Kata Mereka Tentang Ramalan

Chairul Umam (Sutradara Senior):

“Ramalan Tidak Perlu Diperhatikan”

Saya pernah diramal oleh seorang bencong (pemain figuran) saat lagi rehat shooting, dia memegangi tangan saya dan berusaha membaca garis tangan. Dia bilang “Nanti kamu bisa jadi orang top.” Kejadian itu pada tahun tujuh puluhan dan peran saya waktu itu masih sebagai pengisi suara. Itu dulu, dan saya pun tidak percaya. Sampai sekarang pun saya tetap begini-begini saja. Menurut saya orang yang suka mendatangi peramal untuk menanyakan nasibnya itu orang-orang yang tidak yakin dengan masa depan mereka atau orang yang putus asa. Padahal kebanyakan peramal- peramal itu hanya menyenangkan para konsumennya. Saya dulu juga sempat suka baca ramalan bintang-bintang (zodiak). Tapi sekadar iseng saja, tidak pernah mempercayainya. Karena merasa tidak ada faedahnya, ya saya tinggalkan. Saya khawatir jadi keterusan, seperti yang dialami sebagian orang yang merasa belum lengkap untuk mengambil langkah, kalau belum baca ramalan bintang. Sebaiknya orang-orang muslim tidak perlu memperhatikan ramalan-ramalan. Lakukan saja apa yang sudah direncanakan, dan jangan lupa dibarengi dengan doa dan tawakkal kepada Allah.

 

Marwan (Praktisi Media):

“Ramalan Menimbulkan Kegelisahan”

Dulu saya sempat juga mempercayai ramalan bintang (zodiak), tapi malah tidak bagus dampaknya. Muncul banyak kekhawatiran dan kegelisahan. Misalnya dalam ramalan itu disebutkan “Bulan depan akan terjadi preseden buruk pada diri Anda”. Saat memasuki bulan yang diramalkan, timbullah kekhawatiran dan was-was. Sebab sedikit banyaknya, kita tersugesti oleh ramalan yang telah kita baca. Sewaktu itu saya beranggapan semua orang juga melakukan hal yang sama, percaya terhadap ramalan. Akhirnya saya sadar, bahwa baca ramalan seperti itu tidak ada manfaatnya. Yang menentukan nasib kita kan Allah, bukan bintang-bintang tersebut. Jadi kenapa kita mempercayai hal-hal seperti itu. Peramalnya sendiri pun belum tentu lebih baik dari kita, kenapa kita harus percaya dan bergantung dengan ramalannya. Tinggalin dan cuekin saja mereka berikut ramalannya, niscaya mereka akan gulung tikar karena jualannya tidak laku.

 

Nungki (Mahasiswi S2):

“Ramalan Menimbulkan Nestapa”

Ramalan itu menimbulkan nestapa. Saya pernah diramal oleh seorang peramal yang menggunakan rokok sebagai mediatornya. Kebetulan waktu itu ada keluarga saya yang sakit. Saat saya menjenguknya ketemu teman bersama seorang peramal. Saya iseng tanya seputar jodoh. Dia meramal bahwa jodoh saya sudah dekat, tahun depan katanya. Padahal ramalannya itu pada tahun 2001, kalau ramalan peramal itu benar berarti sekarang saya sudah ketemu jodoh saya. Tapi kenyataannya tidak begitu, padahal waktu itu saya ingin sekali hal itu betul-betul terwujud. Dia juga meramal bahwa saya akan kerja pada bulan depan. Dan ternyata betul, bulan depan saya dapat kerja. Saya sempat juga sih menjalin hubungan dengan seorang laki-laki, saya kira apa yang dikatakan peramal itu akan terbukti lagi. Tapi ternyata tak berapa lama dari perkenalan, hubungan kami bubar, sakit rasanya. Sejak itu timbul pada diri saya antipati terhadap ramalan. Dan saya baru tahu kalau minta diramal itu nggak boleh, saya baru dengar kalau ada hadits yang menyatakan shalat orang yang minta diramal itu tidak diterima selama 40 hari. Maka dari itu, kalau sekarang ada yang mencoba meramal saya lagi, dengan tegas saya katakan sorry ya…!

 

Dra. Hj. Elsye (Guru SMK):

“Saya Pernah Percaya Ramalan”

Saya kalau ditanya tentang ramal-meramal, saya merasa berdosa (sambil menangis, red) mungkin karena kebodohon saya dan orangtua yang minim pengetahuan agama. Sampai sekarang saya selalu berdoa kepada Allah, minta ampun untuk orangtua dan diri saya. Waktu itu saya tidak tahu kalau ramalan itu dilarang syari’at, sekarang kalau ingat saya merasa berdosa sekali. Karena saya pernah diajak teman ke seorang peramal Cina non muslim. Yaitu sewaktu saya masih kuliah, saya diputus oleh pacar. Saya sempat putus asa, karena kebaikan yang saya lakukan dibalas dengan kejahatan. Ketika saya dapat pacar baru, seorang peramal yang saya datangi mengatakan, “Kamu nanti sama dia cocok-cocok saja, tapi antara kalian nanti akan terjadi pertentangan dan perbedaan pendapat.” Waktu itu saya yakin terhadap apa yang diramalkan. Memang benar, akhirnya saya menikah dengan dia yang sampai sekarang jadi suami saya. Tapi ramalan itu ternyata melenceng dan bohong adanya dan tidak sesuai dengan realitanya, karena alhamdulillah sampai sekarang keluarga saya harmonis, tidak ada permasalahan yang besar dan berarti seperti yang diramalkan. Apalagi yang namanya ramalan bintang (zodiak). Dulu saya sangat percaya, sehingga tidak berani bertindak kecuali sesuai dengan yang tertulis di ramalan bintang tersebut. Tapi itu semua sudah berakhir, alhamdulillah sekarang saya tidak terpengaruh lagi. Saya sudah kapok dan bertaubat, dan tidak akan mengulangi kebodohan tersebut. Sekarang saya terus mendekatkan diri kepada Allah dengan memperbanyak ibadah untuk menebus kesalahan-kesalahan lama.

 

Warisa (Pedagang Gorengan):

“Saya Tidak Percaya Sama Ramalan”

Saya sudah cukup lama dagang gorengan, dan alhamdulillah hasilnya cukup lumayan. Padahal saya tidak pakai dukun lho mas…. Selama ini banyak juga sih teman yang ngajak saya untuk mendatangi dukun agar dagangan saya laris. Tapi saya tidak tertarik. Begitu juga dengan ramalan-ramalan. Saya pernah tanya kakek saat gonto-ganti pekerjaan, saya tanya tentang dagangan apa yang cocok buat saya. Kakek saya bilang, “Dagangan apa saja boleh asal halal, dan jangan lupa untuk memperbanyak doa. Jaga shalat lima waktu, dan shalat tahajjud jangan ditinggalkan.” Dan itu saja yang selama ini saya lakukan. Pernah ada teman saya yang baru pulang dari Aceh. Dia melihat garis tangan saya, katanya saya orangnya banyak rizkinya dan tidak boros. Tapi saya tidak percaya itu. Mungkin karena ilmu agama saya minim, kadang- kadang ketika melihat orang yang diramal lalu terbukti, saya suka bimbang. Percaya nggak percaya gitu mas…. Maka dari itu saya ingin lebih banyak belajar agama, agar keyakinan menjadi kokoh dan tidak gampang goyah..

 

Zubaidah (Ibu Rumah Tangga):

“Ramalan Malah Bikin Uring-Uringan”

Saya tidak percaya dengan ramalan-ramalan yang ada, bahkan kalau dengar ada yang melakukan ramalan, hati ini spontan menolak dan mengingkarinya. Orangtua saya sangat disiplin dalam pendidikan agama, saya juga sempat belajar di pesantren, alhamdulillah. Memang terkadang saya iseng, baca- baca ramalan bintang di koran atau majalah. Tapi saya tidak percaya sama sekali. Soalnya baca begituan itu bikin uring- uringan saja. Kalau ramalan yang tertulis bagus, tapi tidak terbukti kan nggondok juga. Dan sebaliknya, kalau ramalannya tidak bagus kan jadi kepikiran. Pokoknya bikin pusing deh. Banyak madharatnya dari pada manfaatnya. Apalagi sekarang kan banyak sekali ramalan-ramalan yang ada, bejibun seperti sengaja dilestarikan. Terkadang timbul rasa khawatir juga, jangan-jangan syetan menyelinap dan mengganggu pikiran, akhirnya jadi percaya ke mereka. Apalagi kalau kita lagi kepepet atau terkena masalah dan musibah, tidak mustahil kita tergiur juga, karena syetan akan mudah memanfaatkan waktu genting itu untuk menggelincirkan aqidah kita.

 

 

Ghoib, Edisi No. 31 Th. 2/ 1425 H/ 2005 M

Masjid al-Alam II Dibangun Secara Ghaib?

Kawasan pantai Marunda, Jakarta Utara hingga tahun 1980 an masih penuh dengan rawa-rawa dan pohon bakau. Di sana terbentang muara sungai Blencong atau kali Bekasi. Tapi kini, kawasan pantai Marunda tidak bisa menghindar dari suratan takdir. Mengikuti perkembangan zaman yang terus berubah. Rawa-rawa telah ditimbun. Pohon bakau telah terkikis. Jalanan setapak yang berlumpur berganti dengan jalan-jalan beraspal.

Di sana, di Marunda Pulo berdiri kokoh bagunan kayu yang menjadi simbol perlawanan Betawi. Bila dulu orang harus menggunakan perahu untuk melintasi rawa-rawa dan sungai hingga sampai ke rumah si Pitung. Kini, tidak lagi diperlukan perahu, Sepeda motor sudah bisa menembus rumah panggung dari kayu yang dikenal dengan Rumah si Pitung.

Si Pitung adalah legenda seorang pemuda dari Betawi yang hidup pada abad ke 18. Layaknya legenda Robinhood di Inggris. Si Pitung dianggap sebagai tokoh pembela rakyat kecil, lemah. melarat dan tertindas.

Meski dalam kacamata penjajah Belanda saat itu, ia adalah seorang pemberontak. Seorang ekstrimis yang harus ditumpas. Hal ini tidak terlepas dari kebiasaan si Pitung yang suka merampok harta tuan-tuan tanah yang merampas tanah, kekayaan dan perempuan warga setempat.

Menurut Atit Fauzi (54), juru kunci Rumah si Pitung. Si Pitung bukanlah warga asli Marunda Pulo. Rumah tersebut sudah berdiri sebelum kedatangan si Pitung ke Marunda Pulo. Di rumah panggung itulah si Pitung melakukan pertemuan dengan teman-temannya. Sekaligus sebagai tempat persembunyiannya.

