Tali Pusar Perdamaian?

Hidup rukun adalah dambaan setiap orang. Terlebih bagi orang-orang yang hidup dalam satu atap dan tembok. Yang setiap saat berjumpa dan bertemu. Rasanya tidak enak bila di antara mereka sendiri kemudian terjadi perang dingin dan tidak bertegur sapa. Bila di dalam rumah sendiri sudah tidak ditemukan kehangatan dan kedamaian, lalu ke mana harus mencari?

Satu hal yang membuat orangtua merana bila hal itu benar-benar terjadi di dalam keluarganya. Kekhawatiran yang kemudian berujung pada keyakinan pada mitos-mitos katanya yang masih berkembang di sebagian warga.

Ya, mereka kemudian mencari pengikat di antara para saudara kandung itu yang bisa menyatukan mereka. Pengikat itu pun ditemukan pada tali pusar yang biasanya masih menyertai seorang bayi hingga berumur seminggu.

Sebagian orangtua yang masih percaya pada tuah tali pusar itu pun kemudian menyimpannya dengan rapi. Giliran berikutnya menunggu kelahiran anak kedua, ketiga, keempat dan seterusnya. Kemudian tali pusar-tali pusar mereka disatukan dan tidak dibiarkan terpisah-pisah.

Makna yang terkandung dalam penyatuan tali pusar ini adalah agar mereka hidup rukun dan damai. Tidak ada perkelahian. Tidak ada perselisihan yang meruncing dan memecah belah ikatan persaudaraan mereka. Apalagi sampai terjadi pertumpahan darah laksana perang bubat. Adik membunuh kakaknya atau sebaliknya.

Kalaupun toh ada perbedaan pandang di antara mereka, maka harapannya semuanya masih bisa diselesaikan dengan kepala dingin.

Sebenarnya niat orangtua yang mengharapkan anak-anaknya dapat hidup dengan rukun dan damai merupakan niat yang mulia. Tapi di sini masalahnya menjadi lain karena kemudian untuk mendapatkan kedamaian itu mereka menempuh jalur yang salah yaitu dengan meyakini bahwa penyatuan tali pusar anak-anaknya akan dapat mewujudkan impian mereka. Padahal tali pusar-tali pusar itu tidak memiliki pengaruh apa-apa.

Padahal, tidak semua orangtua mengumpulkan tali pusar anak-anaknya dan menyimpannya dengan baik, lalu apakah dengan demikian kehidupan mereka dalam bayang-bayang pertengkaran? Jawabannya tidak bisa dipastikan demikian.

Pada sisi lain, persaudaraan dalam Islam tidak terbatas pada ikatan pertalian darah semata. Tapi jauh lebih luas dari itu, persaudaraan dalam Islam lebih ditekankan kepada persamaan akidah. Siapapun yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat maka dalam pandangan Islam dia adalah saudara kita yang juga memiliki hak dan tanggungjawab.

“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu” (QS. Al-Hujurat: 10)

Rasulullah menegaskan hal ini dalam hadits, “Kamu melihat perumpamaan orang-orang mukmin dalam cinta dan kasih sayang mereka serta kelemah lembutan mereka bagaikan satu jasad. Jika salah satu anggota tubuh sakit maka yang anggota tubuh yang lain tidak bisa tidur dan demam.” (HR. Bukhari)

Dengan demikian, perkuatlah persaudaraan sedarah dengan persaudaraan Islam yang terjamin kelanggengannya. Dan hiduplah dengan damal tanpa harus menyatukan tali pusar sesama saudara.
Ghoib, Edisi No. 39 Th. 2/ 1426 H/ 2005 M

Imaginer Friends Anak-Anak Australia

Memang, berita yang bersumber katanya dan keyakinan salah tentang keghaiban bukan hanya milik mereka yang miskin dan bodoh saja. Mereka yang telah mencapai strata pendidikan akademis tinggi dan telah maju pun mempunyai keyakinan- keyakinan salah tersebut. Apalagi mereka non muslim.

Di Australia, negara yang dikenal maju dengan tingkat perekonomian yang maju dan tingkat kemakmuran rakyatnya yang bagus, juga masih meyakini hal-hal salah dalam dunia keghaiban.

Katanya menurut mereka, ada sebagian anak-anak kecil di Australia yang terkadang berbicara sendiri dengan sesuatu yang tidak terlihat atau asyik bermain seakan dengan seseorang padahal tidak ada orang lain selain dia, adalah satu hal yang wajar. Imaginer friends. begitu mereka menyebutnya. Jadi anak-anak itu sedang bermain dengan teman bermainnya yang ada dalam imajinasi mereka. Dan buat mereka ini adalah kewajaran yang tidak perlu terlalu dihiraukan.

