot perhatian dunia.

Sepuluh menit itu telah memporakporandakan harapan bangsa Aceh. Memisahkan suami dari istri dan anaknya, ibu dari anak dan suaminya, seseorang dari sanak saudaranya Seorang anak kini hidup sebatang kara. Semua kehilangan orang-orang yang dicintainya.

Pemuda Aceh menatap kosong rumah dan ibunya yang lenyap
Pemuda Aceh menatap kosong rumah dan ibunya yang lenyap
Bangkai mobil terjungkal di sungai
Bangkai mobil terjungkal di sungai

Sepuluh menit itu telah melumpuhkan provinsi yang kaya. Mematikan denyut kehidupan ibukota Banda Aceh dan sekitarnya. Menebar kematian dan menyerakkan mayat di sepanjang jalan dan lorong.

Sepuluh menit itu telah membungkam suara adzan di masjid raya Baitur Rahman yang sampai hari ini masih kokoh berdiri di tengah kota Banda Aceh.

Sepuluh menit itu telah meninggalkan trauma yang sangat dalam Kekhawatiran membuncah di dada setiap rakyat Aceh. Ketakutan luar biasa, entah dengan apa menghilangkannya. Gelombang orang meninggalkan Aceh bisa disaksikan setiap harinya dalam jumlah besar.

Hanya dalam sepuluh menit ini bukan sekedar kisah bencana alam. Tetapi ini adalah catatan alam untuk serambi Mekah.

Ikuti laporan Majalah Ghoib langsung dari provinsi yang telah banyak berjasa bagi republik ini dan temuan lapangan yang mengungkap pelajaran Tsunami bagi rakyat Nanggroe Aceh Darussalam.

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 32 Th. 2/ 1425 H/ 2005 M

Muslimin, Kembalilah ke Aceh!

Menara Masjid masih utuh di tengah puing-puing
Menara Masjid masih utuh di tengah puing-puing

Musibah kemanusiaan terbesar dalam sejarah Indonesia yang terjadi di Aceh telah menelan korban nyawa dan materiil yang sangat banyak. Dan trauma pun sangat dalam. Tetapi, kelak Aceh tidak boleh berubah menjadi serambi Roma. Harus tetap serambi Mekah.

Hari ke enam setelah Tsunami melumat Aceh, suasana Aceh belum banyak berubah dibandingkan hari-hari sebelumnya. Aceh yang mati. Bahkan masalah baru muncul. Yaitu bau menyengat di daerah yang dilanda Tsunami yang berasal dari mayat-mayat yang bergelimpangan. Saat Majalah Ghoib datang di bandara Sultan Iskandar Muda Aceh, terlihat orang-orang menggunakan masker. Sebenarnya di bandara tidak tercium bau busuk mayat. Tetapi mereka rata-rata datang dari arah Banda Aceh yang telah berubah menjadi kota mayat dengan bau menyengat yang luar biasa.

Bandara sangat padat kerumunan orang, baik di luar ataupun di dalam. Ada para tukang ojek yang merupakan satu-satunya kendaraan umum yang ada. Karena transportasi lumpuh total. Selain masyarakat Aceh memang sedang berduka, bensin pun sangat jarang dijumpai dan kalaupun ada harganya melambung tinggi. Ada pula orang yang menunggu kedatangan saudaranya dari tempat lain untuk menengok atau bahkan menjemput mereka keluar dari Aceh. Tampak dua orang laki-laki paruh baya berpelukan erat sambil sesenggukan menangis. Pertemuan dalam duka yang mendalam setelah kehilangan semuanya kecuali dirinya sendiri.

Suasana di luar bandara juga dipenuhi oleh masyarakat, aparat dan relawan. Beberapa posko membuat tenda dan memanfaatkan gedung bandara. Mobil-mobil media dalam dan luar negeri nampak sibuk mempersiapkan liputan mereka.

Majalah Ghoib langsung melaju menuju Banda Aceh. Perjalanan ke Banda Aceh melewati Aceh Besar yang tidak tersentuh Tsunami, karena daerahnya cukup tinggi. Pemandangan padi menghijau dengan pohon-pohon yang tumbuh

Kuburan massal korban Tsunami
Kuburan massal korban Tsunami

subur di kanan-kiri jalan mengisahkan tentang masa lalu Aceh sebelum Tsunami, Namun tidak jauh dari persawahan itu, terdapat kuburan masal yang disediakan untuk para korban Tsunami. Sebuah alat berat untuk menggali tanah kosong dan tumpukan mayat dalam plastik hitam diletakkan di pinggir jalan. Bau mayat sangat menyengat. Setiap orang yang lewat dengan kendaraannya memilih untuk menutup kaca mobilnya atau menutup hidungnya rapat-rapat. Hanya nampak beberapa wartawan yang justru berhenti mengabadikan foto kuburan masal tersebut sambil menekap hidung dengan masker. Masker saja masih tembus, biasanya masyarakat membubuhi masker dengan balsam atau minyak oles agar bisa mengurangi bau busuk mayat yang menusuk hidung. Seperti yang diajarkan juga kepada Majalah Ghoib dan memang benar dapat mengurangi bau menyengat itu.

