Penampakan Jin di Era Rasulullah

 

  1. Di Darun Nadwah

Ketika para tokoh kafir Quraisy berkumpul di Darun Nadwah (gedung parlemen mereka), iblis menyusup dan menjelma sebagai seorang tokoh besar dengan baju kebesarannya. Saat mereka melihatnya, mereka pun bertanya: “Siapakah Anda?” ia menjawab, “Saya Syekh (tokoh) dari kota Nejed. Saya mendengar kalian telah bersatu, karena itulah saya hadir ke sini untuk agar kalian tidak kehilangan pendapat dan nasehat saya.” Mereka antusias menyambutnya; “Ya silahkan masuk.” Iblis pus masuk bersama mereka lalu berkata, “Perhitungkanlah keberadaan lelaki itu (Muhammad). Demi Allah, sepak terjangnya tak akan bisa kalian bending …” (Sirah Ibnu Hisyam: 2/94 dan Tafsir Ibnu Katsir: 2/379)

  1. Di Perang Badar

Ibnu Abbas berkata, “Iblis telah menyerupai manusia sebagai sosok Suraqah bin Malik, pemuka Bani Mudlij. Ia datang ke tengah barisan tentara orang-orang musyrikin. Ia berkata: ‘Tidak ada seorang pun yang dapat menang terhadap kamu pada hari ini, dan sesungguhnya saya adalah pelindungmu’. Ketika manusia telah berkumpul Rasulullah SAW. mengambil segenggam debu, lalu beliau lemparkan ke arah orang-orang musyrikin, mereka pu lari tunggang langgang. Lalu Jibril menemui Iblis. Waktu itu Iblis sedang memegangi tangan salah seorang musyrik, begitu melihat kedatangan Jibril, ia langsung melepaskan tangan orang musyrik tersebut dan kabur mengambil langkah seribu. Orang musyrik itu pun langsung meneriakinya: ‘Wahi Suraqah, kamu tadi mengklaim diri sebagai pelindung kami? “ Iblis menjawab, “Sesungguhnya saya dapat melihat apa yang kalian tidak bisa melihatnya, sesungguhnya saya takut kepada Allah. Dan Allah sangat keras siksa-Nya.” Itulah reaksi Iblis saat melihat para malaikat.” (Tafsir Ibnu Katsir: 2/317).

  1. Di Dalam Shalat

Aisyah ra. berkata, “Ketika Rasulullah shalat, datanglah syetan kepadanya. Lalu Rasulullah menangkapnya, membantingnya dan menyekiknya. Rasulullah bersabda, “Sampai aku rasakan lidahnya yang dingin di tanganku.” (HR. Nasa’i)

  1. Di Dalam Gudang Zakat

Abu Hurairah berkata: Rasulullah mengamanahiku untuk menjaga hasil pengumpulan zakat di bulan Ramadhan, lalu datanglah seseorang. Lalu ia menciduk hasil zakat dengan tangannya. Aku menegurnya: “Demi Allah, kamu akan saya laporkan ke Rasulullah.” Lalu ia berkata: “Saya sangat butuh sekali, dan saya mempunyai keluarga yang sangat membutuhkan makanan ini.” Maka aku membiarkannya pergi. Di pagi harinya, Rasulullah bertanya kepadaku: “Apa yang dilakukan tahananmu semalam?”. (Lalu Abu Hurairaih bercerita, dan peristiwa itu berulang tiga kali), sampai akhirnya jin itu mengajari Abu Hurairah ayat Kursi untuk membentengi diri dari gangguan syetan. Dan hal itu dibenarkan Rasulullah. Beliau berkata, “Kali ini ia benar, padahal la pembohong, ia adalah syetan.” (HR. Bukhari).

  1. Di Dalam Gentong

Ubay bin Ka’ab berkata: “Saya pernah punya gentong yang berisi kurma, saya selalu memeriksanya. Namun pada suatu saat, kurma itu berkurang dan waktu itu saya melihat sosok hewan menyerupai anak remaji. Aku pun menegurnya, “Apakah kamu jin atau manusia?”’ la menjawab: “Aku jin”. Aku bertanya: “Apa yang bisa membentengi kami dari kejahatanmu?”’ la meniawab:”Ayat Kursi”. Lalu aku ceritakan hal itu ke Rasulullah. Beliau bersabda, “Syetan itu benar.” (HR. Nasa’i)

  1. Di Dalam Keranjang

Sesungguhnya Abu Ayyub mempunyai sekeranjang kurma, lalu datangtah hantu (syetan menampakkan diri) dan mengambilnya. Kemudian aku lapor ke Rasulullah, beliau berdabda, “Pergilah (ke tampatmu semula), apabila kamu melihatnya lagi, bacalah!. “Bismillah ajibi Rosulallah” (Dengan nama Allah, Taatilah seruan Rasulullah). Kemudian aku praktikkan, lalu dia (hantu tersebut) bersumpah untuk tidak datang lagi. Cerita ini sama dengan yang dialami oleh Abu Hurairah.” (HR. Tirmidzi)

  1. DI Dalam Rumah

Abu As-Sa’ib berkata bahwa bahwa Abu Sa’id al-Khudri pernah bercerita tentang pemuda penghuni rumah sebelahnya yang mati akibat balas dendam jin yang dibunuhnya. Waktu itu, jin itu menampakkan diri berupa ular, Tidak diketahui secara persis, mana yang terlebih dahulu mati, pemuda atau ular?

Ketika peristiwa itu disampaikan ke Rasulullah SAW. Beliau bersabda, “Sesungguhnya di Madinah ini ada jin yang telah masuk lslam. Oleh sebab itu, jika kalian melihat salah satu dari mereka, maka biarkanlah (izinkanlah) tiga hari. Jika setelah itu masih terlihat, maka bunuhlah karena ia adalah syetan.” (simak kisah Iengkapnya dalam hadits riwayat lmam Muslim).

 

Ghoib Ruqyah Syar’iyyah

Sumber : Majalah Ghoib Edisi 41/2

Jin Bisa Menampakkan Diri

Jin adalah mahkhluk Allah yang diciptakan dari api dan keberadaanya tidak terlihat oleh mata manusia, makanya ia dinamakan jin. Asal bahasa kata jin berarti sesuatu yang tersembunyi atau tertutup. Oleh sebab itu Allah berfirman, “Sesungguhnya ia dan pengikutpengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang karnu tidak bisa melihat mereka.” (QS. Al-A’raf: 27). Namun Allah memberinya kemampuan sehingga ia bisa menampakkan diri dan menyerupai sesuatu yang akhirnya bisa dilihat manusia. La bisa menyerupai rupa manusia atau hewan. Hanya saia ia tidak bisa menyerupai rupa Nabi Muhammad. Rasulullah bersabda, “.. .. Syetan tidak akan bisa menyerupaiku.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Al-Qur’an telah mengabadikan penampakan jin ketika perang Badar akan berkecamuk dalam surat Al-Anfal ayat 48. lbnu Abbas berkata, “lblis telah menyerupai manusia sebagai sosok Suraqah bin Malik, pemuka Bani Mudlij. la datang ke tengah barisan tentara orang-orang musyrikin. La berkata kepada orang-orang musyrikin: ‘Tidak ada seorang manusia pun yang dapat menang terhadap kalian pada hari ini, dan sesungguhnya saya adalah pelindung kalian. Ketika manusia telah berkumpul, Rasulullah mengambil segenggam debu, lalu beliau lemparkan ke arah orang-orang musyrikin, mereka pun lari tunggang langgang. Lalu Jibril menemui lblis. Waktu itu lblis sedang memegangi tangan salah seorang musyrik. Begitu melihat kedatangan Jibril, ia langsung melepaskan tangan orang musyrik tersebut dan kabur mengambil langkahseribu. Orang musyrik itu pun langsung meneriakinya: Wahai Suraqah, kamu tadi mengklaim diri sebagai pelindung kami? Iblis menjawab: “Sesungguhnya saya melihat apa yang kalian tidak bisa melihatnya, sesungguhnya saya takut kepada Allah. Dan Allah sangat keras siksa-Nya.” Itulah reaksi lblis saat melihat para malaikat.” (Tafsir lbnu Katsir: 2/317).

