Melalui jasa titipan kilat. Jimat-jimat ini dikirimkan oleh seorang pemuda dari daerah Cibiru, Bandung, Jawa Barat. Jimat-jimat ini diterima oleh Redaksi hari Senin, tanggal 14 Februari 2005, dengan sampul coklat yang dilapisi plastik berwarna bening. Dalam surat kedua yang dikirimkankannya ke Majalah Ghoib. Pemuda ini menceritakan, bahwa jimat-jimat tersebut didapatkannya pada tahun 2001 dari seorang yang sering dipanggil Ki Jaka (nama samaran), di Kota Kembang, Bandung. Berawal dari ketidakpuasannya kepada sang guru terdahulu, yang selama ini membimbingnya. Pemuda ini, berusaha mencari guru lain yang lebih cocok untuknya. Gayung bersambut, ketika ada temannya di pabrik mengajaknya untuk datang ke rumah Ki Jaka yang telah memberikan jimat-jimat ini. Setelah datang dan bertemu dengan Ki Jaka yang dimaksud, ia merasa cocok dan betah, karena setiap malam Selasa dan malam Jurn’at diadakan pengajian di depan musholla rumahnya, yang dimulai dari jam 23.00 sampai jam 24.00 tengah malam.
Pengajian dilanjutkan dengan wirid berjamaah, diawali dengan membaca hadiah fatihah, kepada para Nabi, para malaikat, para wali serta para ulama dan kiyai. Dalam salah satu urutan wirid yang terdapat dalam petunjuk bacaan wirid, tertulis juga wirid berbahasa Sunda, untuk meminta ridho dari Allah dan para malaikat. Tidak ketinggalan pula untuk meminta safaat dari mukjizat para Nabi. Kemudian dilanjutkan dengan membaca wirid Asmaul Husna, yang jumlahnya beragam, dari 101 kali sampai 333 kali. Dan sebagai penutup dibaca sholawat nariyah sebanyak 44 kali, sebelum doa.
Pangajian tersebut, biasanya baru selesai jam 2-3 pagi. Pemuda ini, kemudian melanjutkan dengan sholat tahajud sambil menunggu datangnya waktu sholat subuh. Selama tiga bulan ia mengikuti pengajian tersebut, ada hal yang mengganjal yang selama ini ia perhatikan. Saat dzikir barjamaah, tiba-tiba Ki Jaka mengucap salam sambil berkata bahwa ia adalah Sunan Bonang atau sunan lainnya. Kemudian ‘Sunan’ tersebut masuk ke tubuh Ki Jaka sebagai mediator dan memberi wejangan tentang agama. Suatu ketika, pernah juga ‘Sunan’ tersebut memberikan oleh-oleh kepada seluruh anggota pengajian yang hadir, berupa beberapa pusaka seperti, batu akik dan keris.
Pemuda ini juga pernah berdialog dengan dengan ‘Sunan Giri’, melalui bantuan Ki Jaka, katanya ia harus memiliki batu panca warna yang bisa diambil di makam Sunan Kali Jaga, tapi kalau tidak sanggup ke sana, bisa diambil di rumah Ki Jaka, dengan syarat, ia harus memiliki apel jin yang harganya Rp. 850.000. Dari semua kejanggalan tersebut, ia mulai berfikir bahwa, semua ritual ini adalah salah serta menyalahi aturan syariat Islam. “Semua itu adalah ulah jin yang berkedok pengajian dan wirid yang menumpang pada diri Ki Jaka,” tulisnya. Akhirnya ia memutuskan untuk mencari guru yang benar untuk membimbingnya menuju Allah. Dan selanjutnya menyerahkan jimat-jimat yang telah didapatkannya selama ini kepada Majalah Ghoib, untuk segera dimusnahkan.
