Serial Perilaku Syetan : Istihadhoh Akibat Ulah Syetan

1. Jangan Menangis Meraung-Raung saat ada yang Meninggal

Boleh saja seseorang menangisi keluarganya yang meninggal. Dan ini wajar saja. Tetesan airmata yang barangkali bisa mengurangi kepedihan.

Rasulullah, sebagai manusia terbaik dan paling tabah menghadapi bencana apapun, masih juga sempat meneteskan airmata mendengar kematian Ja’far dan Zaid bin Haritsah yang gugur di medan perang Mu’tah. Bukan hanya sekali ini Rasulullah menitikkan airmata. Dalam kesempatan lain, saat berziarah ke makam ibunya Rasulullah juga merasakan kepedihan yang sama. Demikian juga saat beliau kehilangan Ibrahim salah seorang putranya. Hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah adalah manusia biasa. Dengan kata lain, Rasulullah Merasakan apa yang kita rasakan.

Namun, menjadi tidak wajar bila tangisan tersebut berlebihan. Kepedihan yang tidak sekedar mengalirkan airmata tapi lebih jauh lagi, berubah menjadi raungan yang menyayat hati. Dalam keadaan demikian terkadang emosi sudah tidak lagi terkontrol. Sehingga ia menyakiti diri dengan memukul-mukul badannya atau merobek- robek pakaian.

Bila keadaannya berkembang semakin jauh seperti ini tentu saja hukumnya akan berubah. Tangisan yang tadinya dibolehkan akan menjadi terlarang. Karena ia sudah dikuasai syetan. Sebagaimana peringatan Rasulullah kepada para shahabiat yang menangisi kematian Zainab binti Rasulullah. Ibnu Abbas berkata, “… ketika Zainab binti Rasulullah meninggal, Rasulullah berkata, ‘Bergabunglah (Zainab) dengan orang sholih yang telah mendahului kita yaitu Utsman bin Madh’un.” Para shahabiat pun menangis. Kemudian Umar mencambuk mereka. (Melihat itu) Rasulullah segera memegang tangan Umar seraya berkata, “Menangislah. Tapi hindarilah raungan syetan.” Kemudian Rasulullah berkata lagi, “Selama tangisan itu dari mata dan hati maka tangisan itu dari Allah dan karena rasa kasih sayang. Namun bila dari tangan (memukul) dan lisan (meraung-raung) maka berartitangisan itu dari syetan.” (HR. Ahmad).

Karenanya ada sebagian ulama yang mengatakan bahwa raungan itu akibat dari cekikan syetan di tenggorokannya. Di sini ada satu hal yang perlu dipahami bahwa tangisan Rasulullah  seperti diungkapkan di atas tidak sampai menimbulkan suara yang keras.

 

2. Darah Istihadhoh adalah Akibat dari Gangguan Syetan

Seorang wanita dewasa yang mengalami pendarahan terus menerus pantas merasa khawatir atas apa yang terjadi. Siklus haid yang biasa menyambanginya itu tidak lagi terasa menyenangkan. Meski sebenarnya sudah biasa bagi seorang wanita mengalami sedikit kendala ketika tiba masa haid. Namun perlu diingat bahwa sesungguhnya siklus haid itu merupakan suatu karunia yang diberikan Allah kepada wanita. Karena darah yang dikeluarkan adalah darah kotor.

Namun, bila darah yang keluar itu terjadi bukan pada siklus yang biasa dialaminya, atau ia terus mengeluarkan darah setiap hari hingga habis masa haidnya, maka ia perlu curiga. Yang keluar itu bukanlah darah haid, tapi darah istihadhah. Dan ini menjadi hal meresahkan bagi seorang wanita. Karena darah istihadhah menjadi sinyal terjadinya gangguan kesehatan.

Seorang wanita yang berpengalaman akan dengan mudah bisa membedakan antara darah haid dan istihadhah dari sisi warna, bau, konsistensi, banyaknya darah yang keluar dan sebagainya. Dilihat dari baunya maka darah istihadhah bisa jadi berbau busuk atau seperti bau darah segar. Hal ini tergantung pada alasan mengapa sampai keluar darah istihadhah.

Ada banyak alasan mengapa seorang wanita merasa khawatir. Dari tinjauan medis misalnya, terjadinya istihadhah merupakan indikasi adanya penyakit tertentu. Untuk itu perlu pemeriksaan medis. Dan bila ditinjau dari sudut lain keluarnya darah istihadhah bisa jadi menjadi pertanda akan lemahnya iman seseorang. Hal ini tidak lain karena Rasulullah menyatakan bahwa ada kemungkinan gangguan syetan. Dalam bahasa hadits Rasulullah menggunakan kata ‘rakdhah’ yang artinya tendangan.

Sebagaimana tersebut dalam beberapa hadits bahwa Fatimah bin Abi Hubaisy mengeluhkan pendarahan yang dialaminya kepada Aisyah. Dia hawatir tidak memiliki banyak kesempatan untuk beribadah dan akhirnya masuk neraka. Hal ini karena lamanya pendarahan itu melebihi batasan masa haid. Setelah mendengar penjelasan Aisyah, Rasulullah berkata, “Katakan pada Fatinah binti Abi Hubaisy agar dia berdiam diri (melakukan ibadah yang terlarang saat haid) setiap bulan sebanyak hari dia biasanya haid. Kemudian dia mandi dan membalut tempat keluarnya darah. Selanjutnya dia bersuci setiap kali shalat. Karena sesungguhnya darah haid itu bisa jadi karena gangguan syetan atau terputusnya urat nadi atau karena suatu penyakit.”

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa syetan ingin menghalangi si wanita untuk banyak beribadah. Maka dengan demikian sudah sewajarnya setiap wanita yang menderita pendarahan terus menerus untuk melakukan pemeriksaan medis dan melakukan introspeksi. Barangkali ia banyak melakukan maksiat, sehingga mudah diganggu syetan.

 

3. Hindari Perkataan ‘Seandainya’

Pengalaman telah mengajarkan kepada setiap orang bahwa tidak semua keinginannya akan terpenuhi. Betapa banyak harapan dan impian yang dibangun dengan susah payah pada akhirnya kandas di tengah jalan. Meski segenap kekuatan yang dimiliki telah dioptimalkan. Sebuah kenyataan pahit yang mengecewakan.

Bagi sebagian orang yang berjiwa lemah, kekecewaan semacam ini seringkali melahirkan penyesalan yang berkelanjutan. Introspeksi yang seharusnya membuatnya tegar menatap hari esok, ternyata menjadi kebalikannya. Ya, kekecewaan yang ada justru semakin dalam. Sebuah pertanyaan yang terus bergelayut dalam benaknya adalah “Mengapa dulu saya mengambil tindakan A?. Seandainya dulu saya melakukan ini dan itu, tentu hasilnya akan lain.

“Semua orang pasti sadar bahwa kata-kata ‘seandainya….’ Bukanlah solusi atas kegagalan masa lalu. Tapi justru semakin memperlemah jiwa dan kekuatan seseorang untuk berbenah dan kembali ke jalur perjuangan. Sebenarnya sejak empat belas abad yang lalu, Rasulullah telah memperingatkan umatnya akan bahaya kata ‘seandainya’ ini. Sebagaimana diriwayatkan Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda, “Mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah. Meski keduanya itu baik. Berusahalah untuk selalu melakukan sesuatu yang memberi manfaat untukmu dan jangan putus asa serta jauhilah kata-kata ‘seandainya’ karena perkataan ini berasal dari syetan.” (HR. Muslim dan Ibnu Majah)

Memang, dalam kondisi seperti ini ada baiknya kita mengingat ungkapan manis yang insya Allah berbuah kemanisan juga, bahwa manusia hanya bisa berupaya namun Allah jugalah yang menentukan.

Waspadalah! Waspadalah!