Makanya Syaikhul lslam lbnu Taimiyyah berkata, “Dan jin bisa menyerupai rupa manusia dan hewan. Mereka menyerupai ular dan kalajengking atau yang lainnya. Dan bisa juga menyerupai onta, sapi, kambing, kuda dan keledai serta menyerupai burung dan manusia.” (Risalatul Jin: 32).

Proses Jin Menampakkan diri

Tidak semua jin bisa merubah dirinya dari bentuknya semula ke bentuk yang lain lalu menampakkan diri ke manusia. Ada proses yang harus mereka lalui dan ada aktifitas yang harus mereka lakukan. Para ulama’ berbeda pendapat dalam mengemukakan proses perubahan diri jin agar bisa menampakkan diri kepada manusia.

1 .  Melalui bacaan atau ritual

Al-Qadhi Abu Ya’la berkata, “Pada hakikatnya syetan tidak punya kemampuan untuk bisa merubah diri dari bentuk aslinya dan merubah rupa, hanya saja Allah mengajari mereka suatu kalimat (bacaan) atau gerakan apabila mereka melakukan hal itu, maka jin tersebut bisa merubah dirinya dari bentuknya semula. Sehingga penampakan diri ini bisa terjadi ketika mereka mengucapkan kalimat atau melakukan aktifitas tersebut, lalu Allah merubah bentuk mereka. Karena suatu yang mustahil bila syetan merubah dirinya sendiri ke bentuk yang lain, karena ia harus melebur bentuknya semula lalu merubah diri ke bentuk yang lain. Bila itu yang terjadi, maka ia akan mati dengan sendirinya . (Akamul Marjan: l9).

  1. Melalui ilmu sihir

Sementara itu ada ulama lain yangmenyatakan bahwa jin bisa berubah dari bentuknya semula ke bentuk yang lain karena menggunakan ilmu sihir. Pendapat ini berdasarkan riwayat yang berasal dari lbnu Abi Syaibah, “Ada orang yang bertanya kepada umar tentang jin yang menampakkan diri, Umar berkata: Sesungguhnya seseorang tidak akan bisa merubah bentuk asli sebagaimana Allah menciptakannya ke bentuk yang lain. Kalaupun terjadi (perubahan bentuk) itu berarti sihir. Jin mempunyai tukang-tukang sihir sebagaimana kalian (manusia). Apabila kalian melihat penampakan (jin), maka kumandangkanlah adzan.” (lbnu Hajar berkata: sanad riwayat ini shahih).

Dan Syekh Wahid Abdus Salam Bali (Penulis buku Wiqoyatul lnsan minal Jinni was Syaithon) condong ke pendapat yang kedua ini, karena pendapat pertama masih membutuhkan dalil. la juga berkata bahwa ada riwayat serupa dengan yang disampaikan oleh lbnu Abi Syaibah, yaitu riwayat yang berasal dari lbnu Abid Dunya dan sanadnya hasan. (Wiqayatul lnsan minal Jinni was Syaithon: 28).

Dengan cara apapun jin menampakkan diri, melaui bacaan dan gerakan atau dengan bantuan ilmu sihir, pada hakikatnya mereka tidak bisa melakukan perubahan bentuk dan penampakan tanpa izin Allah. Bacaan dan gerakan mereka adalah merupakan upaya, dan hasilnya bergantung kepada kehendak Allah. Begitu juga ilmu sihir, ilmu itu tidak akan berpengaruh atau berhasil jika tanpa izin dari Allah. Allah telah berfirman, “… Dan mereka itu (tukang sihir) tidak memberi madharat dengan sihirnya kepada seorang pun kecuali dengan izin Allah …” (QS. Al-Baqarah: lO2).

Yang jelas, penampakan jin itu bukanlah takhayyul atau mengada-ada, karena kebenaran kejadiannya telah tercatat dalam al-Qur’an (surat Al-Anfal: 48) dan juga tercatat dalam hadits shahih dariAisyah, ia berkata, “Ketika Rasulullah shalat, datanglah syetan kepadanya. Lalu Rasulullah menangkapnya, membantingnya dan mencekiknya. Rasulullah bersabda, “Sampai aku rasakan lidahnya yang dingin di tanganku,” (HR. Nasa’i). Memang jin bisa menampakkan diri.

 

Ghoib Ruqyah Syar’iyyah

Sumber : Majalah Ghoib Edisi 41/2

5 Tindakan Menghadapi Penampakan

Berikut ini tindakan yang sebaiknya dilakukan oleh seorang muslim, saat menghadapi penampakan jin di sekitarnya.

  1. Jangan Panik

Seseram apapun syetan menampakkan diri dan mengganggu ketenangan kita, janganlah takut atau panik, apalagi sampai histeris dan kalut tidak bisa mengendalikan diri. Biasanya orang yang dalam kondisi seperti itu, sulit untuk berpikir jernih. Sering tidak tepat dalam mengambil tindakan atau mencari solusi dari permasalahan. la tidak ingat lagi dengan rambu-rambu agama, segala cara akan ditempuh dan dijalani agar masalahnya selesai. Termasuk mendatangi dukun atau orang pintar, minta jimat atau pusaka, amalan atau gembolan untuk mengusir penampakan syetan yang membuatnya ketakutan.

Di samping itu juga, orang yang sedang ketakutan itu gampang dimasuki oleh syetan, karena saat itu ia kehilangan kendali diri, bahkan tidak bisa menguasai diri. Syekh Wahid Abdus Salam Bali berkata, “Jin yang dhalim (syetan) lalu mengganggu manusia dengan berusaha merasuk ke tubuhnya, maka ia tidak akan masuk kecuali manusia itu dalam kondisi: amarah yang memuncak, ketakutan yang sangat, larut dalam kubangan syahwat dan lalai.” (Wiqayotul lnsan minal Jinni was Syaithan: 76).

lmam Mujahid (seorang generasi Tabi’in) berkata, “Syetan lebih takut kepada salah seorang dari kalian. Karena itu jika dia menampakkan diri kepada kalian, janganlah kalian takut karena ia akan mengalahkan kalian. Tetapi bersikaplah keras kepadanya, maka dia akan pergi.”

  1. Jangan Dicela dan Dicaci

Ada seorang ibu yang mengadu kepada seseorang karena dalamkehidupannya sering ditampaki syetan, orang tersebut menyarankan kepada ibu tadi agar tidak takut atau gentar dalam menghadapinya. “Katakan saja kepadanya: Mau apaan lu? Jelek lu!!!”, begitulah sarannya. Untuk menunjukkan bahwa kita tidak takut pada penampakan syetan, ibu itu disuruh untuk mencaci syetan itu. Padahal dalam haditsnya Rasulullah telah menyatakan, “Janganlah kalian mencaci maki syetan, tapi berlindunglah kepada Allah dari kejahatannya.” (HR. Ad-Dailami dan dishahihkan oleh Al-Albani).

lmam al-Munawi berkata, “Karena dengan mencaci maki syetan, kita tidak akan selamat dari gangguannya dan juga tidak akan membuatnya jera untuk memusuhi kita. Tapi dengan berlindung kepada Allah dari kejahatannya, itu adalah tindakan yang tepat. Karena Dialah yang menguasai syetan, dan yang kuasa untuk menolak makar syetan dari hamba-Nya yang dikehendaki-Nya.” (Faidhul Qadir: 6/400).

  1. Membaca Isti’adzah dan Berdo’a

Syetan senantiasa menggoda dan mengganggu hamba Allah yang beriman. Karena misi utamanya adalah iffi nyesatkan mereka dan menjadi temannya di neraka. Datangnya gangguan dan godaan itu bisa siang atau malam, pagi atau sore. Saat kita terjaga atau tidur, saat kita pergi atau di rumah, sendiri atau berkelompok, dalam suasana sepi atau ramai. Karena itu, Allah berpesan kepada kita agar selalu waspada terhadap musuh-musuh-Nya. Dia juga memerintahkan kita untuk selalu memohon perlindungan-Nya. “Dan jika syetan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Allah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Fushshilat: 36).

Rasulullah SAW. juga berpesan kepada umatnya sebagaimana yang diceritakan oleh Abu Dzar, “Ketika aku masuk masjid, Rasulullah berada di dalamnya. Lalu saya datang menghampirinya. Beliau berpesan, “Wahai Abu Dzar! Mintalah perlindungan kepada Allah dari kejahatan syetan jin dan syetan manusia.” Aku beratanya, “Apakah di kalangan manusia ada yang menjadi syetan?” Beliau menjawab, “Ya.” (HR. Nasa’i).