Para pengungsi memilih baju sumbangan
Para pengungsi memilih baju sumbangan

Kira-kira dua puluh menit perjalanan, Majalah Ghoib memasuki simpang Lambaro, Aceh Besar, Di sekitar pertigaan yang juga merupakan jalan penghubung menuju Medan itu, terdapat beberapa posko: posko PKS, BSMI, PKPU, Jawa Barat, PMI. Kembali antrian masyarakat ingin mendapatkan bantuan berupa makanan, pakaian ataupun pengobatan bisa kita saksikan di sini.

karena lapar mie instan tanpa dimasak pun jadi
karena lapar mie instan tanpa dimasak pun jadi

Nampak bapak-bapak dan anak-anak berebut mie instan dalam kardus yang memang sengaja dibuka untuk umum. Dengan sangat lahapnya mereka memakan mie yang belum dimasak itu. Air mineral juga menjadi rebutan mereka. Untuk sembako dan makan siap santap seperti biscuit dibagikan secara rapi. Rakyat Aceh memang sedang kelaparan. Tidak ada yang bisa dimakan, semuanya musnah. Kalaupun ada bahan mentah, tidak ada minyak atau alat masak yang bisa dipakai untuk memasak.

Adapun pakaian digelar di pinggir jalan dan masing-masing dipersilakan untuk memilih ukuran yang pas dalam jumlah yang diinginkannya. Seorang ibu tua menggelar baju kebaya yang dipegangnya untuk diukur dengan badannya. Bapak-bapak yang ikut memilih baju dan celana, juga memilih baju kecil untuk anak dan baju untuk istrinya. Yanti dan Rini, dua gadis Aceh yang masing-masing telah menggantungkan dua baju di lengannya siap meninggalkan tempat. “Ya, rumah habis, baju tinggal yang di badan saja,” kata mereka berdua kompak. Ketika Majalah Ghoib bertanya mengapa hanya dua buah saja yang diambil, Yanti menjawab dengan jawaban kepedulian yang menakjubkan, “Cukuplah, Buat orang lain.” Sebuah rasa kebersamaan di saat mereka juga sedang membutuhkan. Perasaan yang mahal. Bahkan sebelum pergi, keduanya menunjuk suatu tempat yang dipakai oleh para pengungsi untuk berkumpul dan belum mendapatkan bantuan sama sekali. Lagi-lagi kepedulian yang sangat simpatik.

Di pelataran masjid yayasan Hj. Cut Nyak Awan, terdapat beberapa tenda pengobatan. Dan sebuah tenda darurat untuk rawat inap. Seorang anak muda dengan sekujur tubuhnya penuh luka dari muka sampai kaki. Setiap jengkal punggungnya terdapat luka yang sedang dibersihkan oleh dokter. Sementara seorang yang lainnya sedang tengkurap sambil mengerang, “Allah…Allah…Allah…!” untuk menahan rasa sakit yang luar biasa dari kakinya yang menganga lebar yang juga sedang dibersihkan oleh seorang dokter. Seorang ibu separo mukanya rusak. Dan seorang bapak yang datang dipapah sebagian tubuhnya yang luka telah membengkak. Sebuah tenda yang lainnya digunakan untuk rawat inap. Seorang bapak tergeletak pasrah dengan infus di tangannya. Luka rakyat Aceh sangat menguras air mata siapa pun.

Sementara itu, daerah yang terkena gempa dan gelombang Tsunami di Banda Aceh saja, belum dibersihkan. Daerah Ajeun dan komplek kepolisian di Lamjame belum disentuh sama sekali. Sebuah alat berat milik TNI di bawah pengawasan ketat pasukan TNI sedang mendorong kayu-kayu dan sampah yang menghalangi jalan. Tetapi mayat yang bergeletakan di jalanan, yang berada di atas tumpukan kayu, di tengah danau belum diambil. Bau menyengat busuk mayat sungguh luar biasa.

Daerah yang sangat parah diterjang Tsunami, Uleuleu juga belum tersentuh. Baru ada sedikit pembersihan di sebuah lapangan. Daerah yang dulunya adalah merupakan rumah-rumah mewah yang berada di pinggir pantai itu kini rata dengan tanah. Kini kita bisa memandang bebas dan nampak dari kejauhan pohon kelapa yang tumbuh di pinggir pantai. Padahal dulunya tertutup oleh perumahan mewah itu. Tidak ada sisa. Sebagiannya menjadi tumpukan sampah dan sebagian lain diseret ke laut. Jembatan penghubung putus, sehingga mobil dan alat berat tidak bisa masuk, hanya dengan jalan kaki daerah itu bisa ditembus. Mayat-mayat dengan sangat mudah kita lihat. Bau menyengat kembali tercium. Sebuah mayat wanita menjuntai dengan tangan terjepit di atap rumah. Di tengah reruntuhan itu, sebuah menara masjid masih tegak berdiri.