 

Masjid al-Alam II Dibangun Hanya Semalam?

Menyusuri jalan dari Rumah si Pitung ke arah pantai Marunda, terdapat sebuah bangunan masjid yang dikeramatkan, Masjid al-Alam Il yang tepat berada di bibir pantai Marunda. Dipisahkan dengan dam batu cadas untuk menyelamatkannya dari gusuran air laut yang telah mengikis habis tanah sekitar.

Bagi sebagian orang, masjid al-Alam Il disebut juga dengan masjid si Pitung. Padahal tidak ada kaitan antara si Pitung dengan masjid tua itu. Masjid al-Alam sudah berdiri sejak empat abad yang lalu. Menurut cerita masjid al-Alam II di bangun pada zaman Fatahillah. Masjid yang terpencil ini, menjadi tempat pengintalian tentara Fatahillah dari Demak dan Cirebon yang menyerang Sunda Kelapa (1526). Dua abad sebelum kelahiran si Pitung.

Masjid al-Alam II, telah mencatatkan diri sebagai basis kekuatan Islam melawan penjajahan Belanda. Tapi kini, sangat disayangkan bila masjid bersejarah ini dipahami lain oleh sebagian orang. Masjid ini tidak sekadar menjadi tempat shalat atau aktifitas keagamaan lainnya. Tapi sudah jauh bergeser dari yang seharusnya. Orang- orang yang datang ke masjid ini memang berdatangan dari berbagai daerah. Tegal, Madura, Demak, Purwakarta atau masyarakat sekitar. Bila sekadar i’tikaf, dzikir atau shalat berjamaah mengapa harus menempuh perjalanan Jauh ke masjid tua ini?

Tentu ada faktor lain yang membuat mereka mengagungkan dan menganggapnya lebih mulia dari masjid-masjid lainnya. Hal ini tidak terlepas dari cerita yang beredar di kalangan masyarakat tertentu bahwa Masjid al-Alam II, memang luar biasa. la adalah satu dari sembilan masjid yang dibangun oleh Walisongo hanya dalam waktu semalam.

Masjid yang tidak diselesaikan oleh manusia biasa. Dan dengan cara yang tidak biasa. Seperti diungkapkan Atit Fauzi, seorang tokoh masyarakat Marunda Pulo saat ditemui di rumahnya. “Masjid al-Alam II adalah seperti halnya masjid al-Alam I di Cilincing. Kedua masjid itu dibangun dalam waktu semalam oleh Walisongo bersamaan dengan tujuh masjid lainnya.”

Mitos itulah yang mengundang ratusan orang setiap malam Jum’at Kliwon. Mereka berdatangan dari berbagai daerah. Sedang pada malam-malam biasa yang beri’tikaf di masjid ini berkisar dua puluhan orang.

Sudirman, pemuda asal Lagoa, Jakarta Utara adalah satu dari sekian orang yang percaya dengan keistimewaan masjid ini. Sehingga ia rela i’tikaf di sini sejak dua hari lalu. Bahkan itu untuk yang keempat kalinya. “Saya sudah ke sini empat kali,” tutur Sudirman sambil mempermainkan tasbihnya.

Senafas dengan Sudirman adalah Jarwani, seorang ibu muda asal Cilincing. la bahkan sudah berada di sini sejak empat hari yang lalu. Meninggalkan suami dan anaknya di rumah. Ketika ditanya lebih lanjut apa yang menjadi tujuan utama mereka sehingga rela meninggalkan rumah, mereka hanya tersenyum dan tidak mau berterus terang. “Macam-macam mas.” Itulah kilah mereka.

Daya tarik masjid al-Alam tidak sebatas pada mitos pendiriannya yang terbilang unik. Di sana juga terbaring jasad seseorang yang dikeramatkan. la dianggap sebagai orang baik yang layak untuk dijadikan tawasul (perantara). Makamnya terletak persis di belakang masjid al-Alam. “Makam Kyai Jami’in,” hanya itulah informasi yang didapat dari İstri marbot masjid al-Alam II ketika ditanya tentang siapa yang dimakamkan di sana.

la tidak berani banyak menjawab, katanya takut bila nanti jawabannya salah dan tidak berkenan di hati Kyai Jami’in, ia takut bila Kyai Jami’in yang telah meninggal ratusan tahun yang lalu marah. Padahal beberapa menit sebelumnya, ia telah menemani seorang wanita bercelana jeans dan berkaos lengan pendek masuk ke dalam ruangan makam.

Dengan berbekal sebotol air dalam botol, wanita asal Cakung, Jakarta Timur itu mengaduhkan permasalahannya. Memohon kepada Allah melalui arwah Kyai Jami’in agar suaminya yang telah kena pelet wanita lain, bisa kembali mencintainya seperti dulu. Majalah Ghoib yang saat itu tidak jauh dari mereka, sempat mengintip dari balik pintu, ternyata air dalam botol tersebut diletakkan di atas makam. Lalu dimulai proses berdoa. Ada-ada saja.

Retno yang saat itu menunggu temannya di luar makam pun berkata, “Mas, kalau mau didoakan di dalam, mas beli air dulu.” Entah, untuk apa air dalam botol itu. Yang jelas air itu kembali dibawa keluar. Dari sorot matanya, wanita itu nampak lebih tenang. Harapan agar suaminya kembali seperti dulu mulai membekas.

Sudah ribuan atau bahkan puluhan ribu yang berziarah ke Masjid al-Alam II, dengan tujuan berbeda-beda. Tidak sedikit di antara mereka yang juga meminta pesugihan. Buktinya, uang recehan ratusan perak sering ditemukan berserakan di nisan-nisan makam.

Seperti diungkapkan Farhan, seorang warga Marunda, “Saya sering menemukan uang recehan di kuburan. Itu adalah uang pemancing dari orang-orang yang mencari pesugihan. Agar apa yang mereka inginkan terkabul.”

Zaman sudah berubah. Pemahaman orang akan Islam juga semakin bercampur aduk dengan ragam kebatilan. Sebagian masjid dianggap memiliki kelebihan dibandingkan dengan masjid lainnya. Padahal dalam kacamata agama semua masjid itu sama di sisi Allah, kecuali Masjidil Haram, Masjidil Aqsha dan masjid Nabawi.

Tidak seharusnya penghormatan kepada seseorang yang telah meninggal pada akhirnya menjerumuskan kita kepada rusaknya akidah. Dan agar orang-orang yang kurang paham ajaran agama tidak menjadi korban-korban berikutnya, maka kita wajib menyampaikan kebenaran walau terasa pahit.

Masjid al-Alam II berdampingan dengan kuburan

 

 

 

 

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 31 Th. 2/ 1425 H/ 2005 M

Tersesat di Persimpangan Jalan

Pagi itu cuaca cerah. Perjalanan melewati 3 propinsi begitu menyenangkan. Hari masih gelap, ketika reporter Majalah Ghoib berangkat dari kota Bogor yang sejuk. Memasuki wilayah ibukota negara, kemacetan terlihat di sana-sini. Selama perjalanan, Majalah Ghoib berdiskusi dengan seorang Bapak Guru, mengenai nasib pendidikan di negeri yang mayoritas penduduknya Muslim ini. “Pendidikan di negara kita, masih perlu ditingkatkan kualitasnya,” tegasnya. Menjelang siang, Majalah Ghoib tiba di kota Tangerang. menuju kantor cabang Ghoib Ruqyah Syar’iyyah di Jalan Beringin Raya No. 139 D. Sekitar 15 menit, Majalah Ghoib berjalan menyusuri Jalan Beringin Raya yang panasnya mulai menyengat. Waktu menunjukkan pukul 9 lebih 48 menit, ketika Majalah Ghoib menemukan papan nama kantor yang dicari. Sebuah gedung berlantai 3, nampak sangat Islami. Pada lantai satu dibuka toko buku dan pakaian muslim. Beberapa orang nampak sedang asyik membaca buku, sebelum akhirnya memutuskan untuk membelinya. Berbagai stiker nasehat disebar pada semua lantai, untuk memberikan pengertian kepada para pasien yang datang. “Dilarang berbicara dan melihat kecuali yang haq.” begitulah kira-kira, pesan yang tertulis pada sebuah stiker di lantai dua.

Hari itu, Ustadz Rifwan (pimpinan cabang Tangerang), hanya meruqyah seorang diri. la nampak sibuk memberikan nasehat kepada seorang ibu, sebelum menjalani terapi ruqyah. Pak Sibli, seorang Supervisor di sana, nampak sibuk mengurusi administrasi pasien yang datang pagi itu. Sementara dua orang peruqyah lagi, belum datang karena berbagai keperluan. Karena itulah Majalah Ghoib (yang terdiri dari Reporter Rahmat Ubaidillah, Ust Rifwan Pimpinan Ghoib Ruqyah Syar’iyyah cabang Tangerang, beserta Bapak Sibli-Supervisor) baru bisa berangkat ke rumah Fauzan (23) jam 14 lebit 8 menit. Syukurnya, kediaman Fauzan, hanya beberapa blok saja dari kantor cabang Tangerang. Kamipun meluncur ke sana, dengan menggunakan sepeda motor. Sepuluh menit kemudian, kami tiba di rumah Fauzan yang siang itu tampak sepi, Setelah mengucapkan salam, Fauzan mempersilahkan kami masuk, sambil bergegas memanggil ibunda tercintanya.

Ruangan tamu yang diisi dengan kursi mebel itu, nampak bersih dan rapih. Di atas meja, terpajang sebuah vas bunga yang menambah asri pemandangan. Sebuah pajangan gambar Mekah, bersandar pada dinding rumah. Sementara dipojokkan rumah, beraneka corak dan warna payung, tersimpan dengan rapi pada sebuah wadah. Sambil melepas lelah, Bapak Sibli melihat lihat foto, saat Fauzan wisuda selepas merampungkan kuliah diplomanya. Ibunda Fauzan datang menyalami kami, sambil mengucapkan terima kasih atas kunjungan kami. Setelah itu, ia masuk ke dalam untuk mengambilkan air pelepas dahaga. “Bagaimana perkembangan antum setelah diruqyah sekali?”, tanya Ustadz Rifwan kepada Fauzan. “Alhamdulillah, 40% stamina saya sudah pulih kembali. Badan saya agak enteng, emosi juga sudah mulai terkendali,” tegas pemuda yang sedang berusaha mencari pekerjaan ini. Sejak kecil Fauzan hidup dalam suasana keislaman yang awam. Seperti kebanyakan anak muda lainnya. Menginjak masa SMA, keinginanya untuk mempelajari dan mengamalkan agama begitu menggebu-gebu. la berusaha mencai seorang guru yang dapat membimbingnya memahami Islam dengan baik. Pada suatu saat, ia bertemu dengan seorang teman lama. Fauzan diajak mengaji pada sebuah perguruan di daerah Tangerang “Saya langsung tertarik, karena pengajian tersebut, katanya dapat membuat kita dekat dengan Allah, jelasnya dengan bersemangat.

