Ini bukan sekadar mitos omong kosong dan tidak lagi diyakini sebagian masyarakat di negeri ini. Hari- hari ini, ketupat mudah ditemukan di rumah warga yang berdiam di seputar gunung Merapi. Terutama warga Desa Kinahrejo dan Kepuharjo Cangkringan Yogyakarta. Bukan karena ketupat itu menjadi menu utama makanan mereka. Juga bukan karena sekadar hiasan bila ketupat itu terlihat bergelantungan di pintu-pintu rumah sebagian warga.
Masalahnya, di balik ketupat itu tersimpan keyakinan yang mengakar di tengah masyarakat. Ketupat yang berisi garam terbungkus daun sirih itu diyakini memiliki kekuatan magic. Kemampuan linuwih untuk menghindari letusan Gunung Merapi.
Sejak 12 April 2006 Gunung Merapi berstatus siaga. Aktifitasnya terus meningkat. Menurut pengamatan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian Yogyakarta posisi magma terus naik. Ditandai dengan tingginya intensitas gempa berfase banyak dan kian seringnya terjadi guguran lava.
“Artinya magma sudah amat dekat dengan puncak, tinggal menunggu saatnya untuk keluar,” kata Sri, petugas Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian seperti dirilis sebuah harian nasional.
Berbagai upaya antisipasi terus dilakukan berbagai pihak. Pemerintah telah menyediakan tenda- tenda pengungsian yang siap dihuni setiap saat. Tim evakuasi juga telah disiagakan.
Penduduk di sekitar Gunung Merapi tidak tinggal diam. Mereka melakukan ritual tolak balak dengan cara menggantung ketupat berisi garam dalam balutan daun sirih di pintu-pintu rumah mereka serta berbagai ritual lainnya.
Menurut keyakinan mereka, ritual ketupat itu diselenggarakan atas dasar wangsit dari Eyang Sapu Jagad. Lalu mengapa harus ketupat, garam dan daun sirih? Mbah Marijan, juru kunci Gunung Merapi membeberkan alasannya. Ketupat janur hijau melambangkan Kraton Yogyakarta, daun sirih yang rasanya agak pahit sama dengan keadaan masyarakat di sekitar Gunung Merapi yang kehidupannya sedang pahit. Sedangkan garam yang dipilih karena garam melambangkan semangat saling menolong.
Melihat asal-usul ritual ketupat tolak balak yang berasal dari Eyang Sapu Jagad serta alasan yang melatar belakanginya, sejatinya hukum dari ritual ini menurut pandangan Islam telah jelas. Seterang sinar matahari di siang hari. Bahwa hukumnya terlarang dan masuk dalam bab syirik.
Tapi bukan berarti kita dan warga di sekitar Gunung Merapi dan beberapa gunung lain yang menunjukkan peningkata aktifitas hanya diam berpangku dan menyerah pada nasib. Ada senjata istimewa yang bisa dilakukan oleh kaum muslimin di manapun mereka berada. Senjata itu adalah kekuatan doa. Perhatikanlah penuturan Imam al-Ghazali, seperti dinukil Imam Nawawi dalam al-Adzkar.
Imam al-Ghazali berkata, “Jika ada orang yang bertanya, apa manfaatnya doa itu padahal qadha (ketentuan Allah) tidak dapat dihindarkan lagi? Ketahuilah bahwa di antara sebagian dari qadha itu terhindarnya suatu bala bencana karena doa. Doa adalah penyebab dari tertolaknya bala bencana dan adanya rahmat Allah. Sama halnya perisai adalah penyebab bagi terhindarnya orang dari senjata, air penyebab bagi tumbuhnya pohon dan tumbuh-tumbuhan di atas bumi. Bukan lah persyaratan bagi pengakuan akan qadha itu dengan cara tidak membawa senjata (dalam berperang) Allah berfirman: “… maka hendaklah mereka siap siaga dan menyandang senjata…” (QS. An-Nisa’: 102).