Bukan hanya Uleuleu, di tengah kota pun baru masjid raya Baitur Rahman saja yang baru dibersihkan. Masjid kebangan seluruh rakyat Aceh itu sebelumnya terdapat mayat-mayat bergelimpangan di halaman dan di dalam masjidnya. Hanya saja, rumah Allah itu masih tegar berdiri hingga kini. Hanya menaranya saja yang nampak runtuh pada beberapa bagiannya.

Soping, pusat perbelanjaan di samping masjid raya itu, juga masih belum dibersihkan, Bangkai mobil, motor dan becak, reruntuhan, mayat. Banda Aceh mati.

 

Eksodus tinggalkan Aceh
Eksodus tinggalkan Aceh

Ramai-Ramai Tinggalkan Aceh

Hari Jum’at sore, mulal nampak evakuasi warga terhadap barang-barang yang masih bisa diselamatkan. Dan eksodus besar-besaran terjadi. Mobil-mobil truk penuh dengan barang-barang rumah tangga meninggalkan Aceh. Mobil-mobil pribadi juga dipenuhi sesak dan di atasnya diikat barang untuk dibawa keluar dari Aceh.

Harapan yang lenyap bersama lenyapnya rumah dan keluarga mereka dan trauma yang sangat dalam memang seakan tidak memberikan pilihan kepada mereka kecuali lari sejauh-jauhnya dari Aceh.

Gempa-gempa susulan yang masih sering terjadi, membuat kepanikan mereka semakin menjadi. Masih terbayang jelas bagaimana gempa besar selama kurang lebih 7 menit mengguncang mereka yang kemudian disusul dengan Tsunami. Para relawan pun dibuat tunggang langgang ketika Aceh kembali digoyang gempa susulan. Seperti yang terjadi pada pukul 01.00 malam ketika semuanya sedang istirahat. Pada hari Sabtu gempa susulan yang terasa terjadi paling tidak tiga kali. “Aduh, saya seperti terus merasakan gedung ini bergoyang,” kata seorang wartawan yang sedang duduk di ruangan lantai dua.

pembersihan sampah-sampah harus menggunakan alat berat
pembersihan sampah-sampah harus menggunakan alat berat

Tsunami memang tidak meninggalkan pilihan. Rajale Sugandi, kepala lingkungan Punge Blangcut yang ditemui Majalah Ghoib sedang membereskan beberapa koper yang telah dibalut lumpur dan dua buah pesawat televisi, bertekad meninggalkan Aceh untuk selama-lamanya. Harapannya telah musnah, “Entah kapan rumah saya bisa dibangun kembali. Saya berharap anak saya yang di Kalimantan mengambil saya,” kata Sugandi di tengah reruntuhan.

Demikian juga dengan Karim, pemilik toko yang tengah mengangkut barang tersisa dengan truknya itu berniat tinggalkan Banda Aceh. “Saya memilih pulang kampung ke Sigli saja.”

Seorang ibu yang kehilangan suami dan tiga orang putrinya juga lebih memilih untuk meninggalkan Aceh. Apalagi dia mempunyai adik yang tinggal di Jakarta. “Entahlah, apakah saya masih mau bertahan di Aceh,” kata pegawai Pemda Aceh itu.

Memang ada sekelompok orang yang tidak punya pilihan. Seperti Darwis Abdullah yang kehilangan istri dan tiga orang anaknya. Bapak yang sehari-hari menarik becak mesin itu hanya bisa pasrah, “Saya orang miskin bang, mau pindah ke mana. Saya pasrahkan kepada Allah.”

Bahkan seorang polisi yang ditemui Majalah Ghoib di bandara saat menunggu pesawat ke Medan, mengungkapkan kegembiraannya ketika dia akan dipindah ke tempat lain. “Walaupun saya polisi, tapi saya takut melihat mayat. Dan sekarang saya akan pindah.”

Mereka adalah orang-orang dewasa yang bisa menentukan langkah dan punya pilihan. Tetapi anak-anak Aceh, mereka tidak tahu akan kemana. Banyak di antara mereka yang telah kehilangan ayah dan ibunya. Hidup sebatang kara. Mereka akan ikut kepada siapa saja yang akan mengajak dan melindunginya serta mengasuhnya.

Di sinilah, Aceh kelak rawan menjadi daerah yang bukan lagi merupakan daerah muslim. Karena bisa jadi anak-anak itu akan kembali kelak dengan agama yang berbeda. Paling tidak, kekhawatiran itulah yang nampak dari sebuah SMS:

Dr. Irene Handono: Dibutuhkan ortu (orangtua) MUSLIM untuk mengadopsi anak2 yatim piatu krbn tsunami Aceh. Tlg sebarkan ke muslim lain, krn Gereja sdh b’gerak u mengambil anak2 muslim tsb. Mari kt selamatkan mereka. Terimakasih.