Pertama mengaji, ia disuruh membaca amalan-amalan doa dan dzikir. Awalnya, ia merasa hal itu adalah wajar. Lama-kelamaan ia merasakan  kejanggalan. la diperintahkan untuk membaca doa dan dzikir pada sebuah sumur dan goa. Semuanya ia lakoni. Puncaknya, ketika ia diharuskan mengamalkan bacaan LAA ILAHA ILLALLAH sebanyak 100.000 kali dalam satu minggu. Itu pun masih ia jabani. Setelah menjalankan amalan tersebut sebanyak tiga kali, ia merasakan banyak perubahan dalam dirinya. “Saya jadi bisa menebak pikiran orang lain, memelet atau memberhentikan mobil dari jarak jauh Ustadz, bahkan bisa melihat makhluk halus,” jelasnya. Pada sisi lain, timbul kejanggalan yang membuatnya tersiksa. Badannya terasa berat untuk melaksanakan ibadah. Apa yang ia punyai selalu hilang. Pernah ia kehilangan HP hasil kerjanya, serta sebuah sepeda motor yang ia parkir di depan rumahnya. Yang terbaru, ia harus mengganti laptop temannya, seharga 6 juta, setelah ia menjatuhkannya. “Hidup saya apes terus, belum lagi perasaan was-was selalu menghantui,” kenangnya. Bahkan yang lebih parah. Sejak ia masuk perguruan itu tahun 2000 sampai 2002, ia tidak pernah mengerjakan shalat sebagaimana umumnya. “Shalat saya hanya diam saja, sambil mengingat Allah, persis seperti pemahaman Syekh Siti Jenar”, imbuhnya.

Awal tahun 2003, ia kembali terhenyak, setelah membaca buku tentang tuntunan sholat. Hatinya bergolak la merasa apa yang dilakukannya selama ini adalah salah la berusaha mencari seseorang yang dapat membantu dirinya. la ingin bertaubat. Lewat kakak kandungnya, ia disuruh untuk menemui Bapak Sibli untuk menjalani terapi ruqyah. “Sebenarnya, saya sering lihat plang ruqyah, dan ada keinginan ke sana. Setelah kakak saya memberikan jalan, baru saya memberanikan diri kesana,” ujarnya sambil memandangi stiker sebuah partai dakwah yang berjejer di kaca rumahnya. Saat diruqyah pertama kali, ia hanya tertidur pulas. Ia merasakan berada pada sebuah danau yang tenang. la berdzikir sambil memegang tasbih, di dekat sebuah pohon yang indah. la menyaksikan seseorang berjubah putih, yang berjalan di tengah-tengah danau. “Setelah tersadar, saya hanya bertanya kepada ustadz yang meruqyah. Ada di mana saya Ustadz?”,tambahnya. “Setelah saya diruqyah, ibadah saya sudah mulai jalan lagi. Dan saya ingin menjadi orang yang lebih baik dari sekarang,” harapnya menutup cerita.

Ustadz Rifwan yang sedari tadi memper- hatikan Fauzan, menjelaskan bahwa yang salah bukan pada dzikir-dzikir yang telah dibaca Fauzan. Tetapi dikarenakan jumlah dan waktu yang tidak mengikuti sunnah Nabi serta niat yang kita sampaikan. “Mari kita coba menjalankan Islam secara sempurna. Karena makna LAA ILAHA ILLALLAH, cakupannya sangat luas. Bukan hanya sekadar dibaca sebanyak 100.000 kali pada tengah malam buta. Tetapi kita harus memahami bahwa Allah itu pencipta kita. Dan kita harus beramal sesuai perintah-Nya. Itulah makna yang hakiki. Semoga Allah memperbaiki amalan kita yang telah lalu,” jelas Ustadz Rifwan. Hari semakin sore, matahari tidak lagi menyengat. Ustadz Rifwan kemudian menjelaskan bahwa kantor Ghoib Ruqyah Syar’iyyah Cabang Tangerang siap membantu Fauzan sampai masalahnya tuntas. “Masalah biaya jangan terlalu dipikirin, Nt kan masih belum kerja. Yang penting sering main ke kantor aja,” ujar Ustadz yang pernah kuliah di LIPIA Jakarta ini. Sementara itu, Bapak Sibli sedang berusaha mencarikan pekerjaan untuk Fauzan. “Nt harus sabar dan terus berdoa kepada Allah,” tambah Bapak Sibli dengan senyumnya yang khas. Setelah banyak berbincang-bincang, kami pun pamit kepada Fauzan dan ibundanya. Sang ibu dan Fauzan mengantarkan kami hingga pintu rumah. Fauzan malah mengantarkan reporter Majalah Ghoib sampai ke daerah Karawaci, dengan sepeda motor milik kakaknya. Kami pun berpisah pada sebuah jalan persimpangan tiga. Selamat berpisah saudaraku. Semoga Allah memberikan petunjuk kepada kita, agar tidak terjerumus kembali pada persimpangan jalan yang menyesatkan. Selamat berjuang.

 

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 64 Th. 4/ 1427 H/ 2006 M

“Gaji Saya Tergantung Uang SPP yang Masuk”

Oleh : Darma Wiharja (Guru Honorer – Madrasah Sirojul Athfal di Bogor, Jawa Barat)

Ribuan orang, sampai kini masih berstatus sebagai guru honorer. Tentunya, mereka mengharapkan perhatian yang lebih baik dari pemerintah. Dari sekadar menaikkan tingkat kesejahteraan sampai keinginan untuk diangkat menjadi guru negeri. Salah satunya adalah Bapak Darma Wiharja. Sudah hampir 10 tahun, ia merasakan pahit getirnya menjadi guru honorer. la berharap, semoga di Hari Pendidikan Nasional tahun ini. Pemerintah terus berusaha memperbaiki nasib guru honorer sepertinya. Berikut kisahnya.

Sebagai anak yang terlahir dari keluarga besar, sejak kecil saya sudah terbiasa belajar hidup mandiri. Sejak kelas lima SD. saya berdagang kue keliling, sebelum berangkat sekolah. Semua itu saya lakukan, karena tidak mau terlalu membebani orangtua yang telah melahirkan dan membesarkan saya. Atas bimbingan dan dorongan Uwa (kakak dari orangtua), saya berani berkeliling desa untuk menjajakan kue. Awalnya sih malu juga sama teman-teman. Kadang-kadang kalau ketemu mereka, saya harus sembunyi-  sembunyi. Lama-lama saya terbiasa juga. Kan Allah telah menginformasikan pada kita, bahwa orang yang paling mulia di sisi-Nya adalah orang yang paling bertaqwa. Bukan orang kaya atau orang miskin.

Saya anak keempat dari 12 orang bersaudara. Ayah saya seorang pemuka masyarakat yang selama bertahun-tahun mengelola sebuah madrasah ibtidaiyyah di kampung. Saya sangat menganguminya. Kami dididik dengan diberikan tauladan secara langsung. Bukan hanya sekadar diperintah dan diperintah. Nilai-nilai agama yang diajarkannya, terpancar pada perilakunya sehari-hari. Kami sangat senang melakukan perintah-perintah Allah, karena Ayah memberikan dorongan dengan bimbingan yang menyentuh hati. Wal hasil, sejak kecil saya sudah akrab dengan sholat berjamaah dan membaca al-Qur’an. Nilai-nilai inilah yang sampai sekarang menjadi bekal kehidupan saya.

Karena didikan orangtua yang seperti itu. Sejak masih duduk di madrasah tsanawiyah, saya bercita-cita menjadi seorang guru. Saya kepingin sekali mengikuti jejak orang tua. Saya tidak tertarik menjadi seorang Pilot, Presiden atau cita-cita tinggi lainnya, sebagaimana impian anak kecil seusia saya. Pokoknya jadi guru aja deh, cukup. Alangkah mulianya menjadi seorang guru itu. Bisa mengajarkan berbagai macam disiplin ilmu. Memberikan contoh suri tauladan kepada murid-muridnya. Dan yang terpenting, bisa memberikan bimbingan kepada mereka, bagaimana mengenal Allah secara baik. Saya jadi teringat kepada Rasulullah, seorang guru terbaik sepanjang masa. Dengan sentuhan lembutnya beliau dapat merubah bangsa arab yang jahiliah menjadi bangsa yang berperadaban Islam. Sudah seharusnya, semua guru mentauladani dan mencontoh Rasulullah ketika mendidik dan mengajarkan ilmu kepada murid-muridnya. Kalau sudah demikian, insya Allah akhlaq generasi yang akan datang akan lebih baik dari sekarang.

Memasuki masa SMA, timbul pergolakan bathin dalam hati kecil saya. Setelah memperhatikan orang-orang terdekat. Mimpi saya menjadi seorang guru, nyaris luntur. Saya merasa hidup ini akan terasa berat, jika menjadi seorang guru. Terbayang dibenak saya, gaji yang kecil. Belum lagi, harus menjadi guru honorer terlebih dahulu sebelum diangkat menjadi PNS. Suasana kelas yang ribut. Wah pokoknya berat saya rasakan. Wajar saja, kalau ada sebuah syair yang menggambarkan seorang guru seperti tokoh Oemar Bakri yang setia naik sepeda bututnya setelah bertahun-tahun mengajar. Yang terpikir oleh saya, menjadi seorang pengusaha yang sukses, Yang dikelilingi dengan harta benda yang melimpah. Saya pikir ini pemikiran yang wajar, jika pemerintah tidak terus berusaha mensejahterakan guru, seperti di negara- negara lain di dunia.

Orangtua menganjurkan saya masuk ke sebuah madrasah aliyah yang cukup bagus di daerah saya. Ayah bilang, cari ilmu itu harus sungguh-sungguh, walaupun letaknya tidak jauh dari rumah. Sepertinya Ayah memang mempersiapkan saya untuk menjadi seorang pendidik. Sikap inilah, yang terus memperkuat hati saya untuk menjadi seorang guru, seperti yang saya cita-citakan sejak kecil. Saya jalani masa SMA dengan sepenuh hati. Untuk menambah pengetahuan agama sore sampai malam harinya, saya ikut belajar di sebuah pesantren dekat rumah. Kalau istilah sekarang mah, Salong- santri kalong. Alhamdulillah, saya bisa terus membantu orangtua dalam mencari uang. Saya menjadi pencari order cetak undangan, pada sebuah percetakan milik teman. Hasilnya cukup lumayan untuk biaya sendiri.