Seperti yang dituturkan oleh seorang ibu asli Indonesia yang sudah lama tinggal di Australia, “Di sini memang begitu keyakinannya.” “Menurut mereka nanti masalah itu akan hilang dengan sendirinya,” masih jelas ibu yang juga mempunyai anak angkat asli Australia yang telah masuk Islam dan bahkan pernah belajar di salah satu pesantren ternama di Indonesia.

Dan ini mirip dengan keyakinan sebagian masyarakat Indonesia tentang anak ajaib yang bisa melihat, menerawang, meramal, mengobati dan kesaktian lainnya. Entah siapa mengambil dari siapa. Hanya saja ada sedikit perbedaan, di Australia anak seperti itu tidak dihiraukan dan tidak didatangi beramai-ramai untuk ngalap berkahnya seperti yang terjadi di negeri kita.

Dalam Islam anak seperti itu harus segera dikasihani. Pasalnya, anak itu hidup dalam ketidakwajaran. Karena manusia yang wajar adalah mereka yang hidup dengan lima indera. Kalau ada satu indera tambahan yang disebut dengan sixth sense (indera keenam), maka tentu itu abnormal. Seperti jari tangan atau kaki kita. Setiap kita, normalnya mempunyai lima jari untuk setiap tangan atau kaki. Jika ada tambahan satu ibu jari misalnya, sehingga semuanya berjumlah enam, jelas siapapun berusaha untuk menghilangkannya karena itu bukan kelebihan melainkan cacat.

Apalagi biasanya setelah kemampuan itu dipelihara, anak itu akan semakin bertingkah aneh dan melakukan sesuatu yang semakin menunjukkan ketidakwajaran. Ada juga sebagian lagi yang lama-lama ketakutan.

Anggapan bahwa hal tersebut akan hilang dengan sendirinya juga tidak selamanya benar. Karena terkadang hal tersebut terbawa sampai dia dewasa, hanya bedanya kali ini dia bisa mengendalikan dirinya untuk tidak berbicara sendiri seperti orang gila.

Kalau hal ini dibiarkan berlangsung selama dia masih kecil, dengan harapan kalau sudah dewasa hilang sendiri ada satu hal yang berbahaya, ini justru berbahaya. lya kalau benar masalahnya adalah karena jin, bagaimana kalau masalahnya adalah karena anak itu mempunyai kelainan dari sisi psikologi atau ada masalah di otaknya secara medis. Terus sekian lama dibiarkan tanpa diobati. Jadinya, anak besar dalam keadaan tidak normal otaknya. Nah lho….

 

 

 

 

 

 

Ghoib, Edisi Khusus

Kakak Nikah Dilangkahi Adik, Seret Jodoh?

Urusan jodoh memang gampang-gampang susah. Survei di lapangan membuktikan bahwa banyak wanita yang akhimya menikah di usia senja. Terlebih bila mengingat perbandingan jumlah penduduk wanita dan pria yang memang tidak seimbang. Jumlah wanita di berbagai negara lebih banyak daripada pria.

Belum lagi ditambah dengan peperangan yang sering kali terjadi. Dan ketika ditanya siapa yang maju ke medan laga, maka jawabannya sudah jelas bagi siapapun bahwa kaum laki-laki lebih banyak mendominasi dibandingkan dengan wanita. Padahal medan peperangan bukan tempat untuk bertarmasya atau bersenang-senang. la tempat menyabung nyawa. Membunuh atau dibunuh, hanya dua itu kemungkinannya.

Kenyataan yang membuat orang khawatir bila nanti ia menyandang gelar yang tidak menyenangkan. la dianggap sebagai perawan tua.

Sebuah keluarga yang dikaruniai Allah beberapa anak perempuan sering kali lebih khawatir atas masalah jodoh dibandingkan dengan keluarga yang tidak memiliki anak perempuan. Lihatlah apa yang kemudian terjadi ketika seorang gadis harus menikah lebih dahulu sebelum kakaknya.

Maka dikhawatirkan sang kakak akan terus merana karena jodoh yang dinantinya tidak kunjung datang. Istilahnya sang kakak akan menjadi perawan tua. Dan itulah yang berkembang di sebagian masyarakat.

Untuk menghindari kemungkinan buruk itu, maka dibuatlah aturan baru. Sang adik yang akan melangkahi kakaknya diminta meluluskan permintaan kakaknya. Mau minta baju baru satu stel? Harus dibelikan, Minta cincin bermata berlian? Juga harus dituruti.