  1. Lantunkanlah Adzan dan lqomah

Banyak orang memahami bahwa kalimat adzan itu hanya boleh dilantunkan ketika waktu shalat tiba.  Sedangkan selain waktu itu kita dilarang untuk mengumandangkannya. Padahal adzan disamping berfungsi sebagai pertanda waktu shalat telah tiba, juga berfungsi sebagai senjata ampuh untuk melawan syetan.

Dalam riwayatnya lbnu Abi Syaibah berkata, “Ada orang yang bertanya kepada Umar tentang jin yang menampakan diri, Umar berkata: Sesungguhnya seseorang tidak akan bisa merubah bentuk asli sebagaimana Allah menciptakannya ke bentuk yang lain. Kalaupun terjadi (perubahan bentuk) itu berarti sihir. Jin mempunyai tukang-tukang sihir sebagaiman kalian (manusia). Apabila kalian melihat penampakan (jin), maka kumandangkanlah adzan.” (lbnu Hajar berkata: sanad riwayat ini shahih).

Memang dalam hadits, Rasulullah telah menyatakan bahwa syetan akan lari tunggang langgang saat  mendengar alunan adzan. Abu Hurairah berkata: Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya apabila syetan mendengar panggilan untuk shalat (adzan), lari menjauh sampai terkentut-kentut, hingga pada jarak yang tak terdengar (adzan). Apabila sudah selesai adzan dia kembali lagi untuk mengganggu. Dan apabila dia mendengar iqamah, dia kabur ke arah yang tak terdengar (iqamah). Apabila selesai iqamah, dia kembali lagi untuk mengganggu.” (HR. Muslim hadits no. 389)

  1. Lakukanlah Perlawanan

Bila ada penampakan, ada beberapa kemungkinan. Mungkin itu betul-betul jin yang menampakkan diri untuk mengganggu dan menakut-nakuti kita. Atau itu hanya halusinasi belaka. Atau itu manusia yang berniat untuk menakut-nakuti kita atau berniat iseng belaka. Oleh sebab itu bila ada penampakan, di samping melakukan  beberapa hal di atas, maka lakukanlah perlawanan. Seandainya itu hanya halusinasi, maka dengan menyerangnya akan terbukti bahwa penampakan itu bukan jin sungguhan. Kalau itu jin sungguhan, maka dengan bacaan lsti’adzah kita akan dilindungi Allah dari kejahatannya. Dan dengan adzan ia akan kabur dan lari terpontang-panting. Dan penampakan jin apabila kita lawan, kita lempar atau kita tembak, maka ia akan terkena dampaknya. la akan terluka dengan senjata tajam dan terjangan timah panas. Karena ketika jin menampakkan diri, maka akan berlaku hukum penampakan seperti manusia. Begitulah kajian syari’at yang benar.

Mujahid telah berkata, “Setiap aku berdiri untuk melakukan shalat, ada syetan yang senantiasa menampakkan diri dalam bentuk lbnu Abbas. Lalu aku teringat pesan lbnu Abbas. Kemudian aku selalu menyiapkan pisau.  Sampai pada saat ia menampakkan diri lagi kepadaku, aku langsung menyerang dan menusuknya sampai ia terjatuh. Akupun mendengar dengan jelas suara jatuhnya. Setelah itu aku tidak pernah melihat ia  menampakkan diri lagi.” (Wiqayotul lnsan minal Jinni was Syaithan: 33).

Maka dari itu, janganlah panik atau ketakutan saat melihat penampakan. Berlindunglah kepada Allah dan bersikaplah keras.

 

Ghoib Ruqyah Syar’iyyah

Sumber : Majalah Ghoib Edisi 41/2

Bintang untuk Menyerang Syetan

Malam bertabur bintang. Memiliki sejuta keindahan. Setiap orang menterjemahkan suasana malam itu dengan penafsiran hatinya masing-masing. Sesuai dengan suasana hatinya malam itu.

Tetapi apapun penafsiran hati kita, bintang di langit disaat langit cerah, membuat malam semakin terasa syahdu dan indah. Tak terhitung jumlah bintang yang bisa kita saksikan dengan mata telanjang.

Bintang yang hanya Nampak berkedap-kedip nun jauh di angkasa sana, ternyata sangat besar ukurannya. Bahkan di antara bintang yang keci itu ada yang ukurannya lebih besar dari matahari kita.

Tentu, dari sekian banyak bintang yang ada, masih sangat banyak yang belum di ketahui. Bintang-bintang itu masih menyimpan berjuta maisteri yang belum diketahui dan dipecahkan manusia. Masih sangat sedikit yang bisa lakukan dan kita ketahui dari bintang-bintang itu. Kita baru bisa melihatnya dari jauh. Pembicaraan dan pengiriman manusia ke planet Mars atau bulan masih belum bisa mengungkap secara lengkap. Masih menyisakan banyak pertanyaan.

Tidak ada ciptaan Allah yang sia-sia. Bintang-bintang yang bertaburan itu mempunyai beberapa fungsi. Bintang sebagai petunjuk bagi manusia. Bintang sebagai hiasan angkasa dan bintang sebagai pelempar syetan.

Bintang sebagai petnjuk bagi manusia, maksudnya adalah dengan bintang itulah Allah ingin memberikan petunjuk arah angin dan musim. Nelayan adalah salah satu prosfesi yang sangat dekat dengan masalah ini. Ketika dia diombang-ambingkan oleh ombak di malam hari, ketika daratan sudah tidak lagi Nampak. Yang ada hanya dia, perahu, hembusan angin air laut dan bintang. Sebelum adanya kompas, bintang menjadi patokan bagi para nelayan untuk menentukan arah. Sehingga dia bisa merapat ke pantai lagi dan tidak tersesat. Karena bintang-bintang itu mempunyai tempat yang bisa dipastikan keberadaanya. Allah berfirman, “Dan (Dia ciptakan) tanda-tanda (petunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang itulah mereka mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl: 16)

Demikian juga untuk menentukan musim. Dengan bintang bisa diperkirakan bahwa musim tertentu akan datang. Ini semua merupakan kejadian alam yang selalu berputar sesuai dengan alurnya.

Bahkan para dukun pun memanfaatkan keberadaan bintang-bintang itu untuk meramal nasib seseorang. Dari jodoh, rizki hingga kesehatan. Tetapi yang satu ini tidak dibenarkan dalam Islam. dikarenakan tiga urusan tersebut tidak ditentukan oleh bintang tetapi telah ditentukan dalam catatan taqdir setiap orang. Maka, ini berurusan dengan masalah ghoib yang tidak mengkin diketahui oleh siapapun kecuali melalui dalil yang jelas dan terang.

Bintang juga berfungsi sebagai hiasan langit. Bak taburan lampu-lampu mahal dengan warna-warna sinar lampu yang indah. Menduhkan pandangan mata. Menyejukkan hati yang sedang gundah dan menundukkan hati yang sedang meninggi. “Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintan-bintang.” (QS. Al-Mulk: 5)

Nah, diantara bintang-bintang itu ada bintang berpindah. Yang terkadang bisa kita lihat dengan mata kita, bintang melesat seperti dilemparkan.

Ternyata pindahnya bintang dari satu tempat ke yang lain, buka saja merupakan peristiwa alam. Tetapi mengandung sisi keghoiban. Yaitu sesuai dengan firman Allah, “Sesungguhnya Komi telah menghias langit yang terdekat dengan hiasan, yaitu bintang-bintang, dan telah memeliharanya (sebena-benarnya) dari setiap syetan yang sangat durhaka.” (QS, Ash-Shaffat: 5-7).

Allah memelihara langit dan isi langit – berupa pembicaraan antar malaikat – dengan menggunakan bintang yang dilemparkan kepada pencuri berita langit itu, yaitu para syetan-syetan. Lebih jelas lagi Allah mengatakan dalam surat Al-Mulk: 5, “Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit paling dekat dengan bintang-bintang dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar syetan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala.”