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 19 Th. 2/ 1425 H/ 2004 M

Kemenangan di Bulan Shafar

Kemenangan di Bulan Shafar

Shafar adalah bulan kedua dalam kalender tahun hijriyah, setelah bulan Muharram. Banyak sekali umat Islam, khususnya yang tinggal di Indonesia memberi perhatian lebih terhadap bulan shafar. Mereka melakukan ritual khusus untuk menolak bala’, yang mereka yakini banyak tersebar diakhir bulan Shafar, tepatnya pada hari Rabu, di pekan terakhir bulan Shafar. Mereka menyebut hari Rabu itu dengan Rabu Wekasan, artinya Rabu terakhir dalam bulan Shafar. Untuk menolak bala’ yang berhamburan di hari tersebut.

Itulah ritual yang sudah turun temurun, yang sudah membudaya di sebagian masyarakat muslim negeri ini. Entah mulai kapan “ibadah baru” itu muncul dan mentradisi. Yang jelas ritual tersebut semakin memperkuat mitos masyarakat terhadap seramnya bulan Shafar sebagai bulan bencana. Bulan yang pada saat itu diturunkan tiga ratus ribu macam bala’ di muka bumi ini. Sungguh sangat mengerikan, kalau memang benar apa yang mereka yakini.

Tapi benarkah mitos bulan Shafar tersebut? Atau itu hanya salah satu dari jerat-jerat syetan, untuk menakut-nakuti kita semua, agar melaksanakan ritual yang sama sekali tidak ada dalilnya, ataupun contoh dari para shahabat dan tabi’in, generasi terbaik umat ini. Dengan begitu syetan berhasil menipu kita dan menjauhkan kita dari Syari’at Islam.

Kalau kita bercermin kepada kehidupan Rasulullah dan para shahabatnya, maka akan kita jumpai suatu kenyataan yang kontras dengan fenomena ritual Rabu Wekasan yang marak di akhir bulan Shafar. Banyak kemenangan dan kesenangan yang diraih oleh umat Islam, yang jatuh pada bulan Shafar. Bahkan kemenangan gemilang dan spektakuler diraih Rasulullah dan pasukannya di bulan Shafar, yaitu kemenangan di Perang Khaibar.

Khaibar dahulu merupakan kota besar yang memiliki delapan benteng besar dan kokoh, serta kebun-kebun terhampar luas, yang jaraknya sekitar 180 KM di sebelah utara kota Madinah. Khaibar telah berubah menjadi perkampungan yang berbahaya bagi stabilitas keamanan kaum muslimin. Disitulah konspirasi jahat kaum Yahudi dirancang, daerah tersebut menjadi pangkalan militer dan basis pengkhianatan, sumber permusuhan dan pemicu peperangan, merekalah provokator pengkhianatan Bani Quraizhah dan penduduk Ghathafan serta orang-orang Arab badui terhadap kaum muslimin.

“Allahu Akbar, runtuhlah Khaibar Allahu Akbar, Runtuhlah Khaibar! Jika kita tiba di pelataran suatu kaum, maka amat buruklah bagi orang-orang yang layak mendapat peringatan”. Itulah pernyataan Rasulullah, ketika beliau dan pasukannya memasuki wilayah Khaibar. Lalu beliau berdoa, sebelum mengomandoi pasukannya untuk maju bertempur: “Ya Allah, Rabb langit dan bumi serta apa saja yang dinaunginya. Dan Rabb bumi yang tujuh dan apa saja yang dikandungnya. Rabb syetan-syetan dan siapa saja yang disesatkannya. Sesungguhnya kami memohon kepada-Mu kebaikan daerah ini, kebaikan penduduknya, kebaikan apa saja yang ada di dalamnya. Kami berlindung kepada-Mu dari kejahatan daerah ini, kejahatan penduduknya, dan kejahatan apa saja yang ada di dalamnya. Majulah kalian semua dengan nama Allah!”.

Ketika Rasulullah hendak menyerahkan bendera pasukan kepada Ali bin Abi Thalib, ternyata dia lagi sakit mata. Lalu Rasulullah meruqyahnya dan meludahi kedua matanya, seketika itu juga Ali sembuh dari penyakitnya, seakan dia tidak pernah merasakan sakit mata sama sekali.

Singkat cerita, setelah benteng demi benteng ditaklukkan dan dikuasai oleh pasukan Islam. Ibnu Abil Haqiq (tokoh Yahudi Bani Nadhir) mengirim utusan ke Rasulullah, untuk menawarkan perundingan dan gencatan senjata, agar orang-orang Yahudi yang di dalam benteng tidak dibunuh, anak-anak tidak ditawan, mereka siap meninggalkan Khaibar bersama keluarga, meninggalkan semua harta kekayaan mereka. Rasulullah setuju dan berkata, “Aku juga membebaskan kalian dari perlindungan Allah dan Rasul-Nya apabila kalian masih menyembunyikan sesuatu dariku”.

Karena banyaknya harta rampasan yang didapat dari perang Khaibar, maka Ibnu Umar berkata: Sebelumnya kami tidak pernah merasa kenyang, hingga kami menaklukkan Khaibar. Aisyah juga berkata: Sekarang kami bisa kenyang karena makan korma. Karena begitu gembiranya Rasulullah akan kemenangan Khaibar, yang ditambah dengan kedatangan Ja’far bin Abi Thalib beserta rombongan dari Habasyah (Eithopia d Eritria), maka Rasulullah memberi sambuta “Demi Allah, aku tidak tahu karena apa aku bergembira, entah karena penaklukan Khaibar atau karena kedatangan Ja’far.”

Dan masih banyak keberhasilan dan kemenangan lainnya yang menolak mitos bulan Shafar sebagai bulan turunnya bencana, seperti yang diyakini oleh orang-orang jahiliyah, sebelum diutusnya Muhammad sebagai Nabi dan Rasul. Shafar adalah bulan seperti bulan lainnya, dalamnya Allah menentukan kebaikan dan juga bencana bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya. Tidak selayaknya kita menyebut bulan tertentu adalah bulan bencana, atau menyebut bulan yang lain sebagai bulan keberuntungan. Karena bencana dan keberuntungan bisa terjadi kapan saja, di mana saja, dan menimpa siapa saja. Kepada Allah kita memohon keberuntungan dan hanya kepada Allah lah kita berlindung dari bencana dan segala jenis mara bahaya.

Maka dari itu, janganlah kita pesimis dengan datangnya bulan Shafar, atau malas berkarya, apalagi melakukan ritual menyimpang, yang justru mengundang murka Allah. Kita boleh berobsesi dibulan Shafar ini atau dibulan lainnya, untuk mengulang kemenangan gemilang yang pernah diukir oleh para pendahulu kita, yaitu penaklukan kaum Yahudi yang berada di Khaibar. Karena kaum Yahudi sekarang tak ubahnya seperti para nenek moyangnya terdahulu, sebagai bangsa yang licik dan arogan. Keberadaan mereka di bumi ini, khususnya ditengah komunitas kaum muslimin, tak ubahnya seperti duri dalam daging yang selalu menimbulkan kecemasan dan ketidaknyamanan. Mereka bagaikan bom waktu, yang setiap saat bisa meledak dan meluluh lantakkan apa dan siapa saja yang di sekelilingnya. Keberadaan mereka sangat mengganggu stabilitas keamanan kaum muslimin, terutama yang hidup berdampingan dengan mereka.