Bila yang diminta sang kakak masih sesuatu yang normal dan wajar mungkin tidak memberatkan. Tapi bila ia mengajukan permintaan seperti Roro Jonggrang yang ingin dibangunkan seribu candi dalam semalam, maka urusannya bisa gawat. Antara kakak dan adik bisa berantem sepanjang masa.

Padahal semua itu hanya berdasar pada mitos yang tidak jelas landasannya. Tidak ada kaitan antara jodoh dengan pernikahan seseorang. Barangkali alasan itu muncul hanya untuk membesarkan hati sang kakak agar ia tidak sakit hati dan bermurung durja melihat adiknya di pelaminan.

Namun, apapun alasannya, jelas mitos seperti ini tidak bisa dibenarkan. Atau kemudian orangtua menolak pinangan untuk sang adik selama kakaknya belum menikah.

Masalah jodoh adalah bagian dari misteri Ilahi. Lalu mengapa harus mengaitkannya dengan hal-hal tertentu? Justru dalam kondisi seperti ini yang harus dilakukan orangtua adalah melihat siapa yang datang melamar. Bila memang agamanya baik, maka tidak ada alasan untuk menolak. Meski lamaran itu bukan untuk anak yang pertama. Barangkali setengah tahun kemudian datang pinangan untuk sang kakak. Karena memang tidak ada jaminan bahwa pernikahan anak kedua menjadi penghalang.

Rasulullah bersabda, “Bila orang yang kalian ridhoi agama dan akhlak merninang (anak kalian) maka nikahkanlah dia. bila tidak, maka akan terjadi fitnah dan kerusakan besar di bumi.” (HR. Tirmidzi dari Abu Hurairah).
Ghoib, Edisi No. 37 Th. 2/ 1426 H/ 2005 M

Meninggal Hari Sabtu Mengajak Orang Lain Menyusulnya?

Kematian adalah bagian dari rahasia Tuhan yang tidak diketahui siapapun. la bisa menghampiri seseorang setiap saat. Tanpa salam. Tanpa permisi. Tanpa melewati tangga tangga kematian. Rambut yang sudah memutih, punggung yang membungkuk, atau pun mengidap penyakit kronis. Kematian laksana musuh yang mengintai setiap saat.

Meski sudah tahu bahwa kematian adalah suatu kepastian, namun tidak sedikit orang yang tidak bersiap diri menyambutnya. la ketakutan yang luar biasa bila harus meninggal.

Ketakutan-ketakutan yang bukan pada tempatnya itu, bertemu dengan mitos yang juga tidak kalah mengerikannya. Ya, katanya bila ada orang yang meninggal pada hari Sabtu, maka keluarganya atau warga sekitar harus bersiap-siap menjadi incaran maut berikutnya.

Itulah yang dialami Yuyun (nama samaran), asal Cirebon. Jauh-jauh, ia datang dari Cirebon ke kantor kami untuk mengikuti terapi ruqyah. Kedatangannya tidak terlepas dari mitos tersebut. Kebetulan beberapa minggu yang lalu salah seorang tetangganya meninggal pada hari Sabtu.

la sebenarnya tidak percaya dengan mitos tersebut, tapi apa lacur, mitos itu begitu kuat mencengkeram keyakinan masyarakat, hingga roda keimanannya mulai tergoyah. Hatinya berdebar. Jiwanya gelisah. Bayangan kematian yang akan menjemputnya terus memburu. Hingga Yuyun mencoba menenangkan diri dengan mengikuti terapi ruqyah.

Yuyun masih beruntung, la menjawabnya dengan terapi ruqyah, tapi bagi warga lainnya mereka menjawab dengan cara yang tidak masuk akal. Ya, mereka yang khawatir dijemput ajal itu pun menangkap seekor ayam lalu melepasnya. Dengan itu, ia berharap bisa menghindar dari kematian.

Lain tempat, lain pula cara yang digunakannya. Dengan uang recehan di tangan mereka menunggu sang mayat lewat di depan rumahnya, lalu melemparkan uang recehan tersebut ke jalan yang dilaluinya. Sedangkan warga yang tidak punya uang, maka mereka cukup mengambil air dan menyiramkan ke jalan yang dilalui mayat. Ada-ada saja.

Entahlah apa alasannya, ketika hal ini ditanyakan kepada Yuyun dan beberapa orang yang tinggal di Cirebon, mereka tidak tahu mengapa mitos tersebut begitu kuat mengakar. Padahal secara umum, setiap orang menyadari bahwa kematian adalah bagian dari rahasia Allah yang tidak ada seorang pun yang tahu.