Syetan-syetan itu berusaha mencuri pembicaraan para malaikat tentang taqdir hari itu. Syetan yang berkolaborasi dengan para dukun berupaya untuk mengetahui sesuatu sebelum terjadi. Dengan cara “menguping” berita langit. Maka kemudian setiap ada syetan yang berusaha mencuri, Allah melempari mereka dengan bintang yang akan membakar mereka. “Barangsiapa (di antara mereka) yang mencuri-curi (pembicaraan) maka ia dikejar oleh suluh api yang cemerlang.” (QS. Ash-Shaffat: 10).

Suluh api itu akan mengejar syetan agar tidak bisa mendapatkan berita langit. Allah melindungi alam semesta ini dari kerusakan yang diperbuat oleh syetan. Karena syetan akan menyesatkan anak cucu Adam dengan berita hasil curiannya itu.

Penjagaan ini baru Allah ciptakan setelah Nabi Muhammad diutus. Sebelumnya langit tidak ada bintang penjaga. Sebagaimana pernyataan jin sendiri yang diabadikan dalam surat Al-Jin: 8-9, “Dan sesungguhnya kami telah mencoba mengetahui (rahasia) Iangit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api. Dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mendengar-dengarkan (berita-beritanya). Tetapi sekarang barangsiapa yang (mencoba) mendenga-dengarkan (seperti itu) tentu akan menjumpai panah api yang mengintai (untuk membakarnya).”

Para ulama tafsir mengatakan bahwa kata sekarang yang dimaksud para jin itu adalah setelah diutusnya Nabi Muhammad. Jadi, inilah sisi ghoib pada sebagian bintang itu. Bukan saja merupakan kejadian alam berpindahnya bintang. Tetapi lebih dari itu, Al-Quran mengkhabarkan kepada kita bahwa bintang itu sedang mengejar syetan yang sedang melakukan pencurian. Untuk membakar dan membantai syetan pencuri.

Dan memang bintang adalah salah satu makhluk Allah yang berada di gengggaman Allah. Allah telah menciptakan bintang-bintang dan difungsikan untuk ketiga hal tersebut. “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Alloh yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha suci Allah,Tuhan semesta alam.” (QS. Al-A’rof: 54).

Sungguh, Maha Suci Allah sebaik-baik pencipta.

 

Ghoib Ruqyah Syar’iyyah

Syetan

“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syetan-syetan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).” (QS. Al-An’am: 112)

Dalam ayat ini disebutkan dua jenis syetan. Yaitu syetan manusia dan syetan jin. Satu sama lain saling memberikan informasi bagaimana menyesatkan orang yang menjadi sasaran penyesatannya.

Masalahnya kemudian ulama berbeda pendapat, apakah ada jenis syetan dari golongan manusia ataukah tidak. Dengan kata lain apakah yang dimaksud dengan syetan manusia itu adalah syetan yang berasal dari bangsa manusia, ataukah mereka itu syetan dari bangsa jin yang menyesatkan manusia. Mereka tidak menyesatkan bangsa jin karena di sana juga sudah ada syetan.

Pada sisi lain, mereka sepakat bahwa di antara bangsa jin ada yang menjadi syetan.

Untuk lebih jelas inilah kedua pendapat tersebut. Ibnu Katsir mensitir pernyataan Asbath yang menukil bahwa Sudiy dan Ikrimah telah berkata, “Yang dimaksud dengan syetan manusia adalah syetan yang menyesatkan manusia. Sedangkan syetan jin adalah syetan yang menyesatkan jin. Kedua syetan ini bertemu. Satu sama lain saling bercerita bahwa saya telah menyesatkan fulan dengan cara begini dan begitu. Maka sesatkanlah dia dengan cara seperti ini. Kedua syetan itu saling mengajarkan cara menyesatkan orang yang menjadi tujuan.

Ibnu Jarir memahami pernyataan Asbath di atas, bahwa syetan manusia adalah syetan dari bangsa jin yang menyesatkan manusia. Mereka tidak berasal dari bangsa manusia. (Tafsir Ibnu Katsir: 2/166-167)

Adapun pendapat kedua menyatakan bahwa syetan ada yang berasal dari bangsa manusia dan bangsa jin. Dengan kata lain bahwa yang dimaksud dengan syetan manusia di atas adalah ada di antara manusia yang menjadi syetan lantaran sikapnya yang menentang perintah Allah. Ia menyesatkan manusia dari beribadah kepada Allah.

Begitulah pendapat Qatadah, Ibnu Katsir dan sebagian besar ulama. Pendapat mereka diperkuat dengan dalil yang tak terbantahkan. Pertama secara bahasa syetan dalam bahasa Arab diartikan dengan setiap pembangkang dari golongan manusia, jin, binatang melata maupun makhluk lainnya.

Adapun dalil nash adalah hadits Abu Dzar. la berkata, “Saya menemui Rasulullah di masjid. Beliau sudah lama duduk di sana. Saya pun langsung duduk. Rasulullah bertanya, ‘Wahai Abu Dzar, apakah kamu sudah shalat?’ ‘Belum,’ jawab saya. Rasulullah berkata, ‘Berdiri dan shalatlah!’ Abu Dzar berkata, ‘Saya kemudian berdiri dan shalat lalu saya duduk lagi.’ Rasulullah berkata, ‘Wahai Abu Dzar berlindunglah dari syetan manusia dan syetan jin!’ Abu Dzar berkata, ‘Saya bertanya, ‘Ya Rasulullah, apakah manusia ada yang menjadi syetan?’ ‘Ya’ jawab Rasulullah.” (HR. Ahmad).

Hadits Abu Dzar ini disebutkan dalam beberapa riwayat. Riwayat yang satu dan lainnya saling menguatkan. Dengan demikian, pendapat kedua lebih kuat dari pendapat pertama. Karena itu dalam kitab Jami’ul Bayan dikatakan, “semua pembangkang disebut dengan syetan karena tingkah lakunya yang menyalahi kebiasaan teman-temannya. Baik ucapan maupun perbuatan. Serta jauhnya dia dari kebaikan.” (Jamiul Bayan; 1/49)

 

 

 

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 59 Th. 4/ 1427 H/ 2006 M

“Iblis”

PERDEBATAN di kalangan ulama apakah Iblis termasuk golongan malaikat ataukah dari bangsa jin cukup panjang. Namun, seperti diungkapkan Ibnu Katsir dalam tafsirnya tentang ayat 50 dari surat al-Kahfi dapat dijadikan pedoman bagi seorang muslim dalam mensikapi masalah ini. Ibnu Katsir mengatakan, bahwa ulama yang berpendapat bahwa Iblis berasal dari malaikat seringkali mendasarkan pendapat mereka kepada kisah Israiliyat (cerita-cerita yang berasal dari orang- orang Yahudi) yang banyak ditemukan dalam masalah-masalah seperti ini.

Padahal sesungguhnya apa yang diungkapkan Allah dalam al-Qur’an serta disampaikan Rasulullah dalam haditsnya yang shahih sudah lebih dari cukup bagi seorang muslim untuk menghilangkan keraguannya bahwa Iblis merupakan bapak moyangnya jin.

Allah berfirman, “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya.” (QS. Al-Kahfi: 50)

Dalam ayat ini Allah mengatakan dengan tegas bahwa Iblis berasal dari golongan jin. la bukan dari golongan malaikat yang tinggal di sebuah perkampungan yang disebut dengan Jaan.

Di sinilah lahir pertanyaan, bila memang Iblis bukan dari golongan malaikat mengapa ketika Allah memerintahkan malaikat untuk bersujud kepada Nabi Adam, Iblis masuk di dalamnya? Jawaban dari masalah ini diungkapkan dengan jelas oleh Ibnu Katsir.

la mengatakan, Iblis yang berasal dari golongan jin itu terikat dengan perintah Allah kepada malaikat untuk bersujud kepada Nabi Adam, karena Iblis telah merubah tabiatnya. Iblis telah berkumpul dengan malaikat dan tasyabuh dengan segala hal yang dilakukan malaikat. Dalam tata cara ibadah Iblis juga mengekor kepada malaikat. Karena itulah perintah Allah kepada malaikat juga melibatkan Iblis. Konsekuensinya bila Iblis tidak mau melaksanakan perintah Allah, maka dia berhak mendapat hukuman.