Sampai kini arogansi dan kebrutalan orang- orang Yahudi di bumi Palestina dan sekitarnya belum terbendung. Belum hilang rasa duka kaum muslimin di dunia ini, atas Syahidnya Pemimpin spiritual HAMAS Syaikh Ahmad Yassin rahimahullah. Dengan biadabnya, mereka mengulangi arogansinya dengan merudal pemimpin HAMAS yang baru, yaitu Syaikh Abdul Aziz Ar-Rantisi rahimahullah. Entah siapa lagi para pimimpin kita yang sudah menjadi target sasaran mereka berikutnya. Yang pasti mereka tidak akan berhenti untuk menindas kaum muslimin, kalau kaum muslimin tidak berani melawan dan hanya diam seribu bahasa, atau bisanya hanya meratap dan mengutuk.

Sudah saatnya kita galang persatuan, kita kokohkan solidaritas kaum muslimin, dan kita kuatkan tali kehambaan kita kepada Allah, dengan selalu menelusuri sunnah-sunnah Rasul- Nya, dan meninggalkan ritual-ritual yang menyimpang agar Allah selalu bersama kita. Khaibar Khaibar ya Yahud!, Jaisyu Muhammad Saufa Ya’ud!

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 16 Th. 2/ 1425 H/ 2004 M

Kita Lebih Berhak Ragu Daripada Ibrahim

Keimanan seorang mukmin bisa pasang surut, bisa menguat dan bisa melemah. Bisa bercampur keraguan yang mengakibatkan goncang dan bisa penuh keyakinan yang tidak akan tergoyahkan lagi.

Ketika kami sedang tamasya di pantai Kulon Progo Yogyakarta pada 21 Mei 1998. Kami asyik bermain ombak di pinggir pantai dan tiba-tiba ada ikan cucut yang terdampar dan kami ambil. Tanpa diduga, ada seorang pemilik warung yang mendengarkan berita radio bahwa presiden Soeharto lengser dari jabatan kepresidenan. Awal mendengar berita itu, kami sudah percaya karena memang pembawa berita itu yakin mendengarkan berita radio. Tetapi tentu belum sampai meyakini berita tersebut karena tidak mendengar langsung. Maka perlu mencari tahu dari sumber yang lebih meyakinkan. Setelah melihat dan mendengar dari televisi yang menyiarkan hal tersebut, maka keyakinan terhadap berita itu semakin kuat. Dan ketika seluruh surat kabar memberitakannya dalam head linenya, maka keyakinan terhadap berita itu pun penuh. Dan keyakinan seperti inilah yang tidak mungkin digoyahkan dengan cara apapun.

Ibrahim alaihissalam adalah seorang abul anbiya’ (bapak para nabi) dan pejuang tauhid yang menjadi panutan umat manusia, pernah menanyakan kepada Allah tentang proses kebangkitan orang-orang yang telah mati dari dalam kuburnya.

Padahal beliaulah yang telah menyatakan dengar mantap dalam perdebatan melawan raja Namrudz “Tuhanku Yang Menghidupkan dan Yang Mematikan.” Tetapi keimanan Ibrahim alaihissalam terhadap hari kebangkitan manusia dari alam barzah, terasa belum cukup kalau belum ke tingkat ‘ainul yaqin.

Allah ta’ala mengisahkan keinginan Ibrahim untuk menyempurnakan imannya dari ilmul yaqin ke derajat ainul yaqin terhadap hari kebangkitan, di saat Allah akan menghidupkan manusia yang telah mati.

“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, “Ya Tuhanku, perlihatkanlah padaku, bagaimana Engkau menghidupkan orang mati?” Allah berfirman, “Belum yakinkah kamu?” Ibrahim menjawab, “Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku)”. Allah berfirman, “(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu.” (Allah berfirman), “Lalu letakkan di atas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan segera. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah: 260).

Ibnu Abbas menerangkan; “Ibrahim mengambil kepala-kepala burung yang sudah dicincang itu dengan tangannya, kemudian Allah perintahkan Ibrahim agar memanggil mereka. maka Ibrahim pun segera memanggil burung- burung itu sebagaimana yang Allah perintahkan. Ibrahim mengamati proses kembalinya bagian- bagian burung itu dengan seksama, ia perhatikan bulu-bulu burung kembali bersama bulu-bulu yang tadinya dari satu burung. Darahpun kembali ke darah asalnya, daging kembali ke daging asalnya. San semua bagian-bagian burung kembali ke asalnya. Sehingga bagian-bagian itu membentuk burung-burung seperti sedia kala kemudian berjalan cepat menuju Ibrahim alaihissalam dan mengambil kepalanya masing-masing agar dapat dilihat dengan sempurna. Apabila Ibrahim memberi kepala burung yang bukan bagiannya, maka ditolaknya. Dan apabila ia berikan kepada pasangannya langsung menyatu dengan jasadnya dengan daya dan kekuatan Allah.”

Mengimani yang ghoib memang perlu proses dan jangan sampai terhenti sampai sebatas tahu atau mengenal saja. Apalagi masih dihinggapi keraguan atau salah dalam mengenal yang ghoib. Kesalahan dalam mengenal yang ghoib bisa menjerumuskan manusia dalam khurafat dan tahayyul yang berujung kepada kemusyrikan.

Pembuktian dalam mengimani yang ghoib, tidaklah mengharuskan kita untuk terjun ke dunia ghoib, atau mencari info ghoib di luar jalur syariat. Setiap cara yang tidak sesuai dengan syariat untuk mengenal ghoib, tidak akan menyampaikan kita ke derajat ainul yaqin, tetapi justru akan mengotori iman kita. Misalnya, membuktikan adanya jin dengan menghadirkan paranormal (dukun), sesaji, baca mantra, meditasi dan sebagainya. Pembuktian adanya jin yang mengganggu seseorang atau suatu tempat bisa kita buktikan dengan cara Islam, yaitu membentengi diri dengan bancaan Al-Qur’an dan doa yang diajarkan Rasulullah. Sehingga kita terbebas dari gangguan mereka dan iman kita semakin mantap terhadap kebenaran ayat-ayat suci Al-Qur’an dan ajaran Rasulullah.

Kisah Ibrahim alaihissalam di atas cukup unik, sehingga Rasulullah memberi pernyataan terhadap kisah itu dengan sabdanya. “Kita lebih berhak untuk dihinggapi keraguan daripada Ibrahim, ketika ia berkata, “Ya Tuhanku perlihatkanlah kepadaku, bagaimana Engkau menghidupkan orang mati?” Allah berfirman, “Belum yakinkah kamu?” Ibrahim menjawab, “Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku).” (HR. Bukhari dan Muslim).

Ibrahim yang merasa menjadi pejuang tauhid merasa belum cukup dengan ilmul yaqin yang dimilikinya, maka kita yang mungkin belum mencapai ilmul yaqin lebih pantas untuk dihinggapi sifat ragu. Oleh sebab itu kita harus terus melakukan penelaahan terhadap dalil-dalil syar’i untuk memperkuat iman kita, dan juga terus bekerja keras mencari pembuktian terhadap yang ghoib dengan tuntunan syariat Allah.

Kita jangan merasa sudah yakin dengan yang ghoib kalau kita tidak tahu dalilnya. Ibrahim alaihissalam sebagai seorang rasul tentu sudah cukup memahami dalil yang menjelaskan kekuasaan Allah untuk menghidupkan yang mati. Tetapi semangat tauhidnya mendorongnya untuk memantapkan iman dengan bertanya. Kunci ilmu adalah bertanya kepada ahlinya. Allah berfirman, “Maka bertanyalah kepada ahludz dzikri (yang ahli Al-Qur’an) jika kalian tidak tahu.”