Bentuk Jimat
Sebenarnya jimat-jimat yang diserahkan, jumlahnya sangat banyak dengan bentuk yang beragam, seperti: rompi untuk bela diri, beberapa buah wafaq, seperangkat paket untuk menjadi seorang ahli tenaga dalam dan spiritual, sebuah tabung berisi minyak dan kalung berlafad ayat kursi, serta masih banyak lagi yang lainnya. Namun yang kita bongkar pada saat ini adalah jenis jimat yang belum pernah kita bongkar, yaitu sebuah flat dari seng berwarna kuning, berukuran 28 x 2,5 cm, dengan bertuliskan rajah Asmaul Husna pada 21 kotak kecil. Sebuah pedang bertuliskan angka Arab, dengan ditaburi 9 buah bintang kecil, juga terdapat pada jimat ini. Sementara rajah-rajah berbahasa Arab seperti biasa, sulit dimengerti mengapa harus ditulis di situ.
Kesaktian Jimat
Jimat ini, diyakini bisa memberi perlindungan pemakainya, jika ditaruh di atas pintu. Jimat ini didapatkan bersamaan dengan jimat rompi dari seorang ustadz di Bandung, dengan membayar mahar untuk membeli bahan dan minyaknya seharga Rp. 850.000. Adapun cara untuk memelihara jimat ini, di setiap kelahiran pemuda ini, di suruh mewirid, “Ya Rohman ya Rohim summum bukmun umyun fahum laa yarji’un” sebanyak 165 kali.
Bongkar Jimat
Sebuah flat yang terbuat dari seng berwarna kuning ernas ini, sebenarnya seperti seng lainya, yang sering kita jumpai di sekitar rumah kita. Namun oleh Ki Jaka, disulap menjadi sebuah jimat, setelah diberi rajah-rajah berbahasa Arab dan gambar-gambar yang syarat dengan aroma mistik. Keyakinan, bahwa benda ini bisa mendatangkan perlindungan, merupakan keyakinan yang berdasarkan pada “isapan jempol” belaka, dan merupakan keyakinan yang menunjukkan akan kedangkalan pemahaman akidah yang kita miliki selama ini.
Sejarah perjuangan para Nabi menggambarkan, bahwa perlidungan yang mereka dapatkan, sesungguhnya hanya didapatkan dari Allah Azza wa Jalla. Tanpa ada perantara sebuah benda yang mereka jadikan alat penangkal gangguan makhluk lain. Adapun kisah tongkat Nabi Musa, sebagai mukjizat yang Allah berikan langsung kepadanya, merupakan pengkhususan kepada para Nabi, yang tidak bisa didapatkan oleh orang-orang selain para Nabi tersebut. Jadi, menjadikan sebuah flat menjadi sebuah alat perlindungan yang digantung di atas pintu, merupakan sebuah tindakan yang syarat dengan tipu daya syetan yang licik. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah menjelaskan,” …….. Dan tutuplah pintu kalian secara membaca bismallah, karena syetan tidak akan mampu membuka pintu yang tertutup (dengan bacaan Bismillah)…….”
Sementara pelaksanaan shalat tahajud, sebagaimana yang dijelaskan dalam surat al-Isra, ayat, 79, “Dan pada sebahagian malam hari, bersembahyang tahajudlah kamu, sebagai suatu ibadah tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” Jadi, pada pelaksanaannya, terdapat hak mata untuk tidur dan badan untuk istirahat, tidak harus diporsir dengan begadang semalaman. Ditambah lagi dengan ritual, membaca wirid pada setiap malam kelahiran, adalah sebuah tindakan yang tidak berdasar.
Jihad, untuk memurnikan akidah kita dari debu kemusyrikan, memerlukan pengorbanan dan ketelitian. Maksud hati ingin memperoleh ketenangan dengan mendatangi seorang guru, yang diharapkan bisa digugu dan ditiru. Ternyata, malah membuat kita terjerumus ke dalam aktivitas kemusyrikan yang dibungkus dengan ritual Islam. Karena itu, tetaplah waspada dalam mencari guru, agar kita tidak lagi terperdaya oleh tipu daya syetan.
Semoga Allah selalu memberikan keselamatan kepada pemuda yang telah menyerahkan jimat ini. Sebagai tanda, bentuk pengingkarannya kepada semua benda yang mengundang segala bentuk kemusyrikan, serta dapat menemukan kembali seorang guru, yang membimbingnya kepada pemahaman tauhid, seperti apa yang telah Nabi ajarkan kepada para shahabat mulia.
Ghoib, Edisi No. 36 Th. 2/ 1426 H/ 2005 M