Tak Ada Tebusan di Neraka

Hukuman masih bisa diperbaiki selama kesempatan masih terbuka. Selama pintu belum tertutup. Sebut saja hukuman atas seorang pembunuh yang melakukannya dengan sengaja. Bila ia hidup di negara yang menerapkan syariat Islam, maka hukuman yang pantas baginya tak lain adalah hukuman mati.

Namun, hukuman ini bukanlah harga mati yang tidak bisa ditawar. Kesempatan untuk bertahan hidup masih tetap terbuka, dengan catatan, keluarga orang yang terbunuh memaafkan sang pelaku. Hukuman mati bisa dibatalkan dan diganti dengan sesuatu yang lain. Sang pembunuh dan keluarganya menebusnya dengan seratus ekor unta. Jumlah yang tidak sedikit memang. Tapi itulah yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan si pembunuh dari tajamnya golok algojo.

Tapi jangan pernah berangan-angan untuk melakukan hal serupa saat langit sudah tergulung dan bumi hancur lebur, berganti dengan kehidupan yang abadi.

Masanya sudah berbeda. Keadaannya tidak lagi seperti saat di dunia. Kini, sudah tak ada lagi kesempatan untuk menebus kesalahan dan menggantinya dengan setumpuk uang. Atau ratusan ekor unta. Hukuman tetaplah hukuman dan tidak bisa ditukar dengan apapun.

“Sesungguhnya orang-orang kafir dan mati sedang mereka tetap dalam kekafirannya, maka tidaklah diterima dari seseorang di antara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan emas (yang sebanyak itu). Bagi mereka itulah siksa yang pedih dan sekali- kali mereka tidak memperoleh penolong” (QS. Ali Imran: 91)

Tak ada tebusan. Tak ada tawar menawar. Eksekusi hukuman tinggal menunggu waktu. Orang-orang kafir yang telah tercatat sebagai penghuni neraka tidak bisa merubah suratan takdirnya.

Harta benda yang dulu dibangga-banggakan, sekarang tidak lagi berarti. Semuanya tinggal kenangan. Seperti yang tersebut dalam riwayat Imam Ahmad bahwa Rasulullah menceritakan kisah seorang penghuni neraka yang dipanggil Allah pada hari kiamat. Lalu la ditanya, “Apakah bila kamu memiliki sesuatu sebesar bumi, kamu akan menjadikannya sebagai tebusan?” “Ya benar,” jawab orang itu seperti dikatakan Rasulullah. Kemudian Allah berkata, “Aku telah menginginkan sesuatu yang lebih ringan dari itu. Aku telah mengambil perjanjian denganmu sewaktu kamu masih di punggung bapakmu, Adam, agar kamu tidak menyekutukan-Ku dengan apa pun, akan tetapi kamu tetap saja berbuat syirik”

Takut, sedih, kesal menyesakkan dada. Tapi apalah daya, tebusan harta sudah tidak lagi diterima. Derita panjang sudah terbayang di pelupuk mata. Masih adakah jalan keluar?

Kehebatan dan kedahsyatan api neraka membuatnya kehilangan kesadaran dan rela menjadikan orang-orang terdekatnya sebagai tumbal.

“… Orang kafir ingin kalau sekiranya dia dapat menebus (dirinya) dari adzab hari itu dengan anak-anaknya. Dan istrinya, saudaranya, serta kaum familinya yang melindunginya (di dunia). Dan orang-orang di atas bumi seluruhnya, kemudian (mengharapkan) tebusan itu dapat menyelamatkannya. Sekali-kali tidak dapat. Sesungguhnya neraka itu adalah api yang mengelupaskan kulit kepala.” (QS. Al-Ma’arij 11-16).

 

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 36 Th. 2/ 1426 H/ 2005 M

Wanita yang Tak Mencium Bau Surga

Zaman sudah edan. Di tengah-tengah kita berkeliaran orang-orang yang dalam bahasa Rasulullah dikatakan tidak akan pernah mencium bau surga. Orang-orang yang dalam bahasa kasarnya bisa dikatakan sebagai calon penghuni neraka.

Zaman sudah edan. Di mana pun kita berada, orang-orang seperti itu melintas di depan mata. Mereka terus mengitari kita dan tidak memberi kesempatan kepada kita untuk berlepas diri dari mereka.

