Heboh penemuan harta karun peninggalan Soekarno di Bogor menelan “korban”. Pengertian korban di sini bukanlah hilangnya harta atau nyawa. Tapi jauh lebih bermakna dari keduanya. Karena yang menjadi korban adalah aqidah kita. Ratusan warga telah berdatangan ke rumah Saefudin, tempat ditemukan harta karun ‘peninggalan Soekarno’ sejak tersiarnya kabar yang menghebohkan warga Bogor dan sekitarnya Rabu (20/5) lalu.
Informasi dari mulut ke mulut serta media cetak dan elektronik semakin mempercepat perkembangan isu tersebut. Betapa tidak. ‘Emas’ itu diyakini memiliki kekuatan untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Keyakinan ini tidak akan tersiar luas begitu saja bila tidak ada yang menyebarkannya. Menurut Saefudin setelah barang temuan batangan ‘emas’ itu diangkat, sumur sedalam tiga meter itu langsung memancarkan air dan didoakan oleh jin yang sering dipanggil H. Syafi’i “Siapa pun yang punya penyakit ataupun sesak nafas mudah- mudahan ada manfaatnya. Kemudian minta sama Allah semoga langsung dikabulkan,” demikian doa jin yang didengar Saefudin seperti dituturkan kepada Majalah Ghoib.
Terang saja pernyataan Saefudin, yang dianggap punya ‘kelebihan’ itu segera diaminkan oleh orang-orang di sekitarnya yang sudah terpengaruh. Puluhan orang terus berdatangan setiap harinya dari berbagai kota seperti Jakarta, Bandung Bogor, Depok dan Sukabumi Tentu dengan ragam alasan dan dari berbagai latar belakang yang berbeda.
Beberapa saat setelah Majalah Ghoib berbicara dengan Saefudin di dalam kamar masuklah empat orang aparat berseragam lengkap. Dengan sedikit malu-malu para aparat muda itu bersalaman dengan Saefudin dan menyatakan keinginannya untuk melihat batangan ‘emas’. Entahlah, apakah itu alasan yang dibuat-buat ataukah ada maksud lain yang masih belum terungkap. Mengingat ada seorang aparat yang juga menjadi anggota pengajian tawasulan yang diadakan setiap malam Jum’at, yang dikenal oleh ketiga anggota tersebut.
Rebutan Air Sumur Tempat Ditemukannya ‘Harta Karun’
Setiap batangan ‘emas’ seberat 1 kg itu dianggap bisa menyembuhkan penyakit, sehingga beberapa hari sejak ditemukan ‘emas’ itu menjadi rebutan warga. Bukan untuk dimiliki tapi diambil berkahnya untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Hanya saja sejak Kamis (27/5) emas itu disimpan di dalam tempat tertentu dan tidak semua orang diperbolehkan untuk menyentuhnya.
Meski batangan ‘emas’ itu sekarang dikarantina oleh Saefudin, tapi tetap saja tidak menyurutkan warga dari berbagai daerah terus berdatangan. Tidak dapat menyentuh ‘emasnya’ minum airnya pun bolehlah. Demikian pendapat warga yang meyakini keberkahan air sumur tersebut.
Itulah alasan yang menarik perhatian ibu Mimin, wanita berkerudung asal Dermaga, Bogor yang datang bersama suaminya, la terlihat sedang menuangkan air ke dalam plastik. “Saya dengar dari tetangga bahwa berbagai penyakit bisa disembuhkan dengan air harta karun ini. Apalagi bila ada kesempatan untuk mengusap- usapkan batangan emas ke badan. Dijamin berbagai penyakit akan sembuh,” ujar ibu Mimin dengan serius.
Ketika ditanya lebih jauh apa penyakit yang diderita selama ini. “Komplikasi mas. Saya sudah datang ke beberapa dokter, tapi masih belum sembuh” ungkapan ini dibenarkan oleh suaminya yang dengan telaten menuangkan air ke plastik.
Ironis memang, penyakit tahunan yang belum sembuh itu telah menutup mata hati ibu Mimin dan orang lain yang senasib. Penyakit yang seharusnya menjadi sarana introspeksi diri tidak lagi bermakna. Bahkan menjadi jeratan yang menyeretnya ke jurang penderitaan yang berkepanjangan bila tidak bertaubat.
Lain ibu Mimin, lain ibu Nur. Seorang ibu asal Bogor ini datang bersama kedua putra dan putrinya. Setelah minum segelas air, la segera menciduk segelas lagi dan diserahkan kepada anaknya yang masih berumur delapan tahunan. Ibu Nur berbicara agak keras ketika melihat anaknya hanya memegang saja gelas tersebut dan tidak segera meminumnya. Ketika ditanya mengapa anaknya yang tidak kelihatan sakit juga harus minum air, “Biar otaknya encer,” jawab ibu Nur sambil berlalu.
Ibu Nur, tempatnya segera digantikan oleh pengunjung lainnya yang juga mencoba membuktikan kebenaran desas-desus yang sampai ke telinga mereka. Bahkan banyak di antara pengunjung yang membawa pulang air sumur tersebut dengan kantong plastik yang sudah tersedia. dan sesekali terdengar suara ibu-ibu yang mengajarkan tata cara minum air sumur tersebut biar dapat berkahnya, “Sebelum minum, baca bismillah dan syahadat tiga kali,” suara ibu-ibu itu pun hilang ditelan kegaduhan warga yang berebutan ingin melihat ‘emas’ yang baru dikeluarkan dari kamar dan akan disimpan di akuarium kaca.
Wabah ngalap berkah dari air sumur Saefudin, ternyata juga menjalar ke kalangan remaja. Seperti yang nampak sedang dilakukan oleh empat remaja tanggung berambut cepak yang kelihatan malu-malu kucing. Meski akhirnya mereka juga minum air yang katanya keramat itu. Mereka tidak sekedar minum, air tersebut juga diguyurkan membasahi rambutnya. Dari kaos yang mereka kenakan, nampaknya mereka adalah seorang pelajar. karena kaos salah seorang dari mereka bertuliskan ‘penerbangan poesat’. Memang, mereka adalah pelajar kelas satu di sebuah STM yang jauh-jauh datang dari Jakarta ke Bogor untuk meminta berkah dari air. “Biar pintar mas,” kata salah seorang dari mereka dengan cengar-cengir.
Seorang bapak separuh baya celingukan melihat ruang tamu ingin bertemu dengan Saefudin sambil menenteng sebotol plastik air keramat tersebut. “Ya, ini untuk syariatnya mas. Siapa tahu ada manfaatnya,” kata bapak yang datang langsung dari Bekasi itu.
Ini adalah fenomena yang mengerikan. Harta karun yang awalnya diklaim sebagai emas peninggalan bung Karno benar- benar meminta korban. Pihak kepolisian bisa saja telah menyatakan bahwa batangan itu bukanlah emas, tapi bola salju terus menggelinding. Satu demi satu warga tergadaikan aqidahnya akibat ulah segelintir orang yang kurang bertanggung jawab. Di sini dibutuhkan sikap kearifan tokoh agama dan masyarakat untuk segera bertindak lebih jauh lagi. Agar wabah ini segera terhenti. Mungkin sikap keras perlu dikeluarkan oleh lembaga keislaman yang berkompeten untuk membentengi aqidah dari bahaya kemusyrikan terselubung.
Ghoib, Edisi No. 19 Th. 2/ 1425 H/ 2004 M