Hasan al-Bashri senada dengan Ibnu Katsir. la mengatakan, Iblis sama sekali bukan dari golongan malaikat. Sesungguhnya Iblis adalah bapak moyangnya jin sebagaimana Nabi Adam adalah bapak moyangnya manusia.”

Sesungguhnya apa yang diungkapkan Ibnu Katsir dan Hasan al-Bashri juga diperkuat oleh hadits shahih yang diriwayatkan Imam Muslim dalam kitab shahihnya. “Malaikat diciptakan dari cahaya, Iblis diciptakan dari nyala api, dan Nabi Adam diciptakan dari apa yang dikatakan kepada kalian (tanah).” (HR. Muslim)

Asal penciptaan ketiga makhluk ini jelas menunjukkan perbedaan golongan mereka. Malaikat diciptakan dari cahaya, Iblis diciptakan dari api, sedangkan Nabi Adam diciptakan dari tanah.

Perhatikan firman Allah dalam surat ar- Rahman ayat 14-15. “Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar, dan Dia menciptakan jin dari nyala api.”

Kedua ayat ini dan hadits riwayat Muslim sepakat mengatakan bahwa asal penciptaan Iblis adalah dari nyala api. Nyala tentu berbeda dengan cahaya yang menjadi asal penciptaan malaikat.
Ghoib, Edisi No. 58 Th. 4/ 1427 H/ 2006 M

Serial Perilaku Syetan : Menjawab Hanya Mengandalkan Logika dari Syetan

1. Ngantuk Ketika Shalat

Ngantuk ketika shalat? Memang hal ini tidak seharusnya terjadi. Namun dalam keseharian kita betapa sering ditemukan seseorang yang terkantuk-kantuk ketika sholat. Saat pelaksanaan shalat Jum’at atau Shubuh misalnya, tidak jarang kita menemukan orang-orang yang terkantuk- kantuk ketika shalat, bahkan ada yang hampir terjatuh. Sungguh kesalahan yang tidak boleh terulang oleh siapapun.

Bisa jadi rasa kantuk itu tidak sekedar kelelahan fisik, tapi bisa juga karena ulah syetan yang tidak rela seseorang shalat dengan khusyu’. Seperti yang tersebut dalam hadits, “Ludah, ingus, haidh dan rasa kantuk ketika shalat itu dari syetan.” (HR. Ibnu Majah)

Dari sini sudah sewajarnya bila kita menaruh perhatian yang lebih menjelang shalat, termasuk juga persiapan fisik. Dan kalau toh memang rasa kantuk itu tetap tidak bisa ditahan, ada baiknya untuk tidur sejenak. Sepuluh atau lima belas menit mungkin sudah cukup. Hal ini untuk menghindari kesalahan yang mungkin terjadi. Kesalahan bacaan misalnya. Yang lebih parah bila kesalahan itu melahirkan celaan atau doa yang buruk untuk diri kita sendiri, seperti yang dihawatirkan Rasulullah. 

“Apabila seseorang mengantuk ketika shalat maka hendaklah ia tidur dahulu hingga hilang kantuknya. Karena bila ia tetap shalat dalam keadaan mengantuk maka dihawatirkan bila ia minta ampunan Allah maka yang terjadi adalah celaan untuk dirinya sendiri.” (HR. Abu Dawud).

Walau rasa kantuk ini tidak sampai membatalkan shalat, namun sudah sewajarnya ia tidak hadir di tengah-tengah munajat kita kepada Allah.

 

2. Kesalahan dalam Menjawab Pertanyaan

Syetan memang licik. Dalam berbagai kesempatan dia mengeksploitasi segala potensi yang dimiliki seseorang dan menariknya agar mengikuti dirinya (syetan) tanpa disadari. Semua orang tidak ada bedanya di mata syetan. Dalam arti, kesemuanya menjadi target godaan, baik orang pintar maupun bodoh.

Untuk orang pintar misalnya, yang sering menjadi rujukan pertanyaan sekian banyak warga. Syetan melihat dengan jeli bahwa ini adalah kesempatan yang tidak boleh terlewatkan, Kesempatan yang tidak datang setiap saat. Bila ada yang bertanya masalah agama, maka syetan akan menyusup dan mempengaruhi si orang pintar agar tidak merujuk kepada dalil al-Qur’an maupun hadits.

Syetan terus menggodanya sehingga si orang pintar hanya berputar-putar dengan logikanya. semata. Sungguh, keadaan semacam ini sedang menggejala di negeri yang dikenal sebgai negara dengan berpenduduk Islam terbesar di dunia ini. Kita melihat betapa mudah orang-orang yang dianggap sebagai tokoh intelektual Islam banyak berfatwa dengan mendasarkan pemikirannya pada akal semata.

Apa yang kita saksikan sekarang sangat jauh berbeda dengan pribadi-pribadi sahabat yang digembleng langsung oleh Rasulullah. Sebut saja Abdullah bin Mas’ud, seorang sahabat yang tidak diragukan lagi kedalaman pemahaman agamanya harus berhati-hati memberi jawaban atas pertanyaan warga yang bertanya tentang hak seorang wanita yang ditinggal mati suaminya. Sementara sang wanita belum sempat disetubuhi dan belum ditentukan berapa besar maharnya.

Abdullah bin Mas’ud masih enggan menjawab. Setelah sebulan lamanya warga terus memberondong Abdullah bin Mas’ud dengan pertanyaan yang sama hingga akhinya keluarlah pernyataan yang sangat melegakan. “Saya akan menjawab pertanyaan itu dengan ijtihad saya. Bila jawaban itu benar, maka sesungguhnya jawaban yang benar itu dari Allah tapi bila salah maka kesalahan itu dari saya dan syetan. Allah dan rasul-Nya terbebas dari kesalahan jawaban ini.”….” (HR. Abu Dawud).

Kita merindukan orang-orang pintar semacam Abdullah bin Mas’ud yang tidak sekedar berbicara dengan logika semata dan tidak menganggap dirinya paling pintar dan paling bisa menyelesaikan masalah.

 

3. Berpencar Ketika Tiba di Tempat yang Baru

Saat musim liburan sekolah, biasanya diiringi dengan meningkatnya acara study tour ke kawasan wisata alam. Ya, hitung-hitung menghilangkan beban setelah sekian lama anak-anak disibukkan oleh rutinitas sekolah yang kadang menjemukan. Kondisi alam yang menarik perhatian itu jangan sampai membuat anggota rombongan terpisah satu sama lainnya.

Karena terpencarnya anggota rombongan menjadi pertanda terlibatnya syetan. la berusaha memecah belah anggota rombongan. Sebagaimana tersebut dalam riwayat Abu Tsa’labah al-Khusyani yang mengatakan, “Dahulu orang-orang bila tiba di suatu tempat mereka berpencar di jalan-jalan pegunungan dan lembah. Kemudian Rasulullah berkata, “Sesungguhnya berpencarannya kalian di jalan pegunungan dan lembah-lembah ini adalah dari ulah syetan.” Setelah peristiwa ini, bila mereka tiba di suatu tempat, maka mereka berkumpul hingga dikatakan seandainya selembar kain dilemparkan kepada mereka, niscaya akan menutupi semua orang yang berkumpul itu.” (HR. Abu Dawud).

Karenanya, usahakanlah untuk selalu bersama rombongan bila sedang bepergian kemana saja. Bukan hanya saat study tour, tapi untuk segala hal karena banyak hal yang bisa dikerjakan dalam kebersamaan. 
Ghoib, Edisi No. 20 Th. 2/ 1425 H/ 2004 M

Hasbiyallah Wani’mal Wakil Kemenangan Ibrahim du Usia 16 Tahun

Hidayah adalah milik Allah semata, ketika Allah berkehendak untuk memberi hidayah seseorang, maka tak ada lagi yang bisa mencegah kehendak-Nya. Dan tak seorang pun yang mampu menyesatkan orang yang dibimbing-Nya. Begitu pula ketika Allah berkehendak untuk menyesat- kan seseorang, maka tak seorang pun sanggup memberikan petunjuk kepada orang tersebut.

Ibrahim, seorang diri yang mendapatkan bimbingan dari Allah, ia hidup di tengah keluarga dan masyarakat penyembah berhala, keluarga musyrik dan masyarakat musyrik yang nyata. Azar adalah ayahanda Ibrahim yang dikenal sebagai ahli pembuat patung untuk disembah.