 

PERJALANAN MENJADI GURU HONORER DI MADRASAH

Selulus dari SMA, saya tidak bisa melanjutkan kuliah karena terbentur biaya yang sangat mahal. Mencari kerja juga bukan perkara yang mudah. Kebetulan di sekolah yang Ayah pimpin (Madrasah Sirojul Wildan), kekurangan tenaga pengajar. Saya memberikan diri untuk menjadi pengajar di sana Alhamdulillah, Ayah mengizinkan saya mengajar di sana “Daripada kamu kerja di pabrik, lebih baik belajar mengajar disini, “tegasnya. Saya sangat gembira sekali bisa mulai mengajar. Saya ingat, pertama kali saya mengajar sekitar tahun 1996. Ilmu yang saya dapat dari sekolah dan pesantren, saya baktikan untuk mendidik anak- anak. Tak tanggung-tanggung. saya dipercaya mengajar sebuah kelas dengan jumlah murid 48 siswa. Bermodalkan semangat dan idealisme untuk menciptakan generasi yang memiliki aklhaq yang karimah. Saya mencoba berbagi bersama murid-murid di kelas. Suara tangisan atau aduan seorang anak yang diganggu temannya, menjadi hiasan hidup sehari- hari. Belum lagi menangani anak-anak yang belum bisa membaca dan menulis. Kalau kita tidak sabar, wah pasti tidak akan kuat. Pengalaman inilah yang membuat saya terus bertahan untuk terus mendidik anak-anak, apalagi kebanyakan dari mereka termasuk golongan yang kurang mampu. Saya baru bisa merasakan, terpujinya seorang guru yang mengabdikan seluruh hidupnya untuk pendidikan.

Yang namanya kepuasaan, memang tidak pernah bisa  diukur dengan seperak uang atau segunung emas. Selama mengajar di sini, gaji saya tergantung dari uang SPP yang masuk dari murid-murid. Kalau yang bayar sedikit, ya honornya pun juga sedikit. Bahkan tak jarang, saya tidak mendapatkan honor. Saya hanya bisa berlapang dada. Kepenatan dan rasa lelah yang ditambah dengan honor yang pas-pasan, langsung sirna seketika, ketika mendapatkan anak-anak yang kita ajar meraih prestasi gemilang di sekolah. Saya berpikir, bahwa Allah telah menetapkan rezeki bagi hamba-hambanya yang mau berusaha. Dengan sikap tawakal inilah, saya merasakan ketenangan batin dalam menjalani hidup.

Setelah beberapa bulan mengajar di Sirjul Wildan. Saya berkesempatan mengajar di sebuah madrasah yang agak jauh dari rumah. Kalau pergi mengajar, saya harus naik ojek. Madrasah ini bernama Sirojul Athfal. Selama 3 hari saya mengajar disini, selebihnya di madrasah Sirojul Wildan. Di tempat inilah, sampai sekarang saya menjadi guru honorer. Sementara di Sirojul Wildan, saya mengajar sampai tahun 2000. Ketika itu, adik saya yang baru lulus sekolah ingin sekali mengajar. Lalu saya keluar, untuk memberikan kesempatan kepadanya. Ketika pertama kali mengajar di Sirojul Athfal, kondisinya tidak banyak berbeda dengan di sekolah yang lama. Anak-anak yang bersekolah di sini, mayoritasnya juga kurang mampu. Honor saya juga tergantung uang SPP yang masuk. Terkadang uang honor yang saya dapatkan, dibayar setiap 3 bulan sekali. Semua ini saya jalani dengan tabah. Harapan menjadi guru negeri, hanyalah angan-angan, kalau saya tidak melanjutkan kuliah lagi.

 

BERBAGAI USAHA UNTUK MENJADI GURU NEGERI (PNS)

Bagaikan mimpi di siang bolong. Ketika saya mendapatkan berita, ada kuliah murah setingkat D2 yang diadakan oleh IAIN. Kuliah ini diperuntukkan bagi guru madrasah yang belum sempat kuliah atau hanya berpendidikan SMA. Beribu harapan terbayang dalam benak saya, untuk menjadi PNS. Selama 2 tahun, saya menjalani kuliah dengan semangat. Setiap hari ahad dari Jam 08.00 sampai jam 16.00 saya mengikuti kuliah di daerah Cibinong. Uang kuliahnya pun sangat murah, hanya Rp.50.000 per semester. Alhamdulillah, akhirnya saya bisa mempunyai ijazah D2 guna persayaratan mengikuti ujian guru PNS. Saya berharap kehidupan saya akan lebih baik, jika menjadi guru negeri. Minimal mendapatkan gaji yang tidak tergantung pada uang SPP yang masuk. Lebih lebih, kalau punya uang pensiun, untuk bekal dihari tua.

Pada awal tahun 2003, saya mengikuti program pengangkatan guru kontrak dari Depag selama I tahun. Gaji saya, dibayar langsung oleh Depag. Jadinya saya agak lega, tidak lagi tergantung pada SPP, walaupun gaji saya dibayar perenam bulan oleh Depag. Saya harus super ngirit, karena menerima uang setiap enam bulan sekali, Sekadar uang transport yang diberikan pihak sekolah, hanya cukup untuk bolak-balik rumah- sekolah. Setelah program ini selesai, gaji saya kembali di bayar oleh pihak sekolah. Untuk menambah penghasilan, saya mencoba membuka usaha sendiri di rumah. Saya mulai menerima order cetak undangan, dan saya kerjakan sendiri. Hasilnya lumayan. Sejak punya usaha sambilan itu, saya sudah mulai berpikir untuk menikah.

Sebelum menikah, tepatnya di tahun 2004, saya mengikuti tes PNS yang diselenggarakan oleh Pemda Kab. Bogor. Segala upaya sudah saya lakukan. Dari persiapan belajar, berdoa serta minta restu orang tua. Dari ribuan yang mengkuti ujian seleksi, hanya beberapa orang saja yang diterima. Dan saya belum termasuk di dalamnya. Sebenarnya sih sedih juga. Tetapi, saya berpikir bahwa Allahlah yang telah mengatur semua ini. Jadi saya menerimanya dengan lapang dada. Setelah itu, saya menikah dengan seorang gadis, yang pernah menjadi murid saya di madrasah dahulu. Dari pernikahan tersebut, saya dikaruniai seorang putri yang sangat cantik. Kehidupan berkeluarga, membuat saya harus berpikir extra untuk mencari uang halal guna membiayai hidup yang serba sulit ini. Alhamdulillah, sejak tahun 2004 gaji saya bisa dibayar tetap, tanpa bergantung pada SPP dari siswa. Hal itu bisa terjadi, setelah ada dana Bantuan Operasional Sekolah. BOS dari pemerintah.

Pada awal tahun 2006 kemarin, saya kembali mengikuti tes PNS. Dari 1700 orang yang ikut tes, hanya 29 orang yang diterima. Lagi-lagi rezeki menjadi PNS belum menghampiri saya. Sekali lagi, saya tetap percaya terhadap semua keputusan Allah. Saya berharap, dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun ini Pemerintah lebih memperhatikan guru-guru swasta honorer seperti saya. Sudah 10 tahun saya menjalani pahit getir sebagai guru honorer. Semoga guru-guru seperti kami dapat lebih disejahterakan nasibnya Syukur-syukur kalau bisa diangkat menjadi guru negeri. Semoga dunia pendidikan kita semakin maju. Salam hormat saja, untuk semua guru yang telah mengabdikan dirinya, terutama mereka yang mengajar di daerah pedesan. Semoga Allah selalu menyertai kita..

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 64 Th. 4/ 1427 H/ 2006 M

Pertarungan Dua Kekuatan Sihir

Pagi itu, cuaca kota Jakarta sangat panas. Waktu menunjukkan angka 10 lebih 15 menit, saat tim Majalah Ghoib (yang terdiri dari Ustadz Sadzali, Lc. Ketua Harian Ruqyah Syar’iyyah Ghoib Pusat- dan Reporter Rahmat Ubaidillah.) bersiap-siap menuju rumah Mbak Salmi di bilangan Matraman, jakarta Timur. Jaket penghangat tubuh yang biasa kami pakai untuk mengendarai motor, pagi itu kami simpan dahulu karena panas terik yang menyengat. Di sepanjang jalan Matraman, beberapa orang tukang parkir tampak berteduh pada pos keamanan perusahaan. Untuk sekadar menghindari sinar matahari yang mengenal tubuh mereka. Kami menyusuri gang demi gang untuk sampai ke rumah Mbak Salmi yang telah menjalani 15 kali terapi ruqyah. Suara lagu-lagu dangdut terdengar jelas dari rumah-rumah yang letaknya berdekatan itu. Ketika kami menanyakan alamat rumah Mbak Salmi, para tetangganya menunjukkan rumah Mbak Salmi sampai ke depan pintu rumah. Suasana keakraban dan kepedulian seperti ini, sudah sangat jarang ditemukan pada masyarakat ibukota yang sangat individualistis.

Seorang nenek membukakan pintu besi, sesaat setelah kami mengucapkan salam. Dengan tatapannya yang penuh kasih sayang. la mempersilahkan memper kami masuk. Tubuhnya yang mulai renta, tak sedikitpun menghalanginya dalam memuliakan setiap tamu yang datang ke rumahnya. Memang begitulah, Rasulullah mengajarkannya kepada kita. “Silahkan duduk, Ustdaz!”, sambutnya dengan berjalan sambil memegangi bangku mebel di ruangan tamu “Bagaimana kabar Ibu?”, tanya Ustadz Sadzali menimpali, la menjawab dengan perlahan, bahasanya tidak begitu bisa kami mengerti. Setelah memperhatikan dengan seksama, ternyata ia menggunakan Bahasa Padang. Karuan saja kami tidak mengerti, karena kami berasal dari Jawa. la lebih mendekat kepada Ustadz Sadzali sangat dekat. la terus berbicara dengan tatapan matanya yang penuh pengharapan. Seakan ia ingin menceritakan semua permasalahan anaknya yang sudah berumur, namun belum memilki seorang pendamping. Suaranya yang agak pelan, membuat kami harus berkonsentrasi mendengarkannya. Belum lagi, suara serutan mesin kayu dan suara gending Jawa juga terdengar secara jelas dari rumah sebelah. Hidup di Jakarta, memang harus banyak berlapang dada. Karena kita hidup pada masyarakat yang majemuk dan berlainan kebiasaan.