Ayat Al-Qur’an yang menjelaskan kisah di atas, oleh seorang sahabat besar Abdullah bin Abbas dijadikan sebagai ayat yang menuntunnya untuk selalu optimis dalam mencari ilmu. Sebagaimana Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnul Munkadir, dia berkata, “Abdullah bin Abbas bertemu dengan Abdullah bin Amr bin Ash, maka Ibnu Abbas bertanya kepadanya, “Ayat Al-Qur’an manakah yang paling memberikan harapan bagimu?” Abdullah bin Amr bin Ash menjawab, “Firman Allah, ‘Katakanlah, ‘Wahai hamba- hambaku yang telah melampaui batas terhadap dirinya, janganlah kamu berputus asa terhadap rahmat Allah. Sesungguhnya Allah akan mengampuni dosa-dosa semuanya.”” Ibnu Abbas berkata, “Tetapi saya berpendapat lain, yaitu firman Allah, “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, “Ya Tuhanku, perlihatkanlah padaku, bagaimana Engkau menghidupkan orang mati?” Allah berfirman, “Belum yakinkah kamu?” Ibrahim menjawab, “Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku)”. Maksud saya dari kata-kata Ibrahim adalah. “Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku).” la berkata, “Inilah yang mungkin bisa muncul dalam jiwa, dan syetan terkadang memunculkan bisikannya.

Ketika iman sudah mantap tertancap dalam jiwa dengan pemahaman yang dalam terhadap dalil dan diperkuat dengan pembuktian yang dapat disaksikan oleh mata kepala sendiri, maka tidak akan lagi ada keraguan yang muncul dalam jiwa, dan bisikan-bisikan syetan pun tidak akan masuk dalam hati. Allahu akbar walillahil hamd.

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 18 Th. 2/ 1425 H/ 2004 M

Rosulullah, Telah Dikenali Sebelum Dilahirkan

Bulan ini, Maulid ramai dirayakan di berbagai pelosok negeri ini, Bahkan di beberapa negara di berbagai belahan dunia peringatan ini juga meriah diadakan. Tentu acara ini tidak lepas dari pro-kontra tentang keabsahannya secara syariat. Apalagi kemudian, acara ini dibumbui ritual yang sarat dengan kepercayaan yang lagi-lagi mengundang tanda tanya dari sisi syariat.

Terlepas dari permasalahan di atas, ada sisi keagungan Nabi yang sering dilewatkan oleh muslimin, bahkan oleh mereka yang merayakan peringatan maulid ini. Barzanji yang dibaca dalam bahasa aslinya, Arab, tidak dipahami oleh kebanyakan hadirin yang nampak terpekur khusyu’.

Keagungan Nabi diungkapkan dalam siroh beliau yang tak pernah kering walau telah berjilid- jilid ditulis. Dan ternyata, keagungan dan kehebatan itu bukan hanya ketika beliau hadir sebagai seorang Nabi.

Sejak sebelum lahir, beliau telah dikenal. Bukan saja dikenali secara sosok kepribadian yang mulia. Tetapi sampai wajah dan fisik beliau. Kitab-kitab suci sebelum Al-Qur’an memberitakan. Sehingga siapa saja yang membacanya telah mengenali betul. Maha benar Allah yang telah berfirman, “Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak- anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.” (Al-Baqarah: 146).

Inilah satu-satunya anak manusia yang telah dikenali wajah dan fisiknya sebelum dilahirkan. Seperti pengakuan jujur Zaid bin Sa’yah, “Tidak ada yang tersisa dari tanda-tanda kenabian, kecuali aku telah mengetahui dari wajah Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam ketika aku melihatnya.”

Demikian juga Ibnu Juraij yang mengisahkan tentang penduduk Madinah yang bercerita tentang ahli kitab yang masuk Islam, mereka berkata: Demi Allah, kami lebih mengetahui dia (Muhammad) daripada anak-anak kami dari sisi sifat yang kami jumpai dalam alkitab. Adapun anak-anak kami, kami tidak tahu apa yang dilakukan oleh istri-istri kami.

Salah satu ciri kenabian Rasulullah yang telah disebutkan dalam kitab Taurat dan Injil adalah tanda kenabian. Tanda itu berupa daging tumbuh sebesar telur burung dara di antara kedua pundak beliau. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, Rasulullah bersabda, “Tanda kenabian Rasulullah adalah (yang tumbuh) di antara dua pundaknya berwarna kemerahan seperti telur burung dara.”

Orang-orang Yahudi dan Nasrani yang membaca kitab suci mereka, tahu betul bahwa Muhammad adalah Nabi dan Rasul. Kalaupun mereka tidak mengimani Muhammad sebagai Rasul, tetapi hakekatnya mereka tidak mengingkari kerasulan beliau, “Sesungguhnya, Kami mengetahui bahwasanya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang dzalim itu mengingkari ayat-ayat Allah.” (Al- An’am: 33).

 

Seharusnya Kita Lebih Kenal

Rasulullah teladan kita. Manusia terbaik itu telah membuat musuh sekalipun mengakui kebesarannya. Bahkan mereka telah menulis tentang sejarah Nabi kita karena mengaguminya. Seperti Michael H. Hart yang menulis buku menempatkan Rasulullah sebagai manusia nomer satu dari 100 orang yang mampu merubah dunia. Kehebatan beliau juga mengundang mereka yang membenci Islam untuk mengkaji lebih jauh tentang sabda-sabda beliau. Walaupun dengan tujuan kejelekan. Yaitu untuk menghancurkan hadits-hadits Rasulullah. Seperti yang dilakukan oleh Snouck Horgronje yang menjadi otak kehancuran Aceh di zaman penjajahan Belanda. Dia adalah profesor di Universitas Laiden. Belanda. Ketika itu menugaskan beberapa murid pilihannya untuk menyusun hadits-hadits Nabi, sehingga dengan mudah mereka mendapatkan hadits yang mereka inginkan.

Dalam delapan jilid kitab besar, dengan sangat mudah ketika kita hafal sepenggal kata saja dari hadits Nabi, mendapatkan hadits itu di kitab-kitab hadits. Sehingga kitab itu menjadi salah satu rujukan bagi para mahasiswa agama sampai hari ini. Rencana yang mereka susun justru mendatangkan kebaikan bagi Islam. Mereka mempunyai makar tetapi makar Allah jauh lebih hebat.

Musuh Islam menjadi lebih tahu tentang sejarah hidup Rasul kita dan sabda-sabda beliau. Padahal beliau adalah teladan kita yang tanpa mengetahui sejarah beliau, tidak mungkin kita bisa meneladani beliau dalam kehidupan kita.

Anak-anak generasi Islam lebih mengenal tokoh-tokoh yang menjerumuskan daripada ketokohan Rasul mereka. Tidak banyak yang mereka ketahui. Hanya beberapa hal yang tidak merubah akhlak dan ibadah mereka.

Ini adalah kesalahan sekolah pertama anak- anak, yaitu rumah. Wajar saja anak tidak tahu Nabinya yang hebat, karena sebelum tidur tidak ada cerita kepahlawanan Rasulullah yang bisa diceritakan oleh ayah ibunya. Sang ayah dan ibu juga tidak tahu banyak tentang sejarah Rasulullah. Yang ada di depan mereka adalah komik dan tayangan TV. Akhirnya merekapun menggeser keteladanan dari Rasulullah kepada tokoh yang mereka jumpai. Karena sesungguhnya seseorang selalu mempunyai tokoh yang diteladani. Ketika tokoh yang benar tidak sampai kepada mereka, maka pasti anak-anak kita akan mencari penggantinya. Setelah itu mereka mencoba untuk meniru A sampai Z teladannya itu. Dari kepribadian hingga cara berpakaian dan bicara. Kalau salah, hancurlah mereka.

Selain rumah, sekolah formal juga ikut mempunyai andil kesalahan. Ini jelas tugas lembaga pendidikan, Departemen pendidikan dan Departemen agama. Kurikulum agama sedikit sekali. Sudah begitu, pelajaran sejarah Rasul hampir tidak ada. Dari tingkatan ke tingkatan berikutnya hampir tidak ada yang baru. Akhirnya generasi Islam hanya mengenal sesuatu yang tidak merubah akhlak mereka.