Kematian yang telah ditentukan waktunya semenjak seorang janin berusia seratus dua puluh hari. Waktu datangnya ajal yang tidak bisa ditunda atau dimajukan, “Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang ajalnya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. al- Munafiqun: 11).

Dan kalaupun toh ada orang meninggal pada hari Sabtu dan beberapa hari kemudian ada warga lain yang menyusulnya, maka ketahuilah itu hanya faktor kebetulan semata. Kontrak antara kedua orang tersebut kebetulan berakhir pada hari yang tidak jauh berbeda. Bukan lantaran salah seorang dari mereka meninggal pada hari Sabtu.

 

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 36 Th. 2/ 1426 H/ 2005 M

Bawang Putih dan Kunyit Pengusir Syetan?

Siapa sih orang yang tidak takut kepada penampakan bangsa lelembut? Kita, orang- orang yang sudah dewasa ini saja akan lari tunggang langgang bila tiba-tiba ada bangsa lelembut yang menyatroni kita. Jangankan melihat penampakan jin, tidak sedikit orang dewasa yang tidak berani melihat mayat.

Bayangkan bila hal itu dialami oleh anak- anak. Urusannya bisa gawat. la bisa mengalami depresi. Badannya menggigil dan ketakutan yang luar biasa. Masyarakat biasanya menyebut dengan sakit sawan.

Untuk menghindari kemungkinan yang buruk itu, maka sebagian orangtua melakukan langkah-langkah yang menyimpang secara syar’i. Sebut sajalah apa yang dilakukan oleh sebagian masyarakat Padang. Sampai detik ini, masih ada yang meyakini bahwa bawang putih memiliki daya magis yang ampuh untuk menangkal gangguan jin.

Lantaran itu, anak-anak seringkali harus membawa bawang putih ke mana saja. Ya, bawang putih itu ditusuk dengan peniti lalu disematkan di baju anak-anaknya. Bahkan seorang ibu asal Padang yang menengok cucunya di Jakarta tidak lupa membawa biji bawang putih. Entahlah apa yang ada dalam benaknya, sehingga bawang putih yang banyak ditemukan di pasar atau bahkan dapur anaknya dianggap masih belum cukup. Sehingga ia harus langsung mendatangkannya dari Padang. Ada- ada saja.

Bila kemudian apa yang dikhawatirkan itu benar terjadi, apa yang mereka lakukan juga tidak kalah menyedihkannya. Sekarang orangtua menggunakan kunyit sebagai pengusir syetan.

Kunyit yang dihaluskan, dicampur dengan air kemudian dioleskan ke dahi. Itulah realita yang berkembang di sana. Satu hal yang perlu diluruskan kembali. Karena secara jelas hal itu bertentangan dengan syar’i.

Taruhlah dengan menggunakan bawang putih sebagai penangkal syetan. Dalam zaman rasul, sebenarnya hal itu sudah biasa dilakukan oleh sebagian masyarakat. Hanya saja waktu itu dengan melingkarkan gelang di tangan atau kalung dari bahan tertentu.

Rasulullah tidak membiarkan warisan budaya jahiliah tersebut masih terus berkembang di zaman peradaban Islam. Karena itu Rasulullah memerintahkan sahabat untuk mencabut dan merampasnya dari anak-anak bila hal itu ada di depan mata mereka, karena itu termasuk perbuatan syink. “Barangsiapa yang memakai (menggunakan) jimat, maka ia telah syirik.” (HR. Ahmad)

Ketakutan orangtua kepada gangguan jin itu adalah hal yang wajar. Karena memang di antara mereka ada yang suka menggoda anak Adam, tentu dengan berbagai cara. Tapi kewajaran itu tidak seharusnya membawa kita kepada bencana.

Sebaliknya kekhawatiran itu harus disikapi dengan membacakan doa-doa perlindungan seperti yang dilakukan Rasulullah kepada kedua cucunya. Dengan membaca, “Aku meminta perlindungan kepada kalimat Allah yang sempurna untukmu dari setiap syetan dan binatang beracun. Dan dari setiap pandangan mata yang berbahaya.” (HR. Abu Dawud).

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 35 Th. 2/ 1426 H/ 2005 M

Cium Tangan Bayi Bikin Celamitan?

Ibarat kertas, anak-anak adalah kertas putih bersih yang belum terkotori oleh noda setitik pun. Kertas yang bisa berganti menjadi indah dan menarik atau sebaliknya menjadi kertas yang menyebalkan. Semuanya karena goresan warna-warni yang tertoreh di atasnya.