Seorang wanita masuk sambil mengucapkan salam. la membawa buah pisang yang disimpannya di dalam kantong plastik. la bersalaman kepada kami, dengan wajah penuh keceriaan. “Maaf, Ustadz, saya dari warung. Ini Ibu saya,” katanya menjelaskan. Mbak Salmi (39) tinggal bersama ibunya dan seorang keponakannya yang masih kuliah di sebuah universitas swasta ternama di Jakarta “Bagaimana perkembangan Mbak Salmi sekarang,” tanya Ustdaz Sadzali. “Alhamdulillah, setiap kali setelah di ruqyah, saya sangat baikkan,” katanya sambil melihat-lihat bingkisan yang kami berikan. Gangguan yang ia rasakan berawal sejak bulan Februari 2006. la merasakan sangat sulit untuk tidur. Jari-jari tangannya membesar. Kakinya seperti bersisik. Perutnya sering sakit serta wajahnya yang terlihat sangat jelek bila dipandang oleh orang lain.

“Februari 2006, saya berkenalan dengan seorang lelaki muslim. Saya sangat mencintainya. Namun, setelah berkenalan selama 10 bulan. la tidak pernah mengenalkan saya kepada orangtuanya. Saya terus memaksa, katanya menjelaskan. Ketika calon ibu mertuanya sakit, Mbak Salmi memiliki kesempatan untuk menjenguknya. Pada pertemuan itu, ia merasakan bahwa calon ibu mertuanya tidak bersimpati kepadanya. “Mungkin alasannya karena saya seorang muslimah yang taat, sementara ia seorang non muslim yang pernah beragama Islam,” tegas Mbak Salmi. Setelah peristiwa itu, ia sering dikirimi makanan oleh calon ibu mertuanya lewat sang pacar. Setelah memakan makanan itulah, ia sering merasakan gangguan yang membuatnya sengsara. Padahal sebelumnya ia baik-baik saja. Mbak Salmi tidak pernah berprasangka jelek kepada siapa pun dengan gangguan yang dideritanya termasuk kepada calon ibu mertuanya. Ibunda Mbak Salmi, terus mengikuti pembicaraan kami dengan penuh perhatian. Wajahnya yang mulai keriput, seakan ingin turut serta pada perbincangan kami yang mulai ‘panas’.

Gangguan itu terus ia rasakan. Tidur tak nyenyak ibadah pun tak enak. Setiap hari yang ia pikirkan, hanya sosok lelaki yang telah dikenalnya sejak bulan Februari itu. Melihat penderitaan tantenya, sang keponakan yang merupakan seorang aktivis Islam di kampusnya, menyarankan supaya tantenya menjalani terapi ruqyah di Majalah Ghoib. “Hati-hati tante, sekarang banyak ruqyah yang gak bener Tante pergi ke Majalah Ghoib saja,” kata Mbak Salmi menirukan pesan dari keponakannya. Sebelum diruqyah, ia pernah pergi ke dukun di daerah Jawa Barat. Kata dukun itu, si ibu calon mertuanya memang gak bagus. (bukan orang baik) Lebih baik putus saja. “Maaf loh Ustdaz, saya dulu pergi ke dukun. Maklum dulu saya belum tahu, kalau itu tidak boleh,” tegasnya.

la kemudian menjalani terapi ruqyah di kantor Ghoib Ruqyah Syar’iyyah Pusat. Setelah beberapa kali menjalani terapi ruqyah, jin yang mengganggunya mengaku bahwa Mbak Slami dikirimi sihir oleh calon ibu mertuanya, supaya anaknya tidak suka kepada Mbak Salmi. Di lain waktu, jin itu juga ada yang mengaku bahwa ia disuruh si pacar untuk memelet Mbak Salmi. “Wah, berarti ini susah Ustdaz. Di sisi lain saya dipelet, yang lainnya mencoba memisahkan kami, kata Mbak Salmi sambil tersenyum.

Setelah menjalani 15 kali terapi ruqyah, gangguan yang dialaminya berangsur membaik. “Saya sih masih berharap supaya bisa sampai ke pelaminan, karena saya sangat mencintainya,” ujarnya penuh harap.

Ustadz Sadzali menjelaskan, kasus yang dialami Mbak Salmi ada dua bentuk. Dalam kasus yang membuat Mbak Salmi teringat kepada seseorang, itu disebut pelet. Di sisi lain, ada orang yang ingin memisahkannya (tafriq). Tafriq inilah yang membuat Mbak Salmi semakin sengsara dengan segala gangguan yang ada. Peristiwa ini bisa disebut pertarungan antara pelet dengan tafriq (pertarungan 2 kekuatan sihir), masih menurut Ustadz lulusan LIPIA Ini. “Karena itu, kita harus senantiasa berusaha untuk membaca do’a dalam setiap aktivitas kita, termasuk makan. Kalau dalam kasus sihir, oleh para ulama, kita disuruh memperhatikan penyebab utama dari masuknya sihir tersebut. Dalam hal ini adalah makanan, jelas Ustadz Sadzali.

Selajutnya Ustadz Sadazli mengajurkan, supaya Mbak Salmi mengkonsumsi Habbatussauda secara teratur. Karena Habbatussauda adalah obat segala macam penyakit kecuali kematian. Diharapkan Habbatussauda ini bisa membantu memulihkan gangguan yang kita derita. “Tapi yang terpenting, kita harus terus meningkatkan ibadah kepada Allah. Semoga semua peristiwa ini, hanya dugaan jin saja. Tinggal Mbak Salmi terus berdoa, agar bisa diterima oleh calon ibu mertua dan menjadi menantu yang shalihah,” tegas Ustadz Sadazli menutup pembicaraan.

Hari semakin siang. Kami menikmati dua gelas air dan buah pisang yang disajikan. Kami berpamitan Kepada keluarga Mbak Salmi. Sang ibu mengeluarkan uang seratus ribuan dan diserahkan kepada kami. Kami menjelaskan dan menolaknya dengan halus. “Begitulah cara Ibu Ustadz, ia selalu ingin memuliakan setiap tamu yang datang ke sini,” tegas Mbak Salmi sambil bersalaman. Kami pun pulang untuk kembali menjalankan tugas sehari-hari di kantor. Selamat berjuang Mbak Salmi, semoga Allah selalu besama kita. Berbahagialah, karena memiliki ibunda yang sangat menyanyanyi Anda. Sesungguhnya, surga itu ada di bawah telapak kaki ibu.

Ghoib, Edisi No. 63 Th. 4/ 1427 H/ 2006 M

Perang Melawan Playboy

Meski ramai dihujat dan dikritik, Majalah ‘Porno’ Playboy versi Indonesia akhirnya terbit Edisi perdana dicetak 100.000 eksemplar dan beredar mulai Jum’at (7/4/). Para penggila media porno bisa mendapatkan majalah bulanan khusus pria dewasa ‘nggak waras ini’ seharga Rp 39 000, di toko-toko buku dan eceran kaki lima. Sampul dengan nuansa merah yang diisi seorang model memakai kemben patut dicurigai sebagai skenario ‘pelan tapi pasti’ hingga akhirnya menampilkan gambar-gambar wanita tanpa busana. Persis seperti saat mereka akan ditempatkan di neraka Jahannam kelak jika tidak segera bertaubat.

Berbagai bentuk penolakan terus disuarakan oleh bergabai kalangan yang masih mempunyai keimanan dalam hatinya, di tengah kekecewaan ‘orang-orang nggak waras’ karena impian mereka untuk melihat gambar-gambar porno belum terpenuhi pada edisi perdana ini. Senin (10/4) sebuah organisasi Islam menggelar sweeping, terhadap agen yang menjual majalah perusak akhlak itu. Tindakan mereka merupakan serangkaian usaha kaum muslimin, setelah sebelumnya diadakan pendekatan yang lebih persuasif. Penolakan terhadap Playboy bahkan merambah ke berbagai daerah seperti Garut, Depok dan lainnya. Bahkan di Jawa Timur, Pemprov Jatim secara tegas menolak majalah yang merusak moral tersebut dengan alasan mengandung unsur pornografi.

Lebih dari itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan akan menggugat redaksi majalah ini. Pasalnya, majalah tersebut dinilai berpotensi akan merusak moral bangsa MUI berencana menjerat Majalah Playboy dengan menggunakan KUHP tentang pelanggaran kesusilaan. Sementara itu, tokoh Nahdlatul Ulama (NU), Salahuddin Wahid menyatakan, “Tampilnya sejumlah model dalam majalah tersebut bertentangan dengan kaidah Islam. Oleh karena itu, ia mendukung upaya gugatan yang diajukan MUI. Malah Menteri Pemuda dan Olahraga, Adhyaksa Dault, menyatakan akan melaporkan hal tersebut kepada Presiden SBY. Sedangkan Menkominfo Sofyan Djalil menyatakan, dasar hukum yang bisa digunakan pemerintah dan kepolisian adalah pasal 281,282 KUHP, yaitu menyebarkan tulisan yang melanggar kesusilaan. “Kalau isinya melanggar ketentuan hukum pidana pasal 281,282 maka penerbitnya bisa ditahan, majalahnya bisa disita,” paparnya seperti yang dikutip Republika (11/4).

Perang melawan pornografi, memerlukan persatuan dan kesadaran dari segenap kaum muslimin di Indonesia. Kita harus bersatu, karena masalah ini menyangkut nasib generasi kita yang akan datang Bagaimana moral mereka kelak, kalau selalu disuguhi gambar-gambar murahan yang mengumbar aurat wanita. Kita juga harus memiliki kesadaran untuk tidak mengalokasikan dana yang kita miliki, hanya sekadar untuk membeli barang yang tidak bermanfaat, bahkan akan mengikis nilai keimanan buah hati di masa yang akan datang. Semoga bangsa yang semua penduduknya beragama dan mayoritas muslim tidak lagi membelanjakan rezeki yang telah diberikan Allah untuk bermaksiat kepada Allah Jika kita tidak melawan, maka adzab Allah akan datang.