Bukankah kalau disebut Rasulullah yang diketahui generasi kita hanya nama beliau, nama ibu, ayah, kakek, paman dan keponakan beliau, kapan beliau dilahirkan. Padahal itu hanya kelengkapan sejarah. Sekali lagi tidak mempengaruhi perubahan akhlak. Apalagi yang diingat anak kita semuanya adalah ahli neraka. Ibunya, ayahnya dan pamannya yang sering disebut yaitu Abu Thalib juga ahli neraka. Mengapa bukan Hamzah sebagai pemimpin para syuhada’ yang disebut ketika. disebutkan kata paman Rasul.

Pantas saja generasi ini rusak. Karena mereka jauh dari sejarah keemasan generasi Islam dulu. Imam Malik pernah berkata, “Umat ini tidak akan pernah baik sebelum diperbaiki dengan cara generasi awal diperbaiki.”

Memang, seharusnya kita lebih mengenal Rasul kita.

 

 

Ghoib, Edisi No. 17 Th. 2/ 1425 H/ 2004 M

Serial Perilaku Syetan : Hati-Hati Provokasi Syetan

Terus waspada dan hati-hati terhadap provokasi syetan setiap saat, setiap waktu. Lakukanlah hal-hal berikut jika syetan mulai memanfaatkan kesempatan untuk melalaikan kita pada beberapa momen.

 

1. Segera Bangun Saat Adzan Tiba

Malas bangun tidur, bisa jadi sering kita alami. Padahal telinga sudah mendengar suara adzan shubuh menggema dari masjid di samping rumah. Suara yang terdengar sayup-sayup itu hanya terdengar sesaat. la masih dikalahkan oleh rasa kantuk dan malas yang mencengkeram jiwa kita dengan kuat. Hati kita ingin segera bangun, tapi keinginan itu masih terkalahkan oleh kekuatan lain yang menghalangi kita segera bangun.

Itu adalah fenomena yang mungkin seringkali menghiasi malam-malam kita. Apalagi bila rasa kantuk itu tidak dengan cepat dilawan dan segera bangun menyambut seruan adzan.

Ketahuilah, sesungguhnya kemalasan ini tidak terlepas dari ulah syetan yang telah mengikatkan tiga buhul di tengkuk orang yang tidur. Sebagaimana pernah disampaikan Rasulullah, “Apabila salah seorang di antara kalian tidur, syetan mengikatkan tiga buhul di tengkuk kepalanya; dia memukul pada tempat setiap buhul (seraya berkata) “Malam pajang, tidurlah”. Bila ia bangun lalu menyebut nama Allah maka lepaslah satu buhul, jika ia berwudhu, maka lepaslah satu buhul lagi dan jika kemudian shalat maka lepasiah satu buhul (yang terakhir) sehingga bangun pagi dengan bugar dan jiwa yang bersih. Jika tidak, maka ia akan bangun pagi dalam keadaan jiwa kotor dan malas.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Meski ulama berbeda pendapat dalam memahami makna ikatan. apakah itu ikatan yang sebenarnya atau bukan. Tapi dari kedua pendapat itu tetap saja memberikan makna bahwa rasa malas dan jiwa yang kotor itu bisa jadi berasal dari syetan. Terlebih bila seseorang itu tidak membaca doa sebelum tidur.

Hadits di atas memberikan solusi bagaimana melepaskan diri dari ikatan- ikatan syetan. Yaitu dengan segera membaca doa bangun tidur, berwudhu dan shalat dua rakaat. Namun, tindakan pencegahan tentu lebih baik dari pengobatan. Karena itu, persiapkan diri dengan baik sebelum tidur, dengan melakukan beberapa hal berikut, berwudhu sebelum tidur, shalat witir sebelum tidur, membaca Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Naas sambil menghimpunkan kedua telapak tangan lalu mengusapkannya ke seluruh tubuh dimulai dari kepala. Lalu membaca dua ayat terakhir surat al-Baqarah dan ayat Kursi. Kemudian membaca doa sebelum tidur.

Apabila beberapa hal di atas sudah kita lakukan, tinggallah menyerahkan semua urusan kepada Allah. Semoga syetan tidak mengganggu tidur kita.

 

2. Tutuplah Mulut dengan Tangan Saat Menguap

Syetan memanfaatkan berbagai kesempatan untuk masuk ke dalam tubuh manusia. Bila ia tidak bisa masuk melalui peredaran darah, maka ia mencuri-curi kesempatan lain untuk masuk. Sekecil apapun kesempatan itu, saat kita menguap misalnya.

“Sesungguhnya Allah mencintai (perbuatan) bersin dan membenci (perbuatan) menguap: karena itu jika seseorang bersin lalu membaca alhamdulillah. maka wajib atas setiap muslim yang mendengarnya untuk menjawabnya (dengan mengucapkan doa yarhamukallah), sedangkan menguap adalah dari setan maka hendaklah ia menahannya sedapat mungkin bila dia berkata “haa..”, maka syetan menertawakannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Syetan mentertawakan orang yang menguap dan tidak menutup mulutnya, apalagi bila muncul suara “haa..” syetan sekaligus mengambil kesempatan untuk masuk melalui mulut.

Jangan sudi menjadi bahan olok-olokan syetan, atau bahkan kerasukan syetan saat menguap. Karena itu, tidak ada pilihan lain kecuali harus segera menutup mulut dengan tangan. Atau kalau toh masih bisa ditahan tentu hal ini lebih baik. “Apabila salah seorang di antara kalian menguap. maka hendaklah ia menutup mulutnya dengan tangannya karena syetan akan masuk.” (HR. Muslim).

Secara medis menguap merupakan isyarat bahwa otak kita sudah kekurangan pasokan oksigen. Sehingga menggiring syaraf tertentu untuk bereaksi. Hasilnya mulut kita segera terbuka dan ingin menarik nafas dalam-dalam. Ini adalah pertanda bahwa otak sudah mengalami titik jenuh, atau kondisi badan yang kecapekan. Untuk itu segeralah menarik nafas dalam-dalam beberapa kali, agar ada pasokan udara yang cukup ke dalam paru-paru. Dan lebih baik lagi, bila olahraga sejenak melepaskan ketegangan otot.

 

3. Perbanyaklah Dzikir agar Tidak Lupa

Ada sebuah ungkapan, “Tidaklah manusia itu dinamakan manusia kecuali karena sifatnya yang pelupa.” Demikianlah kenyataan yang ada. Tapi hal ini tidak boleh dijadikan sebagai alasan untuk membenarkan kesalahan yang kita lakukan.

Orang boleh lupa sehingga melakukan kesalahan. Tapi, sekali lagi, lupa tidak bisa dijadikan alasan untuk pembenaran atas kesalahan yang terjadi. Apalagi bila itu adalah kesalahan yang sama. Cukup satu kali kehilangan tongkat dan jangan sampai jatuh ke lubang yang sama untuk kedua kali.

Ketahuilah, sesungguhnya lupa yang sering kali mengiringi keseharian kita tidak bisa dilepaskan dari ulah syetan. Cukup banyak dalil dalam Al-Qur’an yang menceritakan hal ini. Seperti kisah yang terjadi pada nabi Musa, dalam pencariannya mencari nabi Hidhr. Nabi Musa dan sahabatnya sampai lupa untuk berhenti pada tempat yang diisyaratkan sebagai tempat keberadaan nabi Hidhr. Sehingga sahabatnya berkata kepada Musa, “Maka sesungguhnya saya lupa (menceritakan tentang) ikan itu, dan tidak ada yang melupakan saya untuk menceritakannya kecuali syetan.” (QS. Al-Kahfi: 63)

Bila demikian halnya, maka sudah seharusnya kita selalu berdzikir dalam berbagai kesempatan. Agar syetan tidak membuat kita menjadi pelupa.