Satu kenyataan yang melahirkan proteksi dari orangtua yang terkadang berlebihan. Berlebihan karena sudah tidak lagi pada tempatnya. Berlebihan karena mengaitkannya dengan hal-hal yang tidak masuk akal. Taruhlah contoh mencium tangan bayi.

Sampai detik ini masih berkembang luas di masyarakat bahwa seorang bayi tidak boleh dicium tangannya. Kalaupun toh itu Anda melakukannya maka bersiaplah untuk menerima teguran dari ibunya atau neneknya. “Jangan cium tangannya, nanti celamitan. Cium pipinya saja!” ujar seorang nenek sambil menepuk tangan orang yang mau mencium sang bayi.

Celamitan. Ya, orangtuanya khawatir bila sang bayi dicium tangannya maka kelak dia akan tumbuh menjadi seorang anak yang suka meminta-minta seperti pengemis di jalanan. Seharusnya dia menjadi anak manis yang menyenangkan, tapi karena ulahnya yang suka meminta makanan atau mainan teman sepermainannya, membuat hati orangtua teriris sembilu. Malu dan kehilangan muka.

Anak itu akan menyodorkan tangannya kepada orang lain, sebagaimana dulu waktu bayi tangannya diraih dan dicium. Memori otaknya masih kuat merekam apa yang terjadi dan mempraktekkannya dalam bentuk yang lain.

Ini adalah satu keyakinan yang harus diluruskan. Orangtua atau siapapun boleh saja memproteksi bayi yang masih bersih, tapi jangan sampai proteksi tersebut terlalu berlebihan, hingga melahirkan suatu keyakinan yang tidak pada tempatnya.

Mencium bayi atau anak yang manis itu sah- sah saja. Tidak ada pantangan dan larangan sama sekali dalam agama. Mau cium pipi, silahkan. Cium kening, silahkan. Cium tangan juga boleh saja. Tidak ada masalah. Karena ciuman itu merupakan bentuk kasih sayang seseorang kepada anak-anak.

Dahulu Rasulullah menunjukkan kasih sayangnya kepada anak- anak juga dengan ciuman, seperti yang dikisahkan Abu Hurairah. “Rasulullah mencium Hasan bin Ali sedang di sampingnya duduklah Aqra bin Habis at- Tamimi. Aqra’ berkata, “Sesungguhnya saya memiliki sepuluh anak. Dan tidak satu pun dari mereka yang saya cium.” Rasulullah melihat Aqra’ kemudian berkata, “Orang yang tidak menyayangi (orang lain) maka dia tidak akan disayang (orang lain)” (HR. Bukhari Muslim).

Hadits Abu Hurairah dan beberapa riwayat lain tidak membatasi ciuman tersebut harus di pipi atau di kening. Hadits-hadits tersebut juga tidak melarang untuk mencium tangan bayi, karena takut kelak dia akan tumbuh menjadi anak yang sering menangis karena rebutan dengan mainan temannya.

Waspadalah! Terhadap mitos katanya yang banyak berseliweran di sekitar kita. Jangan biarkan debu katanya mengotori akidah kita!
Ghoib, Edisi No. 34 Th. 2/ 1426 H/ 2005 M

Gigi Rahang Atas Tanggal Dibuang ke Atas?

Pesona gigi putih yang berbaris rapi memang menawan. Menambah daya tarik senyum tipis yang tersungging. Sangat serasi. Menjadi impian setiap orang.

Namun, realita yang kita temukan sehari- hari tidaklah demikian. Gigi yang tumbuh dengan rapi akhirnya mungkin berubah. Sesaat setelah satu demi satu gigi susu tanggal. Gigi indah menawan, berganti dengan gigi yang menonjol ke depan. Membuat bibir bagian atas monyong. Giginya tonggos.

Ada juga gigi yang tumbuh dengan malu- malu. la memilih berlindung di balik temannya. Sebaliknya, ada pula gigi yang dengan gagah berani menantang setiap makanan yang masuk. Akhirnya dia memilih tempat yang paling depan. Gigi gingsul, itulah namanya.

Kekhawatiran semacam ini melahirkan suatu kepercayaan baru di sebagian masyarakat. Sebagian orangtua yang tinggal di Manggarai, Jakarta Selatan misalnya menyuruh anaknya untuk tidak membuang gigi yang tanggal sembarangan.

Gigi yang tanggal dari rahang atas, tidak boleh dibuang ke tanah. la harus tetap nangkring di tempat yang tinggi. Akhirnya dipilihlah gentheng sebagai tempatnya.