Trauma memang menghantui semua muslim Aceh. Tetapi Aceh kelak harus tampil lebih baik lagi. Muslimin harus kembali ke Aceh untuk membangunnya. Anak-anak Aceh tidak boleh berganti agama. Mereka adalah harapan Aceh ke depan. Untuk tetap mempertahankan serambi Aceh agar tidak berubah menjadi serambi Roma..

 

 

Ghoib, Edisi No. 32 Th. 2/ 1425 H/ 2005 M

MEMBACA DOA DALAM HATI SAAT DI WC?

Apakah boleh membaca doa dalam hati saat di WC?

(Diah, Kalimantan Timur)

Bismillah Walhamdulillah, Islam adalah agama yang universal, semua yang dibutuhkan dan harus dilakuan seseorang untuk mencapai kebahagiaan dunia akhirat telah diatur Islam termasuk saat kita masuk ke toilet atau WC. Imam Nawawi berkata, “Makruh hukumnya untuk dzikir dan berbicara saat buang hajat, di mana saja dia buang hajat tersebut. Kecuali pembicaraan atau ucapan yang darurat. Apabila saat itu dia bersin, tidak boleh membaca Alhamdulillah, juga tidak boleh menjawab salam, atau menjawab adzan. Tapi larangan ini hanya makruh dan tidak haram. Apabila dia menjawab orang yang bersin dalam hati (tidak dilafadzkan), maka hukumnya tidak apa-apa.” (al- Adzkar 26)

Jadi, doa dalam hati saat ini di WC itu tidak apa-apa, asal jangan dilafadzkan atau disuarakan karena kurang etis. Seorang shahabat yang bernama al-Muhajir berkata, “Saya mendatangi Rasulullah, saat itu beliau lagi kencing. Saya mengucapkan salam padanya, tapi beliau tidak menjawab sampai selesai wudhu. Lalu beliau minta maaf kepadaku dan bersabda, “Saya tidak suka berdzikir kepada Allah (menjawab salam) kecuali saya dalam keadaan suci.” (HR. Abu Dawud dan Nasa’l). Dan doa adalah dzikir, sebaiknya dilantunkan saat kondisi suci. Tapi juga tidak apa-apa kalau kita baca doa saat tidak besuci, termasuk saat di WC. Apalagi bila kondisinya mendesak atau darurat. Wallahu A’lam.

 

 

Ghoib, Edisi No. 32 Th. 2/ 1425 H/ 2005 M

SEMBUH DARI STEP, BICARA SENDIRI

Adik saya pernah sakit step, dan sudah sembuh. Tapi sekarang suka berbicara sendiri sambil menatap ke atas, kanan kiri. Bagaimana solusinya ustadz?

(Hamba Allah, Sogo Plaza Indonesia)

Bismillah Walhamdulillah, kami turut bergembira atas kesembuhan adik Anda dari penyakit step yang dideritanya. Adapun kondisinya sekarang yang suka berbicara sendiri seraya menatap ke sana kemari terlihat berbicara dengan seseorang, itu tidak ada kaitannya dengan penyakit step yang dulu dideritanya. Apakah ia terkena gangguan jin? ada baiknya kalau dalam hal ini Anda konsultasikan juga ke seorang psikiater atau psikolog. Barangkali dia bebicara sendiri karena tidak ada yang diajak bicara, sementara itu dia ingin bermain dengan imajinasinya. Dalam kesendiriannya itu dia berusaha untuk menghadirkan teman imajinasinya dan mengajaknya berkomunikasi dan berbicara.

Solusi selanjutnya, temanilah dia dan jangan dibiarkan sendiri, ajaklah dia bermain dan berkomunikasi. Kalau dia menolak dan merasa terganggu serta lebih suka dengan kesendiriannya, apalagi kalau ada hal-hal yang aneh, seperti terkadang tertawa sendiri, tiba-tiba nangis. menjerit atau volume makannya tidak wajar, cerita akan kehadiran sosok misterius dan aneh dalam kesehariannya. Berarti adik Anda diganggu jin. Dan untuk lebih meyakinkan lakukanlah ruqyah, bacakan ayat atau doa ruqyah kepadanya. Kalau ada reaksi saat mendengar bacaan ruqyah, maka lakukanlah terapi ruqyah secara intensif. Bila perlu mintalah bantuan seorang peruqyah yang sudah berpengalaman atau datang langsung ke kantor ruqyah.

 

 

Ghoib, Edisi No. 32 Th. 2/ 1425 H/ 2005 M

Peruqyah Mengetahui Jin Para Pasien?

Ada ustadz yang meruqyah, tapi dia mengaku bisa mengetahui kalau ada orang yang dalam tubuhnya ada jinnya, bagaimana itu ustadz?