 

4. Waspadalah Bila Riak-Riak dalam Keluarga Mulai Membesar

Riak-riak kecil dalam rumah tangga, itu hal yang biasa dan lumrah. Bukankah, orang bijak sering mengatakan bahwa itu adalah bumbu kehidupan. Ibarat sayur tanpa garam, tentu terasa hambar. Demikian pula dengan kehidupan keluarga. Bila tidak ada sedikit riak yang mengalir, niscaya kurang berdinamika.

Tapi bila riak masalah itu semakin membesar, tidak bisa lagi didiamkan begitu saja. Karena bisa membuka pintu datangnya syetan. Sebagaimana diceritakan dalam sebuah hadits bahwa syetan memberikan laporan kepada Iblis atas apa yang dilakukannya, “… Aku tidak meninggalkannya hingga aku telah menceraikannya dari istrinya.” Kemudian Iblis mendekatkannya seraya berkata, “Ya kamu.” Al-A’masy berkata, “Aku melihatnya (Rasulullah) bersabda, “Kemudian dia menjadikan. pengawalnya.” (HR. Muslim)

Dan bila sudah demikian, maka mulailah membangun kembali saling pemahaman. Pilihlah waktu yang tepat untuk mengenang kembali masa-masa indah dahulu. Terimalah kekurangan yang ada dari pasangan masing-masing, karena manusia memang tidak ada yang sempurna.

Inilah beberapa perilaku syetan yang sering mempengaruhi kita. Ingat jangan pernah menjadi antek syetan dengan ikut serta menyebarkan perilaku-perilaku ini. Dan bentengilah diri daril syetan yang terkutuk.

 

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 16 Th. 2/ 1425 H/ 2004 M

Penguasa dan Delapan Puluh Ribu Dukunnya

Ada seorang penguasa yang arogan dan otoriter, dia memerintah rakyatnya dengan tangan besi. Kekejamannya membuat orang-orang yang berseberangan dengannya miris dan menciut nyalinya. Tidak seorangpun berani berkata tidak jika dekrit sudah disahkannya. Segala cara ia tempuh untuk menyingkirkan pesaingnya atau melanggengkan kekuasaannya. Bahkan ia pernah menginstruksikan antek-anteknya, untuk melenyapkan generasi laki-laki yang baru lahir pada masanya, karena dikhawatirkan mengkudeta tahtanya. Justru di puncak kecemasannya akan kehilangan mahkota, tampillah dalam kancah kekuasaan otoriternya seorang pemuda pemberani yang selama ini menjadi anak angkatnya.

Pemuda muslim yang shalih itu mulai mengajaknya untuk tunduk kepada Allah. Tapi penguasa yang dalam kamus kehidupannya tidak pernah tunduk kepada siapapun, marah besar saat mendengar seruan si pemuda. Sering sekali mereka berdua berdebat dan beradu argumentasi untuk mempertahankan keyakinan masing- masing. Bahkan saat penguasa itu kalah berdebat, dia menuding pemuda itu adalah orang gila.

Sampai pada suatu saat si penguasa kehabisan kata-kata, dengan emosi dia menantang si pemuda, “Tunjukkan suatu bukti kepadaku, jika keyakinanmu itu yang benar.” Si pemuda yang di dampingi saudara kandungnya, mempertunjukkan suatu tontonan yang spektakuler dan fantastis untuk membuktikan kebenaran dakwahnya. Tongkat yang dipegangnya ia lemparkan, lalu berubah menjadi seekor ular yang besar. Selanjutnya ia menarik tangannya dari balik bajunya, lalu sinar yang putih bersih terpancar. Si penguasa dan antek-anteknya tercengang melihat kejadian itu. Dan untuk menyelamatkan mukanya serta mengingkari kebenaran si pemuda, dia mengklaim bahwa apa yang dilihatnya itu adalah sihir. Agar pengikutnya tidak berpaling atau pindah haluan ke si pemuda, si penguasa berjanji akan menggelar tontonan yang serupa bahkan lebih spektakuler untuk menandingi “sihir” si pemuda. Dia meyakinkan rakyatnya bahwa pemuda ini sangat berbahaya, kalau tidak dibendung langkahnya, ia pasti akan mengusir rakyatnya dari tanah air mereka dengan ilmu sihirnya. Akhirnya disepakatilah adu kekuatan dan kehebatan untuk menentukan pihak siapa yang lebih hebat.

Pada waktu itu, tepatnya tanggal sepuluh bulan Muharram. Di waktu pagi mulai beranjak siang, semua lapisan masyarakat negeri berkumpul di alun-alun kerajaan, rakyat jelata duduk berkumpul mengelilingi alun-alun. Sedangkan si penguasa duduk di singgasana kebesarannya yang dikawal ketat serta dikelilingi antek-anteknya. Dan tepat dihadapan si penguasa berjajarlah para tukang sihir yang terhebat dan tertangguh dari seantero pelosok negeri. Pemuda dan saudaranya pun sudah siap untuk menunjukkan kebenaran misinya.

Kelihatannya si penguasa tidak main-main, dia kerahkan semua para tukang sihir jagoannya. Entah berapa tepatnya jumlah mereka, ada yang mengatakan sekitar 80.000 tukang sihir. Mereka terbagi menjadi empat kelompok besar, yang masing-masing kelompok dipimpin oleh Jawara sihir terhebat dan tersohor, yaitu: Sabur, Adzur, Hath Hath dan Mushaffa. Tibalah saat yang menegangkan, saat yang ditunggu-tunggu rakyat Mesir untuk menentukan kubu mana yang harus mereka ikuti. Bahkan saat menyaksikan betapa besarnya jumlah tukang sihir. rakyat negeri tersebut mengatakan, “Kita akan mengikuti para tukang sihir penguasa, saat mereka memenangkan pertandingan nanti.” Mereka tidak mengatakan, “Kita akan mengikuti yang haq (benar)” Karena definisi kebenaran ada di tangan penguasa.

Dengan congkaknya para tukang sihir menantang si pemuda, “Wahai pemuda! Siapa yang memulai duluan? Kamu atau kami?” Si pemuda menjawab, “Silahkan kalian lebih dahulu menunjukkan kehebatan kalian!” Kemudian mereka melemparkan tali-temali dan tongkat-tongkat mereka seraya berkata, “Demi kekuasaan penguasa, sesungguhnya kami benar-benar akan menang.” Lalu berubahlah tali-tali serta tongkat-tongkat mereka menjadi ular-ular yang menakutkan. Saat itu juga semua yang hadir tersihir, tak terkecuali si pemuda. Hatinya sempat gentar juga melihat tali-tali dan tongkat-tongkat yang sudah menjadi ular yang sangat banyak di depan matanya. Allah memberitahu kepada si pemuda, agar tidak gentar dan takut, karena apa yang dimilikinya lebih hebat dan lebih unggul. Adapun apa yang dilihatnya hanyalah sihir belaka. la pun diperintahkan untuk segera melemparkan tongkatnya ke arah kumpulan ular jadi-jadian itu. Ketika tongkat yang di tangannya dilemparkan, maka berubahlah menjadi ular raksasa beneran, lalu melahap kumpulan ular para tukang sihir, sampai tak tersisa satupun.

Pada saat para tukang sihir melihat tongkat si pemuda betul-betul menjadi ular sungguhan bukan jadi-jadian seperti tongkat-tongkat mereka. Mereka paham betul tentang seluk-beluk ilmu sihir. Dan yang sedang disaksikan mereka bukanlah termasuk jenis sihir. Mereka yakin itu bukanlah hasil karya si pemuda. Ya, para tukang sihir memang betul, apa yang mereka saksikan itu adalah salah satu bukti kebenaran si pemuda, dan tanda kebesaran Dzat yang mengutusnya ke penguasa yang lalim dan kaumnya. Maka tersungkurlah para tukang sihir semuanya bersujud (kepada Allah), seraya menyatakan keimanan mereka kepada Tuhannya si pemuda dan saudaranya.