Apa yang dilakukan Polda Metro Jaya (DKI) dengan melarang peredaran majalah ini di Jakarta diikuti oleh daerah lainnya di Indonesia..
Ghoib, Edisi No. 63 Th. 4/ 1427 H/ 2006 M

Menengok Keelokan Taman Laut Bunaken di Manado

Manado adalah ibu kota propinsi Sulawesi Utara yang dihuni oleh mayoritas suku Minahasa. Kota ini terkenal dengan sebutan “Kota Nata Wisata”. Sebutan ini terlihat ketika kita menginjakkan kaki di Bandara Sam Ratulangi, atau bisa dilihat di baliho sepanjang jalan tanpa harus bertanya. Sebutan lain kota ini adalah “Kota Tinituan” yang berarti kota beragam. Beragam penduduknya, beragam makanannya, beragam tempat wisatanya.

Manado adalah kota berbukit, dengan jalan naik turun yang membawa kita bertualang, satu saat berada di dataran, dan dengan sekejap sudah berada di puncak bukit. Juga kota berpantai, dengan airnya yang tenang, angin sepoi-sepoi menerpa, kapal-kapal berlabuh dan berlayar.

Selain angkutan kota sebagaimana kota-kota biasa di sana juga ada angkutan taxi. Tapi taxi Manado berbeda dengan taxi pada umumnya. Bila kita melihat di Jakarta, Surabaya, Semarang, atau kota-kota besar lainnya, maka yang terbayang adalah taxi dari jenis mobil sedan. Di Manado taxinya adalah mobil jenis mitshubisi kuda. Sekilas kita tidak menduga bila itu adalah mobil taxi. Tapi setelah terlihat lampu di atas mobil dan tulisan yang tertera di badan samping mobil, kita baru mengetahui bahwa mobil tersebut adalah taxi.

Selain kota berbukit dan berpantai, Manado juga dikelilingi oleh gunung-gunung yang menjulang tinggi bagaikan raja dengan panglima- panglimanya yang gagah perkasa. Jika malam tiba, saatnya untuk menikmati pemandangan indah lampu-lampu kota. Nun jauh di sana sebuah bukit bermandikan cahaya, berbaris di kanan-kirinya bukit-bukit lain, bagaikan barisan tentara yang siap untuk berperang. Nun jauh di sana hamparan laut yang gelap hanya sesekali terlihat cahaya perahu- perahu nelayan.

Berbicara tentang Manado tidak terlepas dari obyek wisatanya yang indah dan menakjubkan, dari pantai sampai pegunungan, dari budaya sampai karya.

 

TAMAN LAUT BUNAKEN

Bunaken adalah obyek wisata yang sangat terkenal, tidak hanya di Nusantara tapi sampai mancanegara, lengkapnya Taman Laut “Bunaken”. Setiap orang yang berkunjung ke Manado belum afdhol apabila belum melihat keindahan Taman Laut Bunaken. Bunaken adalah nama pulau yang terletak di sebelah utara kota Manado yang ditempuh satu jam dengan kapal motor (spead board).

Pulau ini tidak terlalu besar. hanya dihuni oleh beberapa ratus penduduk yang tergabung dalam satu kelurahan yaitu kelurahan Bunaken sesuai dengan nama pulaunya. Menurut Bu Lurah Bunaken yang secara tidak terduga menyambut kedatangan kami, warga kelurahan Bunaken terbagi menjadi dua Lingkungan (RT) yaitu Lingkungan I dan Lingkungan II. Di Manado istilah Rukun Tetangga (RT) dinamakan Lingkungan.

Warga kelurahan Bunaken yang berjumlah ratusan itu menganut keyakinan yang berbeda. Ada yang beragama Islam dan beragama Kristen. Masih menurut Bu Lurah Bunaken, meski warga berbeda keyakinan, tapi mereka dapat hidup berdampingan dengan harmonis. Satu sama lainnya saling menghormati dan menghargai.

Sebelum berkunjung ke Taman Laut Bunaken pengunjung memesan speed bout yang akan mengantar ke sana. Biasanya pemesanan berkelompok dan jarang melayani perorangan mengingat biaya yang relatif mahal, kecuali orang yang berduit. Karena memang speed boot yang tersedia hanya beberapa buah, itupun ketika dipesan harus pulang pergi.

Setelah menaiki kapal bermotor (speed boat) penumpang akan dibawa ke arah pulau Bunaken. Tapi jangan heran kalau tiba-tiba speed boat ini berhenti sebelum sampai ke pulau, kerena letak taman laut sekitar 1 km dari pulau Bunaken sehingga kapal berhenti di tengah. Setelah berhenti kita akan disambut oleh kapal khusus yang telah disediakan pengelola taman laut.

Kapal yang menyambut kami, tertutup dan agak bulat lonjong seperti kapal tonker dengan ukuran yang lebih kecil. Sebagian badannya di dalam laut dan sebagian lain di atas permukaan laut. Para penumpang akan berpindah dari speed boot ke kapal ini untuk bisa melihat pemandangan bawah laut, dengan masuk ruang bawah yang terdapat kursi-kursi berjajar dengan posisi duduk kanan kiri menghadap ke laut. Di ruang bawah ini terdapat jendela-jendela kaca di kanan kirinya, sehingga ketika masuk akan terlihat dengan jelas pemandangan laut yang begitu menakjubkan.

Taman laut dengan batu karangnya yang begitu keras tapi indah mempesona, dengan Ikannya yang berwarna-warni berkilauan, dengan tumbuhan lautnya yang menyela karang-karang menebarkan pesona. Subhanallah, sungguh pemandangan yang luar biasa, menunjukkan keagungan Sang Pencipta.

Kapal khusus akan membawa penumpang mengelilingi bawah laut sepanjang taman laut Bunaken, tapi penumpang tidak akan di bawa keliling semua taman bawah laut karena sangat Juas dan waktu yang terbatas.

Speed boot masih setia menunggu di luar kapal khusus, dan akan menawarkan kepada penumpang untuk melanjutkan ke pulau Bunaken atau kembali pulang. Biasanya para pengunjung melanjutkan perjalanan ke pulau Bunaken. Di pulau ini para pengunjung akan menjumpai berbagai macam cindera mata, seperti kaos, pernak-pernik dari kerang dan karang, juga akan menjumpai para pedagang makanan sebagaimana tempat wisata lainnya. Restoran dan resort juga tersedia di sini bagi yang ingin menginap dari kalangan berduit.

Di antara layanan pengelola taman laut, adalah menyewakan pakaian selam berikut perleng- kapannya, tentunya dengan harga yang relatif mahal. Satu set perlengkapan selam bisa mencapai 200-250 ribu. Menurut sebagian wisatawan belum puas jika belum menyelam untuk melihat langsung taman laut. Dengan menyelam mereka bisa melihat dari dekat batu karang yang indah nan alami, berenang bersama ikan-ikan, serta anemon-anemon laut. Sungguh luar biasa tak terbayangkan indahrıya, subhanallah….

 

DANAU TONDANO

Tondano adalah ibu kota Minahasa yang terletak di sebelah timur kota Manado yang merupakan daerah pegunungan. Di tengah kota ini terdapat danau besar dengan nama “Danau Tondano”. Danau ini dibatasi oleh dua gunung dan dua bukit.

Danau Tondano merupakan obyek wisata yang tak luput dari bidikan para wisatawan, baik domestic maupun asing. Karena keindahannya yang begitu memikat, dengan airnya yang jernih dan tenang, semilir anginnya yang sejuk berhembus dari gunung yang satu ke gunung lainnya, dengan ikan air tawarnya yang khas rasanya.

Di sepanjang danau banyak kita jumpai restoran-restoran dengan menu yang menawarkan ikan sebagai daya tariknya dengan berbagai masakan ala Tondano. Ada ikan mas bakar atau goreng ala Tondano, ada gurami bakar atau goreng juga ala Tondano..

Sebuah restoran dibangun di atas danau. Setiap pengunjung akan menikmati selain sajian menu juga pemandangan danau yang indah. Di bawah restoran ini terdapat kolam yang merupakan jala-jala yang dibuat kotak-kotak yang langsung menyatu dengan danau. Jala-jala ini dipenuhi dengan ikan yang dengan riang menyambut para tamu, walaupun akhirnya dikorbankan untuk santapan mereka.

Setiap tamu yang datang dan memesan menu ikan yang ditawarkan, harus bersabar karena pelayan tidak akan langsung menghidangkan. Menu ikan yang ditawarkan adalah ikan segar yang langsung diambil dari kolam, dibersihkan dahulu lalu dimasak sesuai pesanan, tentu saja ini membutuhkan waktu yang agak lama.

Danau ini sangat sejuk dengan udara yang dingin dan air yang tenang, tetapi anehnya tidak didapati kapal atau perahu yang berlayar, sepanjang mata melihat adalah air yang dibentengi gunung dan bukit di kanan-kirinya..
Ghoib, Edisi No. 62 Th. 4/ 1427 H/ 2006 M

“Majalah Ghoib Memang Beda”

Saat saya melihat sinetron Astaghfirullah saya sangat tertarik dengan kisahnya tentang metode ruqyah yang diangkat dari kisah nyata Majalah Ghoib. Yang membuat saya penasaran Majalah Ghoib itu sama atau tidak dengan majalah mistik. Ternyata Majalah Ghoib adalah majalah Islam yang sesuai dengan syariat Islam. Isinya sangat berbeda dari majalah Islam kebanyakan. Pertama kali saya membaca Majalah Ghoib dipinjamkan oleh teman saya edisi November 2002.

Sejak saat itu saya tertarik dengan rubrik-rubriknya. Apalagi melihat mottonya yaitu mengimani yang ghoib sesuai syariat Islam. Ketika saya ingin membeli edisi terbaru Majalah Ghoib susah sekali mencarinya. Saya bertanya kepada langganan koran saya ternyata tidak ada. Akhirnya saya mencari ke beberapa toko majalah. Dengan susah payah pada akhirnya saya mendapatkan walaupun sudah lewat tanggal terbitnya. Tetapi saya senang sekali.

Keesokan harinya langganan koran saya membawakan Majalah Ghoib edisi terbaru. Alhamdulillah sekarang saya sudah berlangganan Majalah Ghoib selama kurang lebih 1 tahun. Dengan adanya Majalah Ghoib membuat kita lebih mengetahui apa itu “ghoib” yang diukur dari kacamata syariat Islam dan mengetahui bagaimana orang terkena gangguan jin dan cara penyembuhannya dengan ayat-ayat al-qur’an.