(Astri, Bandar Lampung)

Bismillah Walhamdulillah, peruqyah adalah manusia biasa, bukan Nabi ataupun Rasul yang mendapatkan pengecualian bisa melihat keberadaan jin, seperti pernyataan Imam Syafi’i: “Barang siapa yang mengaku bisa melihat jin (dalam bentuk aslinya), maka kami tolak kesaksiannya, kecuali kalau dia seorang Nabi.” Memang sangat disayangkan, kalau seorang ustadz yang membawa panji syariat dalam kesehariannya, lalu memberikan pernyataan yang tidak sesuai dengan ilmu syariat, karena dampaknya akan sangat fatal, bisa mengacaukan pola pikir dan keyakinan orang yang mengikutinya, seperti anda. Maka dari itu, kita harus memposisikan sosok ustadz secara proporsional. Kita tidak boleh apriori atau antipati dan juga tidak boleh mengkultuskannya. Ustadz juga manusia biasa yang suatu saat pernyataannya bisa salah, bila pernyataannya sesuai syariat, kita akan mengikutinya. Tapi bila menyimpang dari syariat, kita tetap mengikuti syariat dan meninggalkan pernyataannya. Dengan begitu kita akan selamat dunia dan akhirat.

Rasulullah sendiri dalam masa hidupnya tidak pernah menyatakan pada shahabatnya, bahwa dalam diri shahabat tersebut ada sekian banyak jin, atau ada jin singa yang membandel, dan sebagainya. Tapi ketika ada keluhan atau ganguan dalam diri shahabat. Rasulullah baru menyatakan kalau shahabat tersebut diganggu musuh Allah (syetan). Dengan adanya gangguan dan godaan yang ada, seorang ustadz bisa mengidentifikasi bahwa orang tersebut terkena gangguan jin. Dan tidak serta merta memastikan, mengetahui jumlahnya atau jenisnya, karena kita tidak bisa mengetahui keberadaan mereka berdasarkan firman Allah surat Al A’raf ayat 27.

 

 

Ghoib, Edisi No. 32 Th. 2/ 1425 H/ 2005 M

Ketika Kematian di Depan Mata, Apa Hikmah di Balik Petaka Itu?

Oleh: Ustadz Fadhlan Abu Yasir, Lc

Harta dunia yang kita kejar siang malam. kemewahan hidup yang kita impikan, ataupun kedudukan yang kita pertahankan, semua itu hanyalah ibarat jalinan sarang laba-laba yang begitu rapuh ketika berhadapan dengan gelombang tsunami.

Kita adalah manusia yang lemah, penuh dengan keterbatasan. Kemampuan kita terbatas. Ilmu kita terbatas. Dan jatah hidup kita di dunia ini pun terbatas. Memang demikianlah, dunia hanyalah perhiasan yang semu, atau hanya permainan dan sandiwara yang akan segera berakhir.

“Setiap jiwa pasti akan mengalami kematian” Itulah kalimat al-Qur’an yang menanamkan benih iman kepada kematian dalam hati kita. Kematian adalah satu kepastian, tidak bisa ditawar lagi. Karena saat datangnya ajal telah ditentukan, tidak bisa diajukan sejenak pun atau ditunda sesaat.

Ajal datang hanya sekali untuk menjemput kita. Setiap kematian bagi seseorang tidak pernah keluar dari waktunya. Meskipun kematian itu beraneka macam sebabnya, tetapi kematian hanyalah satu. Kematian yang menjemput seseorang karena dibunuh, bunuh diri, terkena racun, terbakar, tenggelam, tabrakan, jatuh, kelaparan, sakit, kejatuhan barang, ataupun karena sebab lain. Semuanya tidak pernah lepas dari kehendak Allah. Dan kehendak Allah pasti terlaksana tanpa hambatan apapun.

Kehendak Allah atas diri selalu menjadi rahasia Allah. Termasuk sisa umur kita hanya Allah yang tahu, sedangkan kita hanya mendapati utusan kematian yang datang berupa tumbuhnya uban gigi berguguran, mata mulai kabur, fisik mulai melemah, sakit-sakitan, pikun dan sebagainya. Itulah tanda-tanda datangnya saat ajal akan menjemput. Tetapi ketika Allah punya kehendak lain, misalnya berupa bencana alam atau wabah, maka utusan kematian itu tidak dikirim untuk menyampaikan berita kematian yang sudah dekat.

Kehendak Allah berupa musibah biasanya menimpa ummat yang tidak siap dengan musibah itu. Akan tetapi secara sunnatullah, musibah itu datang karena diundang dengan berbagai dosa dan kemunkaran, sedangkan seruan kepada yang ma’ruf dan pencegahan yang munkar tidak ditegakkan, sehingga Allah menyegerakan bencana itu, kemudian doa orang-orang shalin pun tidak didengarkan.

Rasulullah SAW bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sungguh kalian harus benar-benar menyerukan yang ma’ruf dan mencegah yang munkar, atau Allah akan segera mengirimkan siksa kepada kalian, kemudian kalian berdoa kepada-Nya maka doa kalian tidak akan dikabulkan.” (HR. Turmudzi).

Tiada lagi tempat yang aman…. Tiada lagi tempat berlari…. Dan tiada lagi tempat bersembunyi dari murka Allah,…. kecuali kita hanya bertaubat kepada-Nya.