Akan tetapi Allah dengan sifat Lathifun Lima Yas’a (Yang Maha Lembut terhadap Kehendak- Nya) memiliki rencana besar untuk melahirkan seorang nabi dari masyarakat jahiliyah itu. Allah memberikan ilham kepada Ibrahim sejak kecilnya. Membimbingnya kepada kebenaran dan pemikiran yang sehat, sehingga ia bisa memandang tingkah laku kaumnya dengan ceramat dan memberikan penilaian yang tepat. Allah mengisahkan per- juangan Ibrahim di usia mudanya ketika ia berumur 16 tahun:

“Ingatlah! Ketika ia (Ibrahim) berkata kepada ayahnya dan kaumnya: ‘Mengapa patung-patung yang kalian sembah?’ Mereka menjawab: ‘Kami mendapat bapak-bapak kami menyembahnya.’ la berkata: ‘Sungguh kalian dan bapak-bapak kalian dalam kesesatan yang nyata.’ Mereka berkata: ‘Apakah kamu datang kepada kami dengan membawa kebenaran ataukah kamu termasuk orang yang bermain-main.’ la berkata: ‘Tetapi Tuhan kalian adalah Penguasa langit dan bumi yang menciptakannya, dan aku termasuk orang yang bersaksi atas yang demikian itu.”

Inilah persaksian Ibrahim di hadapan para penyembah berhala, bahwa tidak ada tuhan yang berhak untuk disembah kecuali Allah, Pencipta langit dan bumi. Kemudian ia bersumpah dan mengancam untuk menghancurkan patung-patung yang mereka sembah, setelah mereka selesai dari acara pesta besar di hadapan patung-patung itu.

Disebutkan dalam tafsir Ibnu Katsir, bahwa masyarakatnya punya tradisi turun-temurun untukmengadakan pesta di hari besar yang dihadiri seluruh lapisan masyarakat. Ketika waktu pesta sudah dekat, ayah Ibrahim berkata: “Wahai anakku! Sekiranya kamu datang menghadiri pesta kami, niscaya kamu akan tertarik dengan agama kami.” Maka Ibrahim berangkat bersama mereka. Akan tetapi di tengah perjalanan, Ibrahim menjatuhkan dirinya ke tanah. Ia berkata: “Aku lemah.” Setiap orang yang melewatinya berkata: “Ada apa gerangan?” la menjawab: “Aku lemah.” Setelah mereka lewat semua, tinggallah orang- orang lemah. Ibrahim berkata: “Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu setelah kamu pergi meninggalkannya.”

Ucapan itu didengar oleh semua orang yang ada. Kemudian Ibrahim menjadikan seluruh patung-patung itu hancur berkeping-keping dengan pukulan tangan kanannya yang memegang kampak, dan ia biarkan satu patung besar agar mereka kembali bertanya kepadanya. Ibrahim menempelkan kampak di tangan kanan patung besar itu agar mereka mengira bahwa yang besar cemburu berat, ia tidak mau ada patung-patung kecil lain yang disembah bersamanya, maka ia hancurkan yang kecil.

Kemudian ketika mereka kembali ke berhala- berhala yang mereka sembah mereka menyaksikan tuhan-tuhan mereka hancur dibinasakan dan direndahkan, yang menunjukkan bahwa berhala itu tidak memiliki sifat ketuhanan dan menunjuk- kan kebodohan akal mereka. Mereka berkata: “Siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami. Sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang dhalim.”

Mereka berkata: “Kami mendengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim.”

Mereka berkata: “Kalau demikian, bawalah dia di hadapan banyak orang yang agar menyaksikan.”

Mereka berkata: “Apakah kamu yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, hai Ibrahim?”

Ibrahim: “Sesungguhnya patung yang besar itulah yang melakukannya. Maka tanyakan kepada berhala-berhala itu, jika mereka dapat berbicara.”

Maka mereka telah kembali kepada kesadaran mereka dan lalu mereka berkata: “Sesungguhnya kamu sekalian adalah orang-orang yang dhalim.”

Kondisi semacam inilah yang dimaksudkan Ibrahim, agar mereka sadar bahwa berhala-berhala. yang mereka tinggalkan tanpa penjagaan akhirnya dihancurkan tanpa ada pembelaan. Memang mereka sadar bahwa tuhan-tuhan yang mereka sembah itu tidak bisa berbuat apa-apa, tetapi mereka masih dalam kebingungan.

Kemudian tertunduklah kepala mereka dan berkata: “Sungguh kau tahu hai Ibrahim, bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara.”

Ibrahim berkata: “Maka mengapakah kamu menyembah selain Allah sesuatu yang tidak memberi kalian manfaat ataupun madharat. Ah, celakalah kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah. Maka apakah kalian tidak berfikir?”

Ketika mereka kehabisan akal, tidak ada argumentasi lagi, dan ketika kebenaran hujjah Ibrahim di depan mata mereka dan kebathilan aqidah mereka terbongkar, mereka kembali menggunakan cara kekuasaan dan kekuatan mereka. Dan inilah sebuah keniscayaan yang harus dihadapi setiap pejuang tauhid ketika menang dalam berdebat atas ahlul bathil.

Mereka berkata: “Bakarlah dia! Dan belalah tuhan-tuhan kalian jika kalian mau bertindak.”

Mereka segera memobilisasi masyarakat yang ingin membela tuhan-tuhan mereka agar mengumpulkan kayu bakar. Bahkan sampai ada seorang wanita yang sakit berat bernadzar, jika dia sembuh nanti, ia akan membawa kayu bakar untuk membakar Ibrahim. Mereka menyalakan kayu-kayu yang telah berkumpul berhari-hari itu, sehingga terjadilah kobaran api yang sangat besar, belum pernah ada di dunia, api menyala sebesar itu.

Mereka telah mengikat kaki dan tangan Ibrahim,dan meletakkannya di mulut manjaniq (alat pelontar berat) yang dipimpin seorang pendekar Arab dari Kurdi bernama Hizan yang akhirnya Allah tenggelamkan dia ke dalam bumi dan ia meronta- ronta di dalamnya sampai hari kiamat.

Rasulullah berkata: “Ketika Ibrahim dilemparkan ke api, ia berkata: Ya Allah, sesungguhnya Engkau di langit Tuhan yang satu dan aku di bumi seorang diri mengabdi kepada-Mu.”

Para ulama salaf menyebutkan bahwa Allah mengutus Jibril kepada Ibrahim. Dia tawarkan kepada Ibrahim sedangkan Jibril berada di angkasa: “Apakah kamu ada kepentingan denganku?” Ibrahim menjawab: “Denganmu, aku tidak ada kepentingan. Adapun dengan Allah, maka tentu saja.” Kemudian Ibrahim mengatakan: “Hasbi- yallahu wa ni’mal wakil (Cukuplah Allah bagiku, Dia sebaik-baik pelindung).”

Ibnu Abbas meriwayatkan: Ketika Ibrahim dilemparkan ke api, malaikat penjaga curah hujan berkata: “Kapan aku diperintahkan untuk mencurahkan hujan, pasti segera aku curahkan.” Akan tetapi urusan Allah lebih cepat daripada urusan malaikat itu. Allah langsung menjawab pernyataan Ibrahim: “Kami berfirman: ‘Wahai api, jadilah kamu dingin dan jadilah kamu pembawa keselamatan bagi Ibrahim.”

Pelemparan Ibrahim ke dalam api juga dihadiri oleh Raja Namrud untuk menyaksikan langsung peristiwa bersejarah itu. Kemudian ada kobaran api yang menjilat ibu jarinya dan terbakarlah ibu jarinya seperti bulu domba terbakar.

“Mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka kami menjadikan mereka itu orang-orang yang merugi.” Ibrahim hidup tenang dan selamat dalarn kobaran api yang sejuk baginya selama lebih dari 40 hari. la berkata: “Tidak ada bagiku, malam-malam dan hari-hari yang lebih baik daripada ketika kau dibakar. Aku berharap hidup dan kehidupanku semuanya seperti hari-hari perbakaranku.”