Katanya, bila gigi tersebut jatuh ke bawah, maka dikhawatirkan akan menghalangi pertumbuhan gigi permanen yang menggantikannya. Sebaliknya bila gigi yang tanggal berasal dari rahang bawah, maka tidak boleh dilempar ke atas. la harus menerima takdirnya untuk selalu berada di bawah. Nah, tahukan bagaimana wajah orang yang ompong. Persis nenek-nenek.

Sebenarnya gigi tanggal itu adalah hal yang biasa. Gigi susu yang pertumbuhannya dimulai saat janin berusia 8-14 minggu suatu saat akan digantikan oleh gigi permanen. Namun, masalah ini menjadi sesuatu yang luar biasa karena dikaitkan dengan keyakinan yang tidak memiliki keterkaitan sebab akibat sama sekali. Keyakinan yang akan menggerus akidah hingga terkikis.

Menurut drg. Faizal Rachman, secara medis, ada dua faktor yang menyebabkan gigi tumbuh dengan tidak teratur. Faktor langsung dan tidak langsung. Di antara penyebab langsung adalah gigi susu tersebut tanggal belum pada waktunya (premature loss). Akibatnya gigi permanen akan kehilangan arah/ petunjuk untuk tumbuh dan terjadi penyempitan ruangan. Dan gigi pun tumbuh di luar lengkung gigi.

Sebab lainnya adalah memang tidak ada gigi yang tumbuh atau yang disebut dengan missing teeth. Atau bisa juga gigi susu tidak tanggal padahal gigi permanen telah tumbuh dan bersiap menggantikannya. Sehingga gigi akan tumbuh di luar lengkung rahang dan tampak berjejal. Atau bisa juga karena kebiasaan buruk yang sering dilakukan seorang anak. Misalnya dengan menghisap jari hingga berumur 5 tahun.

Sedang faktor yang tidak langsung di antaranya adalah faktor keturunan, gangguan pada janin akibat konsumsi obat-obatan atau gangguan keseimbangan kelenjar endokrin.

Awas! Jangan biarkan akidah kita terkotori debu-debu katanya.
Ghoib, Edisi No. 33 Th. 2/ 1425 H/ 2005 M

Ikan Hias Mainan Tuyul?

Cerita seputar pesugihan sudah tidak asing lagi. Dari dulu hingga kini masih banyak orang yang mengaku pernah kehilangan uang karena ulah tuyul. Berita tentang kiprah jin yang satu ini kian berkibar setelah kisahnya banyak dimuat di koran maupun majalah. Atau bahkan merambah dunia maya melalui media televisi.

Hilangnya uang dengan cara yang di luar nalar, semakin menggila. Tumpukan uang senilai satu juta misalnya, tidak raib semuanya. Tuyul itu katanya hanya mengambil satu lembar dan meninggalkan yang lain tetap berada di tempatnya.

Katanya, tuyul itu juga bisa bersikap rakus. la tidak hanya mengutil satu lembar, tapi semua uang yang ada. Lebih heboh lagi bila ada seorang warga yang sedang hajatan. Biasanya tamu yang datang itu membawa amplop. Kemudian amplop demi amplop dimasukan ke dalam kotak.

Nah, di sinilah tuan rumah mulai ketar-ketir, bila uang sumbangan dari para tamu harus raib tidak berbekas. Hanya menyisakan kotak dengan amplop yang kosong.

Entah bagaimana asal-usulnya sehingga muncul ide untuk mengalihkan perhatian tuyul. Mungkin tuyul itu dianggap sebagai anak-anak yang masih suka mainan, sehingga di sebelah kotak uang sumbangan tersebut disediakan akuariuam yang berisi ikan mas koki atau pun ikan hias lainnya.

Demikianlah yang terjadi di sebagian warga Wonogiri, ketika mereka mengadakan hajatan. Terlebih bila ada warga masyarakat yang ditengarai memelihara tuyul.

Bila Wonogiri menggunakan ikan hias, maka lain halnya dengan mitos yang berkembang di sebagian warga Boyolali. Bukan lagi ikan mas koki yang cantik dan menarik, tapi seekor binatang bersapit. Hewan kesenangan tuyul katanya adalah kepiting. Ada-ada saja.

Secara tinjauan Islam, tuyul atau jin yang pandai mencuri uang tanpa meninggalkan jejak. Itu bukan hal yang aneh. Toh mereka juga melakukan hal yang sama menjadi pencuri berita dari langit. Satu hal yang jauh lebih sulit dari sekadar mencuri uang. Tapi sikap yang kemudian berkembang di masyarakat untuk mengantisipasi gangguan jin itulah yang perlu diluruskan.