Ketika terjadi gempa bumi pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, maka beliau menempelkan tangan kanannya ke bumi lalu berkata, “Wahai bumi, bukan sekarang saatnya kamu bergoncang, di sini masih banyak orang-orang yang shaleh.” Gempa pun seketika berhenti. Kemudian beliau memerintahkan rakyatnya untuk beristighfar dan banyak mengeluarkan shadaqah, karena shadaqah mampu menolak bencana.

Lain halnya dengan wabah yang melanda pasukan mujahidin Bani Israil di bawah pimpinan Nabi Musa ‘alaihis salam, dalam waktu singkat wabah itu telah menewaskan puluhan ribu pasukan. Akhirnya seorang shahabat Musa ‘alaihis salam yang bernama Fanhash bin ‘Izar yang masih cucu Nabi Harun ‘alaihis salam melakukan sweeping di perkemahan mereka dengan membawa tombak yang semuanya terbuat dari besi. Fanhash memasuki sebuah camp dan menemukan seorang komandan sedang berzina dengan seorang gadis cantik dari Bani Kan’an. la langsung menghujamkan tombak besinya ke punggung sang komandan hingga menembus ke tubuh perempuan yang dizinainya. Kemudian mengangkat keluar tinggi-tinggi dengan tombaknya dengan disaksikan seluruh pasukan Fanhash berdoa mengadukan urusan itu kepada Allah: “Ya, Allah. Demikianlah kami bertindak terhadap orang yang bermaksiat kepada-Mu!” Pengaduan singkat itu langsung didengar Allah dari atas langit ke tujuh sana, maka Dia mencabut wabah saat itu juga.

Rentetan bencana yang melanda negeri kita tidak pernah lepas dari sebab-sebab yang mengundang murka Allah. Sudah sekian lama negeri ini dikuasai oleh orang-orang yang zhalim, pejabat yang korup secara bergantian. Kini saatnya penegakan keadilan dan pemberantasan korupsi, akan tetapi sekian banyak orang tidak suka dengan perbaikan ini. Maka Allah menurunkan bencana agar kita sadar bahwa kezhaliman itu tidak akan dibiarkan oleh Allah. Dosa-dosa penguasa yang korup itu berakibat buruk bagi seluruh bangsa. Bukan sekadar makan harta rakyat, tetapi yang lebih besar lagi adalah memberi contoh buruk bagi mereka, bahkan menciptakan suasana kondusif bagi pejabat berikutnya untuk korupsi dan semakin zhalim.

Korupsi yang telah menggurita di negeri ini, semakin diperparah dengan menjamurnya kemaksiatan yang ada. Prostitusi yang terbungkus rapi, narkoba yang terus menebar maut hingga korban demi korban terus berjatuhan. Perjudian yang seharusnya terlarang dibekingi oleh oknum aparat. Sangat menyebalkan memang.

Kini, bencana demi bencana terus melanda negeri ini. Entah sampai kapan, hanya Allah yang tahu. Sudah saatnya, kita merenung sejenak dan mengambil hikmah dari apa yang telah terjadi.

Karena di balik musibah pasti ada hikmah besar. Sebab Allah bersifat Ahkamul Hakimin (Dzat Yang Maha Bijaksana), setiap kehendak- Nya tidak pernah terlepas dari hikmah yang sangat dalam. Di antara hikmah yang diterangkan oleh Rasulullah ketika Allah mendatangkan musibah adalah:

  1. “Besarnya pahala selalu dibarengi dengan besarnya cobaan,”
  1. “Dan apabila Allah ta’ala mencintai suatu bangsa, maka Allah pasti menguji mereka,”
  1. “Orang yang rela menghadapi ujian Allah, maka ia mendapat ridha Allah, dan orang yang marah menghadapi ujian Allah, akan mendapat murka Allah.” (HR. Turmudzi).
  1. “Allah ta’ala berfirman “Tak ada balasan bagi seorang hamba-Ku yang beriman, ketika Aku mengambil kekasihnya di dunia kemudian ia mengharap pahala, kecuali surga baginya” (HR. Bukhari)
  1. “Tidak suatu apapun yang menimpa muslim berupa capek, sakit, susah, sedih, gangguan, gundah, sampai duri yang menusuknya, kecuali Allah pasti menghapuskan dosa-dosanya.” (HR Bukhari)
  1. “Barangsiapa yang Allah kehendaki meraih kebaikan, maka Allah timpakan musibah kepada- Nya.” (HR. Bukhari)
  1. “Apabila Allah berkehendak terhadap hamba-Nya suatu kebaikan, maka Dia segerakan siksaannya di dunia, dan apabila Allah berkehendak terhadap seorang hamba-Nya suatu keburukan, maka Allah menahan dosanya sampai membalasnya di hati kiamat.” (HR. Turmudzi).