Itulah kemenangan seorang pemuda pejuang tauhid dalam usianya yang masih sangat belia di hadapan masyarakat yang sepakat melestarikan kesesatan nenek moyang. (Tafsir QS. Al-Anbiya’: 51-71)

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 20 Th. 2/ 1425 H/ 2004 M

Serial Perilaku Syetan : Istihadhoh Akibat Ulah Syetan

1. Jangan Menangis Meraung-Raung saat ada yang Meninggal

Boleh saja seseorang menangisi keluarganya yang meninggal. Dan ini wajar saja. Tetesan airmata yang barangkali bisa mengurangi kepedihan.

Rasulullah, sebagai manusia terbaik dan paling tabah menghadapi bencana apapun, masih juga sempat meneteskan airmata mendengar kematian Ja’far dan Zaid bin Haritsah yang gugur di medan perang Mu’tah. Bukan hanya sekali ini Rasulullah menitikkan airmata. Dalam kesempatan lain, saat berziarah ke makam ibunya Rasulullah juga merasakan kepedihan yang sama. Demikian juga saat beliau kehilangan Ibrahim salah seorang putranya. Hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah adalah manusia biasa. Dengan kata lain, Rasulullah Merasakan apa yang kita rasakan.

Namun, menjadi tidak wajar bila tangisan tersebut berlebihan. Kepedihan yang tidak sekedar mengalirkan airmata tapi lebih jauh lagi, berubah menjadi raungan yang menyayat hati. Dalam keadaan demikian terkadang emosi sudah tidak lagi terkontrol. Sehingga ia menyakiti diri dengan memukul-mukul badannya atau merobek- robek pakaian.

Bila keadaannya berkembang semakin jauh seperti ini tentu saja hukumnya akan berubah. Tangisan yang tadinya dibolehkan akan menjadi terlarang. Karena ia sudah dikuasai syetan. Sebagaimana peringatan Rasulullah kepada para shahabiat yang menangisi kematian Zainab binti Rasulullah. Ibnu Abbas berkata, “… ketika Zainab binti Rasulullah meninggal, Rasulullah berkata, ‘Bergabunglah (Zainab) dengan orang sholih yang telah mendahului kita yaitu Utsman bin Madh’un.” Para shahabiat pun menangis. Kemudian Umar mencambuk mereka. (Melihat itu) Rasulullah segera memegang tangan Umar seraya berkata, “Menangislah. Tapi hindarilah raungan syetan.” Kemudian Rasulullah berkata lagi, “Selama tangisan itu dari mata dan hati maka tangisan itu dari Allah dan karena rasa kasih sayang. Namun bila dari tangan (memukul) dan lisan (meraung-raung) maka berartitangisan itu dari syetan.” (HR. Ahmad).

Karenanya ada sebagian ulama yang mengatakan bahwa raungan itu akibat dari cekikan syetan di tenggorokannya. Di sini ada satu hal yang perlu dipahami bahwa tangisan Rasulullah  seperti diungkapkan di atas tidak sampai menimbulkan suara yang keras.

 

2. Darah Istihadhoh adalah Akibat dari Gangguan Syetan

Seorang wanita dewasa yang mengalami pendarahan terus menerus pantas merasa khawatir atas apa yang terjadi. Siklus haid yang biasa menyambanginya itu tidak lagi terasa menyenangkan. Meski sebenarnya sudah biasa bagi seorang wanita mengalami sedikit kendala ketika tiba masa haid. Namun perlu diingat bahwa sesungguhnya siklus haid itu merupakan suatu karunia yang diberikan Allah kepada wanita. Karena darah yang dikeluarkan adalah darah kotor.

Namun, bila darah yang keluar itu terjadi bukan pada siklus yang biasa dialaminya, atau ia terus mengeluarkan darah setiap hari hingga habis masa haidnya, maka ia perlu curiga. Yang keluar itu bukanlah darah haid, tapi darah istihadhah. Dan ini menjadi hal meresahkan bagi seorang wanita. Karena darah istihadhah menjadi sinyal terjadinya gangguan kesehatan.

Seorang wanita yang berpengalaman akan dengan mudah bisa membedakan antara darah haid dan istihadhah dari sisi warna, bau, konsistensi, banyaknya darah yang keluar dan sebagainya. Dilihat dari baunya maka darah istihadhah bisa jadi berbau busuk atau seperti bau darah segar. Hal ini tergantung pada alasan mengapa sampai keluar darah istihadhah.

Ada banyak alasan mengapa seorang wanita merasa khawatir. Dari tinjauan medis misalnya, terjadinya istihadhah merupakan indikasi adanya penyakit tertentu. Untuk itu perlu pemeriksaan medis. Dan bila ditinjau dari sudut lain keluarnya darah istihadhah bisa jadi menjadi pertanda akan lemahnya iman seseorang. Hal ini tidak lain karena Rasulullah menyatakan bahwa ada kemungkinan gangguan syetan. Dalam bahasa hadits Rasulullah menggunakan kata ‘rakdhah’ yang artinya tendangan.

Sebagaimana tersebut dalam beberapa hadits bahwa Fatimah bin Abi Hubaisy mengeluhkan pendarahan yang dialaminya kepada Aisyah. Dia hawatir tidak memiliki banyak kesempatan untuk beribadah dan akhirnya masuk neraka. Hal ini karena lamanya pendarahan itu melebihi batasan masa haid. Setelah mendengar penjelasan Aisyah, Rasulullah berkata, “Katakan pada Fatinah binti Abi Hubaisy agar dia berdiam diri (melakukan ibadah yang terlarang saat haid) setiap bulan sebanyak hari dia biasanya haid. Kemudian dia mandi dan membalut tempat keluarnya darah. Selanjutnya dia bersuci setiap kali shalat. Karena sesungguhnya darah haid itu bisa jadi karena gangguan syetan atau terputusnya urat nadi atau karena suatu penyakit.”

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa syetan ingin menghalangi si wanita untuk banyak beribadah. Maka dengan demikian sudah sewajarnya setiap wanita yang menderita pendarahan terus menerus untuk melakukan pemeriksaan medis dan melakukan introspeksi. Barangkali ia banyak melakukan maksiat, sehingga mudah diganggu syetan.

 

3. Hindari Perkataan ‘Seandainya’

Pengalaman telah mengajarkan kepada setiap orang bahwa tidak semua keinginannya akan terpenuhi. Betapa banyak harapan dan impian yang dibangun dengan susah payah pada akhirnya kandas di tengah jalan. Meski segenap kekuatan yang dimiliki telah dioptimalkan. Sebuah kenyataan pahit yang mengecewakan.

Bagi sebagian orang yang berjiwa lemah, kekecewaan semacam ini seringkali melahirkan penyesalan yang berkelanjutan. Introspeksi yang seharusnya membuatnya tegar menatap hari esok, ternyata menjadi kebalikannya. Ya, kekecewaan yang ada justru semakin dalam. Sebuah pertanyaan yang terus bergelayut dalam benaknya adalah “Mengapa dulu saya mengambil tindakan A?. Seandainya dulu saya melakukan ini dan itu, tentu hasilnya akan lain.

“Semua orang pasti sadar bahwa kata-kata ‘seandainya….’ Bukanlah solusi atas kegagalan masa lalu. Tapi justru semakin memperlemah jiwa dan kekuatan seseorang untuk berbenah dan kembali ke jalur perjuangan. Sebenarnya sejak empat belas abad yang lalu, Rasulullah telah memperingatkan umatnya akan bahaya kata ‘seandainya’ ini. Sebagaimana diriwayatkan Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda, “Mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah. Meski keduanya itu baik. Berusahalah untuk selalu melakukan sesuatu yang memberi manfaat untukmu dan jangan putus asa serta jauhilah kata-kata ‘seandainya’ karena perkataan ini berasal dari syetan.” (HR. Muslim dan Ibnu Majah)

Memang, dalam kondisi seperti ini ada baiknya kita mengingat ungkapan manis yang insya Allah berbuah kemanisan juga, bahwa manusia hanya bisa berupaya namun Allah jugalah yang menentukan.

Waspadalah! Waspadalah!

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 19 Th. 2/ 1425 H/ 2004 M

Kemenangan di Bulan Shafar

Kemenangan di Bulan Shafar

Shafar adalah bulan kedua dalam kalender tahun hijriyah, setelah bulan Muharram. Banyak sekali umat Islam, khususnya yang tinggal di Indonesia memberi perhatian lebih terhadap bulan shafar. Mereka melakukan ritual khusus untuk menolak bala’, yang mereka yakini banyak tersebar diakhir bulan Shafar, tepatnya pada hari Rabu, di pekan terakhir bulan Shafar. Mereka menyebut hari Rabu itu dengan Rabu Wekasan, artinya Rabu terakhir dalam bulan Shafar. Untuk menolak bala’ yang berhamburan di hari tersebut.