Untuk mengusir pencuri dari kalangan jin atau sebutlah tuyul tidak seharusnya dengan menaruh ikan hias atau kepiting. Karena keduanya hanyalah binatang biasa. Tidak berbeda dengan hewan lainnya yang tunduk kepada aturan dan perintah Allah.

Seharusnya apa yang kita lakukan adalah dengan mengusir jin dan memaksanya untuk tidak kembali. Tentu dengan sebuah kekuatan yang bisa menghalangi mereka. Ya, dengan membacakan surat al-Baqarah atau ayat-ayat lain di rumah kita. Dan lebih khusus lagi membacanya di tempat penyimpanan uang. baik di brangkas, laci maupun tempat penyimpanan lainnya.

Buktinya, ketika salah seorang bendahara sebuah departemen pemerintah sering kehilangan uang dalam brangkas yang terkunci hingga jutaan rupiah, bisa diselesaikan melalui ruqyah yang dilakukan oleh salah seorang tim ruqyah Majalah Ghoib.

Tuyul menemukan kunci yang tidak seperti biasanya. la kena batunya dan tidak sanggup lagi menembus lalu mengeruk isinya. Akhirnya, uang selamat dan akidah pun tidak tergadaikan..
Ghoib, Edisi No. 32 Th. 2/ 1425 H/ 2005 M

Mengadopsi Anak, Memancing Kehamilan?

Setiap pasangan suami istri mendambakan si buah hati. Rumah tangga terasa kurang lengkap tanpa kehadiran mereka. Kelucuan dan keluguan anak yang menghilangkan rasa letih dan lesu setelah seharian bekerja. Tawa canda yang bisa merekatkan jalinan cinta yang mulai redup.

Karena itu banyak cara dilakukan pasangan suami istri untuk mewujudkan keinginan mereka. Dari yang berbau medis hingga yang tidak logis. Ya, dengan mengikuti terapi medis oleh seorang dokter kandungan maupun dengan meminum ramuan obat-obatan tradisional.

Yang tidak logis pun banyak ditemukan di kalangan masyarakat. Suatu mitos yang diyakini bisa memancing datangnya si buah hati. Di antaranya adalah saran untuk mengadopsi anak.

Dalam kenyataannya mitos ini sering dilakukan oleh sebagian masyarakat. Bisa jadi mereka mengambil mitos ini dari kisah nabi Zakaria yang tidak memiliki anak hingga berusia lanjut.

Nabi Zakaria mengadopsi Maryam dan mengasuhnya dengan bijaksana. Waktu terus berjalan. Istrinya sudah semakin tua, dan menurut akal sehat manusia sudah tidak mungkin akan hamil. Tapi Allah berkehendak lain, dalam usianya yang lanjut itu istri nabi Zakaria hamil dan lahirlah nabi Yahya.

Dr. Hasnah Siregar, Sp. OG menjelaskan mitos mengadopsi anak yang memang tidak bisa dijelaskan hubungan antara keduanya. Hanya saja, mitos ini pada akhirnya membuat jiwa ibu tenang. Bila ibu tenang, maka organ reproduksi akan bekerja maksimal dan memudahkan terjadinya kehamilan. Dengan catatan baik suami maupun istri tidak mengalami gangguan secara fungsional maupun anatomis.

Masih menurut Dr. Hasnah, Sp.OG, hampir 2/3 atau 60 persen faktor penyebab tiadanya kehamilan bukan faktor fungsional organ atau anatomisnya. Melainkan masalah psikologis atau psikis ibu. Faktor psikologis itu sendiri banyak sebabnya. Antara lain adalah pasangan suami istri tersebut tinggal serumah dengan mertua atau ada dengan banyak saudara ipar, atau tekanan dalam pekerjaan sehingga seorang ibu mengalami stress.

Selain itu dorongan kuat untuk segera hamil menjadi faktor yang tidak bisa dikesampingkan sehingga seorang ibu selalu tegang menunggu hari-hari menstruasinya. Sedemikian tegangnya sehingga emosi seorang ibu tidak stabil. Jiwanya tidak tenang dan pembuahan benar-benar tidak kunjung terjadi. Atau bisa juga karena seorang ibu mengalami stress akibat pertanyaan orang-orang sekitarnya.