Si Penguasa terhenyak melihat kejadian yang dramatis itu, kemarahanna langsung menyeruak memenuhi ubun-ubunnya, amarahnya terbakar lalu berteriak membentak para tukang sihir, “Apakah kalian beriman kepada si pemuda sebelum aku izinkan, sungguh ia adalah pembesar kalian yang mengajari kalian ilmu sihir, kalian memang sudah bersekongkol untuk menjatuhkanku.” Lalu ia mengancam, “Sesungguhnya aku akan menyalib kalian pada batang pohon kurma, dan kalian semua akan tahu siapa diantara kita yang lebih pedih dan lebih kekal siksanya.”

Karena keimanan para tukang sihir sudah menghunjam kuat dalam lubuk hati setelah menyaksikan mukjizat, maka ancaman si penguasa arogan itu tak berarti apa-apa, tidak menciutkan nyali mereka sama sekali. Inilah kalimat-kalimat pertaubatan mereka yang diabadikan dalam Al- Qur’an, “Kami sekali-kali tidak akan mengutamakan kamu daripada bukti-bukti yang nyata (mukjizat). yang telah datang kepada kami dan daripada Tuhan yang telah menciptakan kami, maka putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan. Sesungguhnya kamu hanya akan dapat memutuskan pada kehidupan di dunia ini saja. Sesungguhnya kami telah beriman kepada Tuhan kami, agar Dia mengampuni kesalahan-kesalahan kami dan sihir yang telah kamu paksakan kepada kami untuk melakukannya. Dan Allah lebih baik (pahala-Nya) dan lebih kekal (adzab- Nya)………………” (QS. Thaha: 72-74).

Itulah untaian kata-kata mutiara mantan tukang-tukang sihir yang bertaubat kepada Allah. Ketika dalam kesesatan, mereka tidak berani menolak perintah si penguasa, yaitu Firaun yang terlaknat. Tapi setelah iman kepada Tuhan si pemuda dan saudaranya, yaitu Musa dan Harun menghunjam di hati mereka, maka dengan gagahnya mereka menasehati dan mendakwahi Firaun.

Sungguh luar biasa, pagi hari mereka masih menjadi dukun, tapi di sore hari pada hari yang sama mereka sudah menjadi juru dakwah di depan penguasa yang selama ini mereka takuti.

Kisah pejabat dan beking di balik layar, para dukun sudah ada sejak dulu. Negeri yang dikuasai kesyirikan seperti Indonesia tak ubahnya Mesir ketika itu. Aktifitas negara dikuasai oleh para dukun.

Jangan jadi Fir’aun Indonesia, tetapi milikilah keimanan tukang sihir Fir’aun.

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 15 Th. 2/ 1425 H/ 2004 M

Kegagalan Makar Iblis di Suatu Muharram

Ketika para tokoh Quraisy berkumpul di Darun Nadwah (gedung parlemen mereka), iblis menyusup dan menjelma sebagai seorang tokoh besar dengan baju kebesarannya. Saat mereka melihatnya, merekapun bertanya; Siapakah Anda? la menjawab: Saya syekh (tokoh) dari kota Najed, saya mendengar kalian telah bersatu, karena itulah saya hadir ke sini agar kalian tidak kehilangan pendapat dan nasehat saya. Mereka antusias menyambutnya; “Ya, silahkan masuk.” Iblispun masuk bersama mereka lalu berkata: “Perhitungkanlah keberadaan lelaki itu (Muhammad). Demi Allah, sepak terjangnya tak terbendung oleh kalian.”

Diantara mereka ada yang berpendapat: “Penjarakan dia (Muhammad) dengan mengikatnya, sampai datang petaka yang menimpanya atau sampai mati sebagaimana para penyair seperti Zuhair dan An-Nabighah.” Iblis yang menjelma seorang tokoh kharismatik dari Najed berteriak; “Demi Allah, Tuhannya pasti mengeluarkannya dari penjara dan membawanya ke para shahabatnya. Mereka segera membela dan melindunginya, berarti pendapat ini sangat tidak tepat.”

Para pemimpin Quraisy menyahut; “Benar kata syekh ini. Carilah cara lain!” Lalu ada seseorang mengusulkan; “Kita keluarkan saja dia dari negeri ini atau kita buang. Kalau kita berhasil mengusirnya dari negeri ini, jangan pedulikan kemana dia pergi, dan dimana dia singgah. Sehingga kita bebas dari masalah ini, kemudian kita bisa konsolidasi ke dalam untuk persatuan kita seperti sediakala.”

Iblis berkata; “Tidak! Demi Allah, tidaklah tepat pendapat kalian ini. Tidakkah kalian tahu ucapannya yang indah, tutur katanya yang manis, dan ia bisa menarik hati banyak orang dengan apa yang disampaikannya? Demi Allah, kalau kalian lakukan ini, kalian tidak akan aman saat ia menempati suatu daerah Arab dan menguasai mereka dengan ucapan dan tutur katanya, akhirnya merekapun mengikutinya. Kemudian ia mengajak mereka untuk menyerang kalian sampai kalian takluk, lalu merebut tampuk kepemimpinan dari tangan kalian, carilah usulan selain ini.”

Abu Jahal bin Hisyam berpendapat: “Demi Allah saya punya pendapat yang belum pernah terbesit di benak kalian, yaitu kita memilih dari setiap kabilah seorang pemuda yang kuat, bernasab mulia, sebagai eksekutornya. Masing-masing dari pemuda itu kita beri sebilah pedang sharim (pemenggal), kemudian mereka mengepung rumahnya dan membunuhnya, sehingga jika mereka berhasil membunuhnya, kita akan terbebas dari tuntutan. Karena darah tebusan pasti dibebankan ke seluruh kabilah, dan Bani Abdul Manaf tidak mungkin memerangi kaumnya semua. Mereka pasti akan menerima diyat (harta tebusan) dari kita.”

Iblis yang menjelma syekh dari Najed berkata: “Pendapat laki-laki ini bagus sekali, inilah strategi yang jitu, saya kira tidak ada pendapat lain yang lebih bagus.” Mereka berpisah setelah bersepakat untuk membunuh Rasulullah alaihis shalatu was salam.

Jibril alahis salam mendatangi Rasulullah dan berkata: “Janganlah kamu tidur malam ini di tempat tidurmu!” Ketika pertengahan malam tiba, mereka telah berkumpul di depan pintu rumah Rasulullah, sambil mengintip kapan beliau tidur lalu mereka akan menyergapnya. Rasulullah mengetahui posisi mereka, sehingga memerintahkan Ali bin Abi Thalib untuk tidur di pembaringannya dengan berselimut jubah hijau dari Hadhramaut yang biasa dipakai tidur. “Sesungguhnya kamu tidak akan terkena suatu apapun yang tidak kamu senangi dari mereka,” tegas Rasulullah..

Abu Jahal bin Hisyam pada malam itu juga berada di tengah mereka, ia berkata: “Sesungguhnya Muhammad mengaku, jika kalian mengikutinya, kalian akan menjadi penguasa Arab dan non Arab, kemudian kalian akan dibangkitkan setelah mati nanti, dan mendapatkan surga seperti taman-taman di Yordania. Kalau kalian tidak mau mengikutinya, maka ia berhak menyembelih kalian, dan kalian akan dibangkitkan setelah mati, lalu kalian mendapatkan siksa api neraka dan dibakar didalamnya.”

Rasulullah keluar menghampiri mereka, beliau ambil segenggam tanah dengan tangan kanannya, kemudian berkata: “Ya, saya memang mengatakan demikian. Dan kamulah salah satu di antara mereka (yang masuk neraka). Allah menutupi penglihatan mereka, sehingga tidak bisa melihat Rasulullah. Kemudian Rasulullah menaburkan tanah itu ke atas kepala mereka seraya membaca surat Yasin ayat 1-9. Kemudian beliau pergi menuju tempat yang diinginkan..