Sekarang saya bersyukur sekali karena banyak teman yang ingin membacanya dan mengetahui Majalah Ghoib dengan cara meminjam dari saya, walaupun banyak pro dan kontra atau selisih paham dengan Majalah Ghoib khususnya dengan metode ruqyah syar’iyyah tetapi saya tetap menjelaskan tentang ruqyah tersebut dan isi dari Majalah Ghoib. Mudah-mudahan dengan cara itu menjadi dakwah untuk orang banyak khususnya saya.
Budi Wahyono, Jakarta
Ghoib, Edisi No. 61 Th. 4/ 1427 H/ 2006 M

Ruqyah Mengobati Sinusitis dan Sakit Kepala

Dua jam perjalanan, menembus daerah Ciputat melatih kesabaran Majalah Ghoib dalam menghadapi kemacetan. Selama perjalanan, Majalah Ghoib mendengarkan siaran radio dari telepon genggam pribadi. Banyak peristiwa alam yang merenggut banyak jiwa, yang disiarkan radio news di Jakarta. Kepenatan semakin terasa, ketika memasuki Pasar Ciputat yang sangat padat dengan kendaraan dari dua arah. Suara klakson kendaraan bermotor bersahutan, ingin segera saling mendahului dan mencapai tujuan. Sikap tak mau mengalah inilah, yang menjadi sumber permasalahan kemacetan di Jakarta dan sekitanya.

Jam menunjukkan pukul 16.50 WIB. Saat reporter Majalah Ghoib tiba di kantor Ruqyah Syar’iyyah cabang Ciputat. Seorang petugas bagian pendaftaraan bertanya, “Ini Ustadz Rahmat ya…?” sambutnya. Reporter Majalah Ghoib menggangguk, sambil mengucapkan salam dan beristirahat sejenak di ruangan tamu. Sayup-sayup terdengar suara Ustadz Endang Lc. sedang meruqyah.

Setelah Reporter Majalah Ghoib melaksanakan sholat Ashar di sana. Segelas teh manis dihidangkan, mengembalikan kesegaran badan yang mulai loyo. Selepas melepas rindu, tim Majalah Ghoib (yang terdiri dari reporter Rahmat Ubaidillah dan Ustadz Endang, Lc. peruqyah cabang Ciputat) bergegas menuju rumah Ibu Sri Astuti (31), salah seorang pasien cabang Ciputat yang tinggal di daerah Serpong.

Ketika kami akan berangkat, seorang pasien ruqyah menawarkan kepada Ustadz Endang untuk mengantarkan kami sampai tujuan. Kami berangkat bersamanya menuju daerah Serpong. Jalan-jalan di sana, semakin ramai oleh kendaraan pribadi maupun umum. Dalam kondisi jalanan yang padat merayap, kami berdiskusi tentang perkembangan ruqyah di Ciputat.

Tak terasa, suara adzan Maghrib telah membahana, memanggil insan beriman untuk segera sujud kepada-Nya. Setelah menyusuri gang demi gang pada sebuah komplek perumahan. Kami tiba di sebuah rumah bewarna cerah, yang sore itu nampak sunyi dari luar. Pasien yang mengantarkan kami berpamitan untuk segera pulang ke rumahnya di daerah Rempoa, Ciputat.

Seorang wanita muda (yang ternyata sebagai pembantu rumah tangga) membukakan pintu untuk kami. “Cari Ibu Sri ya Pak?” tanyanya sambil mendorong pintu gerbang rumah. Kami tersenyum sambil menggangukkan kepala. Sebuah ayun-ayunan dari besi nampak pada halaman rumah mungil itu. Ibu Sri menyambut kami di depan pintu rumahnya, disertai kedua anaknya yang lucu-lucu. “Muter- muter ya Ustadz mencari rumah saya?” sambutnya seraya mempersilahkan duduk. “lya bu, kemana Bapak, kok sepi-sepi aja nih?” balas Ustadz Endang bertanya. “Sedang sholat Maghrib di masjid, ujarnya.

Setelah beristirahat sejenak, kami menumpang sholat di kamar anaknya yang dipenuhi dengan piala. Setelah menunaikan ibadah sholat maghrib, kami berbincang dengan Ibu Sri yang ditemani suaminya tercinta.

“Terima kasih Ustadz Endang atas silaturahimnya ke rumah kami,” ujar Ibu Sri membuka pembicaraan. Ibu Sri kemudian menceritakan bahwa sejak masih gadis ia sering sakit kepala dan punya gejala sinusitis. Penyakitnya semakin sering terasa, ketika ia sedang haid, di pembalutnya tiba-tiba ditemukan sebongkah jahe yang telah diparut. “Wah Ustadz, panasnya ngak ketulungan, seperti orang yang enduduki balsem, pa- dahal saat itu saya sedang di kantor,” tegasnya.

Waktu itu Ibu Sri dengan ditemani suaminya berusaha menyembuhkan penyakitnya dengan pergi berobat ke beberapa dokter spesialis. Tetapi hasilnya belum menunjukkan kemajuan yang menggembirakan. Pernah juga Ibu Sri diajak saudaranya untuk mendatangi ‘orang pinter’ yang katanya bisa menyembuhkan penyakitnya. “Maklum Ustadz ya…. saya kan belum tahu mana tempat yang sesuai syari’at Islam dan mana yang tidak,” katanya seraya melirik suaminya yang sedari tadi membantu memberikan penjelasan. Dari semua peristiwa tersebut, la menduga, ada orang yang tidak suka kepadanya. “Ngak tahulah Ustadz, perasaan saya tidak punya musuh,” tambahnya.

“Pucaknya tahun 2005 kemarin Ustadz. Saya kan melanjutkan kuliah S1. Semua pelajaran yang telah diberikan dosen lupa. Saya seperti kehilangan diri saya sendiri. Saya seperti orang bodoh. Saya agak panik, karena saya akan ujian skripsi. Kenapa saya bisa seperti orang bodoh ya Ustadz?” ungkapnya dengan semangat.

Dengan tenang Ustadz Endang menjelaskan bahwa semua itu adalah ulah jin. “Saat jin mendapatkan order dari dukun untuk menghancurkan seseorang. Maka yang terpilih adalah jin-jin yang bodoh di antara mereka. Karena untuk menganggu orang-orang yang rajin sholat, membutuhkan energi yang besar buat jin. Jadi seharusnya kita bisa melawan mereka (jin) dengan meningkatkan ibadah,” jelas Ustadz lulusan LIPIA Jakarta ini.

Waktu itu suami Ibu Sri melihat iklan Majalah Ghoib di salah satu majalah Islam, yaitu edisi khusus Australia. Suaminya langsung membeli Majalah Ghoib, dan mencari tahu di mana tempat praktik terapi Ruqyah Syar’iyyah. “Pertama kali lihat Majalah Ghoib, saya kira seperti majalah misteri lainnya, eh ternyata ini beda,” tegas ibu dua orang anak ini.

Karena antrian di kantor Ruqyah Syar’iyyah pusat yang begitu lama, Ibu sri dan suami mengambil inisiatif mendatangi kantor Ruqyah Syar’iyyah cabang Bogor. Kali itu pun mereka tak luput dari gangguan. “Selama dua jam kami berputar-putar di sekitar kantor cabang Bogor, tapi tidak sampai-sampai. Saya menyuruh kedua anak saya dan suami untuk membaca shalawat dan do’a-do’a keselamatan. Setelah hampir putus asa, akhirnya sampai juga,” katanya.

Kini Ibu Sri, telah menjalani 14 kali terapi ruqyah. Banyak kemajuan yang dialaminya setelah itu. la merasakan gejala sinus dan sakit kepala yang dideritanya semakin membaik dan jarang kambuh. Walaupun begitu, ia terus melakukan terapi mandiri, agar gangguan yang dialaminya selama ini, lenyap secara total. “Semoga keluarga saya, menjadi keluarga sakinah mawaddah warahmah,” katanya menutup pembicaraan.

Sebelum berpamitan, Ustadz Endang mengingatkan agar Ibu Sri dan keluarga terus meningkatkan ibadah sehari-hari. Karena dengan itulah syetan akan kalah. Di bawah rintik-rintik hujan dan temaramnya lampu-lampu rumah. Kami berpamitan kepada keluarga Ibu Sri yang malam itu kedatangan Ibundanya dari kampung. Cahaya bulan yang tertutup dengan awan hitam, menjadi saksi perpisahan kami malam itu. Semoga kita semua mendapatkan bimbingan dari Allah . Selamat berjuang Ibu Sri, semoga Allah selalu bersama kita.
Ghoib, Edisi No. 60 Th. 4/ 1427 H/ 2006 M

“Menuai Keberkahan Setelah Tidak Lagi Berjualan Bir”

Keuletan adalah kunci kesuksesan, apalagi jika disertai dengan doa. Itulah gambaran seorang pengusaha rumah makan di bilangan Cimanggis ini. Dengan susah payah, ia membangun usahanya hingga memperoleh kesuksesan. Semua itu didapat- kannya setelah ia dan keluarganya, berusaha lebih dekat dengan semua perintah Allah. Berikut kisahnya.

Pada tahun 1964, saya diterima sebagai pegawai negeri sipil di daerah Jawa Tengah. Saya bertugas di sebuah perkebunan milik pemerintah. Sebagai orang kampung, saya merasa terhormat dengan profesi saya itu. Hidup sebagai petugas perkebunan saya jalani dengan penuh semangat. Kehidupan terus berjalan. Saya dikaruniai 3 orang anak yang membutuhkan biaya untuk hidup. Gaji sebagai seorang pegawai negeri sipil, saya rasakan sangat kurang bahkan tidak cukup. Sambil bekerja di perkebunan, saya mencari obyekan sana sini untuk menambah penghasilan yang memang pas-pasan. Alhamdulillah, saya rnendapatkan uang tambahan dari ordermembuat gudang serta rumah di sekitar perkebunan. Dengan berbagai obyekan itu, tetap saja kehidupan kami masih terasa susah. Pada tahun 1972, tiba- tiba saya dipindahtugaskan ke Jakarta, masih di instansi yang sama. Walaupun terasa berat meninggalkan kampung halaman, saya berangkat bersama istri dan ketiga orang anak yang masih kecil-kecil. Beribu harapan tertumpah dalam benak. Semoga Ibukota Jakarta memberikan penghidupan yang lebih baik.

Berdesak-desakan di dalam kereta, sudah menjadi langganan orang kecil seperti kami. Karena bekal yang terbatas, kami harus ngirit selama di perjalanan. Anak saya minta ini itu, saya biarkan saja. Dengan telaten istri saya mencoba menghibur mereka dengan seuntai kisah-kisah yang akhirnya bisa membuat mereka tertidur pulas.

Sebagai orang yang awam terhadap pemahaman agama, hanya pesan-pesan dari Embah di desa yang saya ingat. “Kalau kamu punya hutang, segeralah membayar sebelum ditagih, “katanya. Guratan wajahnya yang semakin renta terus terbayang dalam ingatan. Sementara, pesan-pesan para ustadz di kampung, tidak ada yang membekas di otak.