Itulah ritual yang sudah turun temurun, yang sudah membudaya di sebagian masyarakat muslim negeri ini. Entah mulai kapan “ibadah baru” itu muncul dan mentradisi. Yang jelas ritual tersebut semakin memperkuat mitos masyarakat terhadap seramnya bulan Shafar sebagai bulan bencana. Bulan yang pada saat itu diturunkan tiga ratus ribu macam bala’ di muka bumi ini. Sungguh sangat mengerikan, kalau memang benar apa yang mereka yakini.

Tapi benarkah mitos bulan Shafar tersebut? Atau itu hanya salah satu dari jerat-jerat syetan, untuk menakut-nakuti kita semua, agar melaksanakan ritual yang sama sekali tidak ada dalilnya, ataupun contoh dari para shahabat dan tabi’in, generasi terbaik umat ini. Dengan begitu syetan berhasil menipu kita dan menjauhkan kita dari Syari’at Islam.

Kalau kita bercermin kepada kehidupan Rasulullah dan para shahabatnya, maka akan kita jumpai suatu kenyataan yang kontras dengan fenomena ritual Rabu Wekasan yang marak di akhir bulan Shafar. Banyak kemenangan dan kesenangan yang diraih oleh umat Islam, yang jatuh pada bulan Shafar. Bahkan kemenangan gemilang dan spektakuler diraih Rasulullah dan pasukannya di bulan Shafar, yaitu kemenangan di Perang Khaibar.

Khaibar dahulu merupakan kota besar yang memiliki delapan benteng besar dan kokoh, serta kebun-kebun terhampar luas, yang jaraknya sekitar 180 KM di sebelah utara kota Madinah. Khaibar telah berubah menjadi perkampungan yang berbahaya bagi stabilitas keamanan kaum muslimin. Disitulah konspirasi jahat kaum Yahudi dirancang, daerah tersebut menjadi pangkalan militer dan basis pengkhianatan, sumber permusuhan dan pemicu peperangan, merekalah provokator pengkhianatan Bani Quraizhah dan penduduk Ghathafan serta orang-orang Arab badui terhadap kaum muslimin.

“Allahu Akbar, runtuhlah Khaibar Allahu Akbar, Runtuhlah Khaibar! Jika kita tiba di pelataran suatu kaum, maka amat buruklah bagi orang-orang yang layak mendapat peringatan”. Itulah pernyataan Rasulullah, ketika beliau dan pasukannya memasuki wilayah Khaibar. Lalu beliau berdoa, sebelum mengomandoi pasukannya untuk maju bertempur: “Ya Allah, Rabb langit dan bumi serta apa saja yang dinaunginya. Dan Rabb bumi yang tujuh dan apa saja yang dikandungnya. Rabb syetan-syetan dan siapa saja yang disesatkannya. Sesungguhnya kami memohon kepada-Mu kebaikan daerah ini, kebaikan penduduknya, kebaikan apa saja yang ada di dalamnya. Kami berlindung kepada-Mu dari kejahatan daerah ini, kejahatan penduduknya, dan kejahatan apa saja yang ada di dalamnya. Majulah kalian semua dengan nama Allah!”.

Ketika Rasulullah hendak menyerahkan bendera pasukan kepada Ali bin Abi Thalib, ternyata dia lagi sakit mata. Lalu Rasulullah meruqyahnya dan meludahi kedua matanya, seketika itu juga Ali sembuh dari penyakitnya, seakan dia tidak pernah merasakan sakit mata sama sekali.

Singkat cerita, setelah benteng demi benteng ditaklukkan dan dikuasai oleh pasukan Islam. Ibnu Abil Haqiq (tokoh Yahudi Bani Nadhir) mengirim utusan ke Rasulullah, untuk menawarkan perundingan dan gencatan senjata, agar orang-orang Yahudi yang di dalam benteng tidak dibunuh, anak-anak tidak ditawan, mereka siap meninggalkan Khaibar bersama keluarga, meninggalkan semua harta kekayaan mereka. Rasulullah setuju dan berkata, “Aku juga membebaskan kalian dari perlindungan Allah dan Rasul-Nya apabila kalian masih menyembunyikan sesuatu dariku”.

Karena banyaknya harta rampasan yang didapat dari perang Khaibar, maka Ibnu Umar berkata: Sebelumnya kami tidak pernah merasa kenyang, hingga kami menaklukkan Khaibar. Aisyah juga berkata: Sekarang kami bisa kenyang karena makan korma. Karena begitu gembiranya Rasulullah akan kemenangan Khaibar, yang ditambah dengan kedatangan Ja’far bin Abi Thalib beserta rombongan dari Habasyah (Eithopia d Eritria), maka Rasulullah memberi sambuta “Demi Allah, aku tidak tahu karena apa aku bergembira, entah karena penaklukan Khaibar atau karena kedatangan Ja’far.”

Dan masih banyak keberhasilan dan kemenangan lainnya yang menolak mitos bulan Shafar sebagai bulan turunnya bencana, seperti yang diyakini oleh orang-orang jahiliyah, sebelum diutusnya Muhammad sebagai Nabi dan Rasul. Shafar adalah bulan seperti bulan lainnya, dalamnya Allah menentukan kebaikan dan juga bencana bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya. Tidak selayaknya kita menyebut bulan tertentu adalah bulan bencana, atau menyebut bulan yang lain sebagai bulan keberuntungan. Karena bencana dan keberuntungan bisa terjadi kapan saja, di mana saja, dan menimpa siapa saja. Kepada Allah kita memohon keberuntungan dan hanya kepada Allah lah kita berlindung dari bencana dan segala jenis mara bahaya.

Maka dari itu, janganlah kita pesimis dengan datangnya bulan Shafar, atau malas berkarya, apalagi melakukan ritual menyimpang, yang justru mengundang murka Allah. Kita boleh berobsesi dibulan Shafar ini atau dibulan lainnya, untuk mengulang kemenangan gemilang yang pernah diukir oleh para pendahulu kita, yaitu penaklukan kaum Yahudi yang berada di Khaibar. Karena kaum Yahudi sekarang tak ubahnya seperti para nenek moyangnya terdahulu, sebagai bangsa yang licik dan arogan. Keberadaan mereka di bumi ini, khususnya ditengah komunitas kaum muslimin, tak ubahnya seperti duri dalam daging yang selalu menimbulkan kecemasan dan ketidaknyamanan. Mereka bagaikan bom waktu, yang setiap saat bisa meledak dan meluluh lantakkan apa dan siapa saja yang di sekelilingnya. Keberadaan mereka sangat mengganggu stabilitas keamanan kaum muslimin, terutama yang hidup berdampingan dengan mereka.

Sampai kini arogansi dan kebrutalan orang- orang Yahudi di bumi Palestina dan sekitarnya belum terbendung. Belum hilang rasa duka kaum muslimin di dunia ini, atas Syahidnya Pemimpin spiritual HAMAS Syaikh Ahmad Yassin rahimahullah. Dengan biadabnya, mereka mengulangi arogansinya dengan merudal pemimpin HAMAS yang baru, yaitu Syaikh Abdul Aziz Ar-Rantisi rahimahullah. Entah siapa lagi para pimimpin kita yang sudah menjadi target sasaran mereka berikutnya. Yang pasti mereka tidak akan berhenti untuk menindas kaum muslimin, kalau kaum muslimin tidak berani melawan dan hanya diam seribu bahasa, atau bisanya hanya meratap dan mengutuk.

Sudah saatnya kita galang persatuan, kita kokohkan solidaritas kaum muslimin, dan kita kuatkan tali kehambaan kita kepada Allah, dengan selalu menelusuri sunnah-sunnah Rasul- Nya, dan meninggalkan ritual-ritual yang menyimpang agar Allah selalu bersama kita. Khaibar Khaibar ya Yahud!, Jaisyu Muhammad Saufa Ya’ud!

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 16 Th. 2/ 1425 H/ 2004 M

HUBUNGI ADMIN