Bila demikian, masalah tiadanya kehamilan bisa dibilang cukup kompleks. Ada banyak faktor yang saling terkait. Bila berbagai cara sudah ditempuh dan masih tidak ada hasilnya, pasangan suami istri bisa saja mengadopsi anak. Tentu dengan tujuan yang mulia. Bukan sekadar mengikuti mitos. Tapi lakukanlah itu sebagai panggilan jiwa kebapakan atau keibuan. Seraya terus berharap semoga Allah mengabulkan doanya.

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 31 Th. 2/ 1425 H/ 2005 M

Tolak Gunung Meletus dengan Ketupat?

Ini bukan sekadar mitos omong kosong dan tidak lagi diyakini sebagian masyarakat di negeri ini. Hari- hari ini, ketupat mudah ditemukan di rumah warga yang berdiam di seputar gunung Merapi. Terutama warga Desa Kinahrejo dan Kepuharjo Cangkringan Yogyakarta. Bukan karena ketupat itu menjadi menu utama makanan mereka. Juga bukan karena sekadar hiasan bila ketupat itu terlihat bergelantungan di pintu-pintu rumah sebagian warga.

Masalahnya, di balik ketupat itu tersimpan keyakinan yang mengakar di tengah masyarakat. Ketupat yang berisi garam terbungkus daun sirih itu diyakini memiliki kekuatan magic. Kemampuan linuwih untuk menghindari letusan Gunung Merapi.

Sejak 12  April 2006 Gunung Merapi berstatus siaga. Aktifitasnya terus meningkat. Menurut pengamatan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian Yogyakarta posisi magma terus naik. Ditandai dengan tingginya intensitas gempa berfase banyak dan kian seringnya terjadi guguran lava.

“Artinya magma sudah amat dekat dengan puncak, tinggal menunggu saatnya untuk keluar,” kata Sri, petugas Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian seperti dirilis sebuah harian nasional.

Berbagai upaya antisipasi terus dilakukan berbagai pihak. Pemerintah telah menyediakan tenda- tenda pengungsian yang siap dihuni setiap saat. Tim evakuasi juga telah disiagakan.

Penduduk di sekitar Gunung Merapi tidak tinggal diam. Mereka melakukan ritual tolak balak dengan cara menggantung ketupat berisi garam dalam balutan daun sirih di pintu-pintu rumah mereka serta berbagai ritual lainnya.

Menurut keyakinan mereka, ritual ketupat itu diselenggarakan atas dasar wangsit dari Eyang Sapu Jagad. Lalu mengapa harus ketupat, garam dan daun sirih? Mbah Marijan, juru kunci Gunung Merapi membeberkan alasannya. Ketupat janur hijau melambangkan Kraton Yogyakarta, daun sirih yang rasanya agak pahit sama dengan keadaan masyarakat di sekitar Gunung Merapi yang kehidupannya sedang pahit. Sedangkan garam yang dipilih karena garam melambangkan semangat saling menolong.

Melihat asal-usul ritual ketupat tolak balak yang berasal dari Eyang Sapu Jagad serta alasan yang melatar belakanginya, sejatinya hukum dari ritual ini menurut pandangan Islam telah jelas. Seterang sinar matahari di siang hari. Bahwa hukumnya terlarang dan masuk dalam bab syirik.

Tapi bukan berarti kita dan warga di sekitar Gunung Merapi dan beberapa gunung lain yang menunjukkan peningkata aktifitas hanya diam berpangku dan menyerah pada nasib. Ada senjata istimewa yang bisa dilakukan oleh kaum muslimin di manapun mereka berada. Senjata itu adalah kekuatan doa. Perhatikanlah penuturan Imam al-Ghazali, seperti dinukil Imam Nawawi dalam al-Adzkar.

Imam al-Ghazali berkata, “Jika ada orang yang bertanya, apa manfaatnya doa itu padahal qadha (ketentuan Allah) tidak dapat dihindarkan lagi? Ketahuilah bahwa di antara sebagian dari qadha itu terhindarnya suatu bala bencana karena doa. Doa adalah penyebab dari tertolaknya bala bencana dan adanya rahmat Allah. Sama halnya perisai adalah penyebab bagi terhindarnya orang dari senjata, air penyebab bagi tumbuhnya pohon dan tumbuh-tumbuhan di atas bumi. Bukan lah persyaratan bagi pengakuan akan qadha itu dengan cara tidak membawa senjata (dalam berperang) Allah berfirman: “… maka hendaklah mereka siap siaga dan menyandang senjata…” (QS. An-Nisa’: 102).

Oleh karena itu Allah menakdirkan sesuatu dan menakdirkan pula sebabnya..
HUBUNGI ADMIN