Setibanya di Jakarta, kami mengontrak sebuah ruangan sempit berukuran 5 x 4 m di daerah Cimanggis. Kami memilih daerah itu, karena hanya daerah itulah yang terjangkau oleh keuangan kami. Rumah sempit dan kumuh itu, harus kami tempati berlima. Jangankan memikirkan bagaimana ventilasi udara di rumah, bisa tidur nyenyak saja kami sudah bahagia. Setiap hari saya pulang pergi Cimanggis-Jakarta naik kendaraan umum. Untuk menutupi kebutuhan sehari- hari, saya mencoba mencari penghasilan tambahan di Jakarta. Sepulang bekerja, saya menjadi makelar motor sekenanya saja. Bahkan punya usaha ‘PALUGADA’ apa yang elu perlu, gua ada. Namanya juga obyekan, kadang-kadang hasil, kadang-kadang jeblok. Setiap bulan, kita sudah terbiasa berhutang di warung, seperti beras dan lauk-pauk. Bahkan pernah istri saya harus menjual cincinnya untuk membeli susu. Kata orang gali lubang tutup lobang. Cuma lubang saya, jarang ditutupnya, menggali terus.

Saya terus berpikir bagaimana caranya menambah income. Saat bekerja di Jakarta, saya punya relasi toko bangunan milik orang Cina. Karena kepepet terus, saya bilang padanya kepingin jualan barang- barang material walaupun sedikit. Tetapi niat itu belum bisa terlaksana, karena saya belum punya tempat yang memadai. Tiba-tiba Allah memberikan jalan kepada saya. Waktu saya kontrak di rumah saya itu, Pak Haji pemilik rurnah, sering pinjam uang kepada saya. Istilahnya, bayar dahulu kontrakan sekarang, untuk bayar bulan depan. Kalau punya uang sedikit-sedikit, saya nitip ke Pak Haji. Akhirnya Pak Haji itu tidakbisa mengembalikan pinjamannya, malah saya dikasih tanah 200 m². Saya disuruh mencicil berapa saja. Boleh Rp.5.000,-, boleh Rp. 2.500,- setiap bulannya. Ketika cicilan saya hampir lunas, Pak Haji mau menjual seluruh tanahnya kepada orang Cina (2000 m²), termasuk tanah saya yang 200 m². Harganya cukup lumayan, satu meter dibayar satu juta rupiah.

Setelah tanah tersebut jadi di beli, saya tidak minta uang. Saya ikut saja dengan Pak Haji kemana ia pergi. Pak Haji membeli tanah 2 100 m² masih di daerah Cimanggis, yang sekarang menjadi rurnah saya. Saya kebagian 600 m², sisanya uang cash sebanyak Rp. 400 ribu. Dengan uang tersebut, saya membuat gubuk sederhana berukuran 40 m². Gubuk itu berdidingkan batako dan beratapkan seng. Walaupun begitu, langsung kami tempati. Rumah tersebut bagaikan istana terindah yang pernah kami miliki. Nah mulai saat itulah saya terbebas dari hutang untuk kontrak rumah. Sejak itu, saya bisa membeli sebuah vespa butut. Ya lumayan lah.

 

MERINTIS USAHA KECIL. KECILAN SAMPAI SUKSES

Merasa sudah punya tempat untuk berjualan, saya meng- hubungi lagi relasi yang mempunyai toko bangunan itu. Saya ceritakan kepadanya, bahwa istri saya kepingin dagang barang-barang material. Daripada tidur siang lebih baik berdagang, kan bisa membantu kebutuhan rumah tangga. Kebetulan toko material belum ada yang buka di daerah saya. Saya mencoba menjaminkan BPKB motor butut saya kepada orang Cina itu untuk mensuplai barang-barang material. Dia gak mau, dia malah bilang, “Sudahlah, tidak usah pakai jaminan segala.” la, sangat baik pada saya. Sorenya langsung dikirimi barang. Semen 10 sak, cat 10 kaleng, paku 10kg dan seng. Karena belum ada tempat yang memadai, semua barang-barang tersebut saya taruh di ruang tamu. Paginya saya ambil potongan triplek. Saya tulis pakal arang, “Di sini jual semen.” Saya gantung di pohon mangga pinggir jalan. Lalu saya tinggal bekerja ke Jakarta.

Ketika saya pulang kerja, istri saya bilang. “Mas-mas sudah ada yang laku.” Dengan nada sumringah (senang). Wah ini harapan besar. Barang masih di ruangan tamu, tempat masih belum jadi, tetapi sudah ada orang yang memesan dagangan kami. Besoknya saya cari tukang dari Jakarta. Saya mulai memperluas toko kira-kira 3 x 4 m dari triplek dengan atap dari seng. Saya mulai menata dagangan yang dijual. Cat saya susun berjejer biar kelihatan banyak. Saya rnulai menghubungi banyak orang di sekitar rumah. Disini kan banyak pengusaha ranjang. langsung saya hubungi, tentunya dengan harga bersaing. Itulah awalnya sehingga usaha saya berkembang terus. Istri saya semakin senang. Setelah pulang kerja, saya mampir ke toko bangunan teman saya itu, untuk beli barang-barang material. Saya langsung bawa sendiri pakai motor vespa butut saya. Setelah itu, saya antarkan kepada pelanggan berboncengan dengan seorang anak saya yang masih kecil. Saya dijuluki tukang paket, karena selalu membawa bungkusan. Usaha kami terus berkembang pesat, sampai akhirnya kami bisa membeli sebuah mobil Jip untuk kendaraan operasional. Waktu itu saya telah dikarunia 5 orang anak. Karena usaha semakin berkembang, saya memutuskan mengundurkan diri dari PNS (tahun 1975).

Karena anak-anak saya senang memasak, ditambah saya orang yang suka makan, saya mencoba membuka warung soto dan es buah masih di daerah Cimanggis. Saya berpikir, pasti laku menjual yang segar-segar di tengah suasana jalan yang terik. Tepatnya. ditahun 1991, saya memulai merintis berjualan makanan. Ukuran warung kami 6 x 4 m. Warung kami dibangun pada sisa-sisa bangunan yang tidak laku dikontrakkan. Afkiran- afkiran kayu sisa, saya pergunakan untuk memperindah toko sederhana itu. Pada saat itu, saya ikut prihatin terhadap makanan yang beredar di Indonesia. Makanan kita kan telah dijajah oleh bangsa lain. Anak-anak muda itu lebih bangga kalau pergi ke Kentucky atau Mac Donald, mereka dipaksa mengkonsumsi makanan-makanan luar negeri. Padahal masakan Indonesia itu lebih nikmat dari pada makanan luar negeri. Karena itulah, saya mencoba memunculkan makanan makanan tradisional asli Indonesia.

Saya tak menyangka, kalau warung tersebut berkembang dengan pesatnya. Setiap hari ada saja pembelinya. Untuk menambah pendapatan, warung kami juga menyediakan Bir (minuman keras). Maklum, saya kan orang awam yang tidak mengerti agama. Dan memang benar, setelah menyediakan Bir, warung terus ramai dikunjungi orang. Kehidupan terus berjalan. Warung makanan dan toko material saya berkembang dengan pesat. Di awal tahun 1993, saya mendapat hidayah. Saya dipertemukan oleh Allah dengan orang-orang shalih. Anak saya yang nomor enam, minta disekolahkan di sekolah Islam. la kepingin sekolahnya yang memakai jilbab. Wah ini repot, kakak-kakaknya yang lain tidak ada yang pakai jilbab. Saya berpikir, kalau anak saya pakai jilbab, nantinya mau jadi apa. Saya bertemu dengan saudara di Jakarta Timur. la menunjukkan ada sekolah Islam yang bagus di daerah Depok (Nurul Fikri). Mulai saat itu, saya sering mengikuti pengajian yang diselenggarakan oleh sekolah untuk orangtua siswa. Saya tercerahkan, seperti orang yang baru masuk Islam. Saya berusaha melaksanakan sholat lima waktu tepat pada waktunya. Pertama kali melaksanakan sholat berjamaah di masjid, saya ditonton banyak orang. Malu sih, tetapi keinginan saya untuk berubah sudah mantap. Mulai saat itu saya berusaha menjalankan semua perintah Allah dalam setiap gerak langkah saya.

Saya langsung membujuk anak-anak saya untuk tidak menjual bir di warung. Mereka memberontak sampai terjadi konflik. Alasannya sederhana, karena bir menghasilkan income yang agak lumayan. Alhamdulillah, mereka akhirnya mau mengerti. Sore harinya, setelah tidak berjualan bir, anak saya datang dengan membawa uang yang sangat banyak. Saya merasakan keberkahan Allah datang menghampiri saya. Selama tiga tahun, belum pernah mendapatkan keuntungan seperti ini. (Menangis sambil menengadahkan tangan). Semenjak itu, anak saya bertambah yakin akan pertolongan Allah. Warung kecil itu pun lambat laun berubah menjadi sebuah rumah makan yang besar. Rumah makan itu kami beri nama Pondok Laras (tempat istirahat).

Keberkahan terus bersama kami. Karyawan yang awalnya hanya 2 orang saja, kini hampir 30 orang. Luasnya hampir 6.000 m² dengan menu yang bervariasi. Saya menjawab semua kemajuan ini dengan terus meningkatkan kualitas ibadah keluarga. Hampir semua anak perempuan saya sudah berjilbab. Seluruh karyawan saya wajibkan mengikuti pengajian setiap hari Selasa. Di hari Rabu dan Jum’at, mereka dibekali dengan pelajaran tahsin dan tahfidz al-Qur’an. Orang bilang rumah makan saya seperti pesantren, karena semua karyawatinya menggunakan busana muslimah.

Kepada kaum muslimin, saya anjurkan untuk jangan takut mencoba dalam berusaha. Ketekunan dan doa adalah modal awal dalam berusaha. Berkenalanlah dengan banyak orang dan layani mereka dengan baik. Kalau sudah berkembang, jangan lupa untuk bersedekah. Karena dengan itu kunci keberkahan akan dibuka. Binalah semua karyawan agar menjadi insan yang jujur. Kalau sudah begini, Allah senantiasa akan bersama kita. Oh ya, bagi kaum muslimin yang mau mengadakan acara di rumah makan saya, akan diberikan harga menarik. Selamat mampir.
Oleh : H. Joko Waloejo
Pemilik Restoran Pondok Laras
Ghoib, Edisi No. 60 Th. 4/ 1427 H/ 2006 M
HUBUNGI ADMIN