Lalu mereka didatangi seseorang dan bertanya: “Siapa yang kalian tunggu disini?” Mereka menjawab: “Muhammad.” la berkata: “Allah telah membuat kalian merugi. Demi Allah, Muhammad telah keluar, dan berhasil menaburkan tanah di atas setiap kepala kalian.” Maka setiap orang meletakkan tangannya di atas kepala dan mendapati tanah di atasnya. Kemudian mereka mengintip ke dalam dan melihat Ali berselimutkan jubah Rasulullah. Mereka berkata: “Itu Muhammad sedang tertidur dalam jubahnya.” Merekapun terus menunggunya sampai pagi. Ali bin Abi Thalib bangun dari tempat tidurnya. Mereka baru sadar dan berkata: “Benar apa yang dikatakan orang tadi.” (Sirah Ibnu Hisyam: 2/94-97 dan Tafsir Ibnu Katsir:2/379)

Lihatlah gembong-gembong kafir Quraisy yang sudah kehabisan akal untuk membendung da’wah Rasululah. Berbagai macam cara telah digunakan, entah berapa intrik mereka yang telah gagal menghadang gerak laju da’wah Islam. Beragam bujukan dan tipu muslihat tidak membuat Rasulullah dan para sahabatnya takut. Akhirnya mereka berkolaborasi dengan nenek moyang jin dan raja syetan, yaitu Iblis si makhluk terlaknat.

Agar suara Iblis didengar, dia tampil layaknya orang besar kharismatik lengkap dengan atribut kebesarannya. Maka jangan tertipu dengan hanya melihat penampilan meyakinkan nama besar. Kalau ternyat dia adalah perpanjangan lidah Iblis.

Kisah di bulan Muharram menjelang hijrah itu, juga menggambarkan jelas kepada kita bahwa syetan manusia yang ketika itu diwakili oleh Abu Jahal sangat cerdas. Setelah Iblis menolak semua ide, dia tidak memaksakan idenya. Karena ide syetan manusia tidak kalah dengan ide-idenya.

Tetapi, atas ijin Allah. Di hadapan peristiwa besar, hijrah, semua makar Iblis dan agen-agennya gagal total. Itulah kekuatan Allah yang bisa kita raih dengan hijrah yang tulus. Selain hijrah tempat, ada hijrah hati. Di mana hijrah yang benar, kembali kepada Allah, akan memberikan kekuatan yang tidak mungkin ditembus oleh kekuatan Iblis sebesar apa pun.

Sungguh benar apa yang difirmankan Allah: “Sesungguhnya tipu daya syetan itu adalah lemah.” (An-Nisa: 76).

 

 

Ghoib, Edisi No. 13 Th. 2/ 1425 H/ 2004 M

Mencium “Batu Mulia” Hajar Aswad

Mencium "Batu Mulia" Hajar Aswad
Mencium “Batu Mulia” Hajar Aswad

Batu mulia itu menurut sejarah, diturunkan oleh Allah dari surga, kemudian ditempelkan pada sudut bangunan Baitullahil Muharram. Jauh sebelum manusia bertempat tinggal di muka bumi, para malaikat diperintahkan untuk membangun Baitullah atau Al-Kabah Al-Musyarrafah di atas tanah Haram Makky, kemudian mereka melakukan Thawaf (berkeliling) Ka’bah sebanyak tujuh kali dengan start dan finishnya sudut tempat Hajar Aswad ditempelkan. Itulah sebuah bangunan rumah Allah yang mulai dan diberkati, artinya rumah yang dibangun atas perintah Allah untuk tempat beribadah dan sebagai kiblat ummat manusia dalam beribadah dan berdoa. Allah taala berfirman, “Sesungguhnya rumah yang pertama kali dibangun untuk tempat beribadah bagi manusia ialah Baitullah yang berada di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi manusia semuanya.” (QS Ali Imran: 96).

Para tamu Allah yang datang dari pelbagai penjuru dunia untuk menunaikan ibadah haji dan umrah, mereka disunnahkan ketika melakukan thawaf untuk mencium Hajar Aswad atau menyentuhnya dengan tangan kanan kemudian menciumnya.

Banyak orang punya anggapan bahwa Hajar Aswad adalah sebagai lambang tangan kanan Allah di muka bumi untuk menyalami hamba-hambaNya. Sehingga mereka punya keyakinan-keyakinan yang berlebihan tentang Hajar Aswad. Dan merasa sudah berjabat tangan dengan Allah dan mencium tangan Allah, kemudian pulang ke negerinya dengan penuh kebanggaan dan ghurur (menipu diri sendiri).

Untuk menghapuskan anggapan-anggapan yang menyesatkan tentang batu mulia Hajar Aswad atau batu-batu yang lain, marilah kita tengok lembaran sejarah shahabat besar Umar bin Khottob radhiallahuanhu. Ketika thawaf dan selesai mencium serta menyentuh Hajar Aswad, dia berkata, “Sesungguhnya aku tahu kamu hanyalah batu, kamu tidak sanggup mendatangkan bahaya, dan kamu pun tidak sanggup mendatangkan manfaat. Seandainya aku tidak pernah melihat Rasulullah menyentuhmu dan menciummu, aku pun tidak akan menciummu.” Kemudian beliau membacakan firman Allah, “Sungguh dalam diri Rasulullah ada Uswah Hasanah untuk kalian.” (QS. Al-Ahzab: 21).

Imam Al-Khattabi berkata, “Dalam masalah ini haruslah menjadi maklum, bahwa mengikuti sunnah Rasul adalah wajib, meskipun belum ada secara touqify illah (alasan-alasan) yang diketahui, atau sebab-sebab yang logis.”

Memuliakan Hajar Aswad dengan mencium dan menyentuhnya dengan telapak tangan kanan saat thawaf adalah sunnah Rasulullah dan mengikutinya adalah ibadah. Sebagaimana seluruh kegiatan manasik haji yang lain, seperti berpakaian ihram, mengumandangkan lafal talbiyah, sai antara Shafa dan Marwah, dan lainnya adalah ibadah untuk Allah semata. Kewajiban kita hanyalah taslim (pasrah) dengan tuntunan Rasulullah.

Telah terbukti dan benarlah kata-kata Umar bin khattab, “Sesungguhnya aku pun tahu kamu hanyalah batu, tidak marnpu mendatangkan bahaya dan tidak mampu mendatangkan manfaat…” Dalam sejarahnya, Hajar Aswad pernah dicuri oleh orang-orang Syiah dan Hajar Aswad pun menghilang sekian lama dari sudut Baitullah. Dan akhirnya diketemukan pecahan-pecahan Hajar Aswad oleh kaum muslimin dan dikembalikan ke Baitullah. Maka Hajar Aswad sekarang yang dicium dan disentuh oleh kaum muslimin dari seluruh penjuru dunia hanyalah pecahan kecil-kecil Hajar Aswad yang ditempelkan pada logam perak di sudat Ka’bah itu.

Kita sebagai pengikut Ahlussunnah wal Jamaah semakin yakin, bahwa yang mampu mendatangkan bahaya atau menyingkap bahaya hanyalah Allah semata, dan yang mampu mendatangkan manfaat atau mencegahnya hanyalah Allah semata. Batu yang paling mulia di dunia yaitu Hajar Aswad pun tidak sanggup menahan dirinya dari tangan jahil yang mencurinya dan kemudian memecahkannya menjadi serpihan kecil-kecil. Apalagi batu lainnya sekedar pemberian seorang dukun. Tentu tidak maknanya sama sekali.

 

Ghoib, Edisi No. 12 Th. 2/ 1424 H/ 2004 M

HUBUNGI ADMIN