 

Ghoib, Edisi No. 32 Th. 2/ 1425 H/ 2005 M

“Sering Kuring (Saya) Pulang ke Rumah, Tanpa Membawa Uang”

Pak Minta (Seorang Kakek Tua Berusia 70 Tahun, Pedagang Buah Keliling Selama 53 tahun). Usianya boleh dibilang sudah sangat tua. Namun kakek ini masih harus berjalan selama kurang lebih 3 jam setiap harinya. Untuk menjajakan dagangan buah- buahan yang dipanggulnya. Saat Kami menemuinya, ia sedang berkeliling di sekitar Pasar Anyar, Bogor. sambil sesekali menurunkan dagangan yang dipanggulnya, untuk sekadar memulihkan tenaganya kembali. Perlahan tapi pasti, kakek tua ini menawarkan. dagangannya, untuk mencari sesuap rezeki. Berikut kisah hidup. kakek tua yang hanya bisa berbahasa Sunda dan menyebut dirinya, kuring (saya).

Nama kuring Kakek Minta, tinggal di Kampung Pondok Bitung. Cimanglit, Cijeruk, Kab Bogor, desa Mulya Harja. Kuring tinggal di sana hanya bersama istri tercinta. Kuring dilahirkan 70 tahun yang lalu di desa tempat kuring sekarang tinggal. Dari bapak seorang pedagang pisang dan buah nanas keliling, sejak jaman Belanda. Sementara ibu, seorang ibu rumah tangga biasa. Dahulu kuring tidak banyak diajarkan tentang agama oleh orang tua, karena jaman itu adalah jaman pendudukan Belanda, sehingga anak-anak Indonesia tidak bebas untuk mengaji dan sakolah. Kuring teh dulu pernah sakolah desa, tapi kemudian pada saat seusia SD, kuring kena musibah kecelakaan jatuh dari pohon pleningan (semacam lamtoro gung).

Seluruh tubuh kuring luka-luka, wajah rusak serta kaki penuh darah. Pada saat itu kuring pulang sakolah dan perut terasa sangat lapar sekali, kuring bersama teman-teman melihat ada pohon pleningan yang sedang berbuah dan kelihatan rasanya sangat enak dan banyak. Kuring oleh teman-teman disuruh manjat pohon itu, karena memang kuring paling jago manjat. Karena pohon itu, cukup tinggi, kuring akhirnya jatuh ke bawah, dan lukanya sangat parah. Setelah itu kuring pingsan selama 24 jam, dan tidak bisa kernana-mana selama setahun, untuk penyembuhan luka kuring. Para tetangga kuring sudah menyangka kuring meninggal, karena luka yang sangat parah yang kuring derita. Orang tua sangat sedih sekali terutama ibu, yang sedang mengandung adik kuring yang lain, karena musibah tersebut.

Alhamdulillah, biaya pengobatan banyak dibantu tetangga, sehingga terasa ringan oleh keluarga kuring. Setelah itu orang tua memutuskan, kuring tidak sakolah lagi. Karena terlalu lama libur dan memang orang tua sudah tidak mampu lagi membiayai. Memang kuring masih kecil rada bandel dan ngedul (malas) untuk mengaji, tetapi orang tua kuring terus membujuk agar kuring mau mengaji di surau bersama teman-teman di desa Adik-adik kuring semuanya bisa mengaji tapi hanya bisa menyelesaikan sampai sakolah dasar saja.

Berdagang adalah keahlian warisan yang diajarkan orang tua sejak dahulu. Sejak kecil kuring sering diajak orang tua untuk turut berdagang dengan berjalan kaki setiap hari selama kurang lebih 15 Km dari kampung kuring ke Pasar Anyar, kota Bogor. Pada saat itu kuring sering menangis karena kelelahan, tetapi orang tua menghibur dengan nasihat agama yang sederhan tapi membuat kuring jadi semangat lagi Pernah bersama orang tua, kuring harus berjalan jam 12 malam, supaya tidak kena patroli pasukan Belanda, yang kadang-kadang memeriksa dagangan kita.

Kehidupan keluarga kuring, hidup dalam kondisi sederhana bahkan sering kekurangan. Akhirnya kuring mulai berdagang buah keliling seperti orang tua di Kota Bogor, Pasar Anyar ini, pada usia 17 tahun, karena dituntut untuk membantu makan keluarga serta biaya hidup keempat adik kuring sehari-hari. Karena kebetulan kuring anak pertama, sehingga tanggung jawab membantu orang tua ada di pundak kuring. Kehidupan terus berjalan, dengan susah payah kuring terus menjalani kehidupan berdagang buah sampai saat ini.

 

Kehidupan dengan keluarga, kuring jalani dengan penuh cobaan dan ujian.

Pada saat usia kuring 25 tahun, kuring menikah dengan seorang gadis desa. Pertemuan kami diawali pada saat di kampung ada pertunjukkan wayang golek. Saat itu saya bertemu dia dan langsung mendatangi orang tuanya untuk melamar. Alhamdulillah orang tuanya mau menerima kuring. Tadinya kuring minder, karena usaha kuring cuma berdagang keliling saja. Mungkin ini sudah jodoh dari Allah. Dari pernikahan ini, kuring dikaruniai 7 orang anak yang sangat lucu-lucu. Namun yang bisa bertahan hidup hanya 1 anak saja. Anak-anak kuring yang lainnya baru dilahirkan paling lama setengah bulan. Kemudian meninggal satu persatu. Menurut mantri, karena anak-anak tersebut lahir dalam keadaan tidak sehat.

Pada saat itu kuring sangat sedih, kehidupan kuring yang memang sudah susah terus, ditambah lagi dengan kematian yang beruntun dari anak anak kuring tercinta. Untuk biaya mengurus kematian saja, kuring harus minjam sana-sini. Anak yang tinggal satu-satunya ini yang baru berusia sekitar 3 bulan, kami urus dengan penuh kasih sayang. Di tengah kegembiran kuring dalam mengurus anak itu. Allah memberikan lagi kuring ujian yang lebih berat. Istri kuring yang memang sering sakit-sakitan akhirnya meninggal dunia, karena tidak kuat menahan sakit perut yang sudah berlangsung sangat lama. Pada saat dia sedang sakit, kuring sudah mencoba mengobatinya dengan ramuan daun-daunan  seadanya, karena untuk berobat ke rumah sakit selain jauh, biayanya pun tidak ada.

Dua tahun kuring tinggal berdua dengan anak tercinta. Kuring sering ikut menangis kalau anak kuring menangis, sambil memanggil-manggil nama emaknya. Ibu kuring yang pada saat itu masih hidup, sering membantu mengurus anak kuring itu. Kuring bisa ikut ngurus anak pada hari jum’at saja, karena pada hari itu kuring libur berdagang. Hidup menduda memang tidak enak, apalagi duda muda, seperti kuring. Kemudian kuring yang pada saat itu berusia 32 tahun, ditawarkan oleh saudara untuk menikah lagi dengan seorang janda beranak empat, yang sudah lama ditinggal mati oleh suaminya. Kuring langsung saja menerima dengan ikhlas, apalagi ada anak yatim yang bisa kuring urus dengan kondisi kuring yang juga serba kekurangan, tapi kuring berharap berkah dari Allah saja.

Semenjak itu kami mengurus 5 orang anak saja, karena dari istri kuring yang kedua ini, tidak punya keturunan. Kuring mendidik agama kepada anak-anak, sejak mereka masih kecil. Kalau jaman kuring, untuk ngaji saja susah. Tapi jaman sekarang mah, anak-anak cepat pinter mengaji. Makanya kuring lebih menekankan mereka untuk pandai mengaji dan mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari karena kalau untuk sakolah mereka, kuring hanya bisa membiayai sampai SD saja.

Kini mereka semuanya sudah menikah dan berpisah rumah dari kuring. Karena pendidikan. mereka yang kurang tinggi. Sekarang mereka bekerjanya, ada yang jadi kuli bangunan serta berdagang sendal di pasar. Oleh karena pekerjaan mereka yang seperti itu, mereka hanya bisa membantu membayarkan listrik di rumah. Kuring jadinya harus berdagang terus seperti ini untuk membiayai kehidupan sehari-hari bersama istri, yang juga membantu dengan berdagang gorengan tiap pagi. Sebenarnya badan sudah sering sakit- sakitan dan tidak lagi kuat seperti dahulu, tapi sampai sekarang sudah hampir 53 tahun ini kuring harus berangkat jam 6 pagi dari rumah untuk berdagang. Kuring tiap hari berjalan berkeliling di sekitar Pasar Anyar selama 3 jam, untuk menjajakan buah-buahan. Sering kuring pulang dengan tidak membawa uang keuntungan dari berdagang. Karena dagangannya tidak laku semua, kuring sering membawa kembali buah- buahan ke rumah untuk dijual lagi esok hari. Kalau kemudian tidak laku lagi dan buahnya tidak busuk, maka kuring berikan kepada para tetangga. Sedih juga sih kalau sedang begitu, karena kuring harus tetap memberikan resiko dapur kepada istri di rumah. Kalau sudah begitu biasanya kuring harus pinjam sama tetangga untuk modal dagang esok hari. Ketika sedang berkeliling untuk bardagang, terkadang kuring harus sering beristirahat di teras pertokoan besar, untuk sekadar melepas lelah sambil mengumpulkan tenaga kembali untuk meneruskan berdagang.

Sebenarnya kuring ingin lebih banyak istirahat di rumah, di usia yang sudah sangat tua ini. Tapi ya bagaimana kuring juga harus terus makan dan membiayai istri di rumah, jadi kuring mungkin terus begini sampai tidak kuat lagi. Kuring berharap semoga anak-anak bisa membiayai dan mengurus kuring, kalau sudah tidak bisa berdagang lagi. Semoga Allah memberikan kehidupan yang lebih baik lagi, pada kehidupan kuring di akhirat nanti.

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 32 Th. 2/ 1425 H/ 2005 M

HUBUNGI ADMIN