Jalanan penuh dengan mereka. Tempat- tempat yang diperuntukkan buat masyarakat umum pun penuh sesak oleh mereka. Pasar, terminal, supermarket, pelabuhan. Semuanya penuh dengan mereka, calon penghuni neraka. Tidak ada kesempatan buat mata untuk menghindar.

Calon penghuni neraka yang belum pernah dilihat Rasulullah, kini telah berseliweran di tengah-tengah kita. Ya, mereka adalah wanita- wanita yang enggan membalut tubuhnya dengan pakaian Islami. Mereka adalah wanita- wanita yang terkena sindrom modernisasi.

“Dua golongan dari penghuni neraka yang belum pernah aku melihatnya. Kaum yang memegang cambuk seperti ekor sapi yang mereka memukul orang-orang dengannya, dan wanita yang berpakaian tetapi telanjang, mempengaruhi orang lain dan menyeleweng, kepala mereka seperti punuk onta yang miring. mereka tidak masuk surga dan mencium baunya, sedangkan baunya bisa tercium dari jarak perjalanan sekian sekian. (HR. Muslim).

Nisa’ kasiyat ‘ariyat dalam bahasa hadits itu adalah wanita-wanita yang berpakaian tapi pada hakekatnya telanjang. la adalah para wanita yang mengenakan gaun panjang dengan belahan tertentu di sana-sini. Dengan bangga, ia ingin mempertontonkan sebagian tubuhnya dan menarik perhatian orang lain.

Nisa’ kasiyat ‘ariyat adalah para wanita yang berpakaian tapi pada hakekatnya telanjang. la adalah para wanita yang berpakaian tembus pandang. Pakaiannya tipis. Gaun yang melekat di badannya tidak bisa menyembunyikan lekak- lekuk tubuhnya. merekalah Nisa’ kasiyat ‘ariyat yang tidak masuk surga dan tidak mencium baunya.

Wanita calon penghuni neraka yang belum pernah dilihat Rasulullah itu pun masih meneruskan aksinya. Pakaiannya yang memalukan itu tidak membuatnya risih. Tapi justru dianggap sebagai suatu kebanggaan. Aksinya pun semakin menggila. Goyangan dan lekak-lekuk jalannya dibuat sedemikian rupa. la ingin memancing perhatian orang-orang di sekitarnya. Balutan kain tipis di tubuhnya membuat ia lebih percaya diri. Mode rambut terkini yang beraneka rupa juga tidak ketinggalan. Perhatikan sekeliling kita, maka wanita-wanita yang belum pernah dilihat pada masa Rasulullah kini telah hadir di tengah-tengah kita. Wanita yang tidak akan mencium wanginya surga.

Jangan lagi bertanya apakah mereka layak menjadi penghuni surga bila mencium baunya saja sudah tidak pantas, Surga bukan diperuntukkan buat golongan seperti mereka. Para wanita penyebar petaka dan bencana. la tidak hanya menjerumuskan dirinya ke dalam neraka, tapi juga orang-orang yang berada di sekelilingnya.

Wahai wanita yang berpakaian tapi pada hakekatnya telanjang! Cepatlah bertaubat sebelum terlambat, Sebelum nafas tersendat di tenggorokan. Sebelum fajar menyingsing dari ufuk barat.
Ghoib, Edisi No. 35 Th. 2/ 1426 H/ 2005 M

Jin Kafir dimasukkan Neraka

Neraka diperuntukkan buat dua golongan. Jin dan manusia. Siapa di antara mereka yang durhaka dan mengingkari Tuhannya. semuanya bernasib sama. Tidak berbeda sedikit pun.

Sekarang, jin bisa menyombongkan diri. Mentang- mentang tidak telihat oleh mata manusia, lalu dengan sesuka udel nya merongrong manusia. Merayu dan menjerumuskan ke jurang kehancuran.

Tapi nanti. Jin tidak dapat melepaskan diri dari ketentuan Allah. Bahwa mereka juga digiring dan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang mereka lakukan. “Dan (ingatlah) hari di waktu Allah menghimpunkan mereka semuanya, (dan Allah berfirman): “Hai golongan jin (syetan) sesungguhnya kamu semua telah banyak (menyesatkan) manusia.” (QS. Al- An’am: 128).

Satu realita yang pasti terjadi. Tinggal menunggu saatnya tiba. Saat matahari terbit dari barat. Saat bumi dan segala isinya dihancurkan. Saat langit digulung. Dan berganti dengan alam yang baru. Pada saat itu, jin tidak lagi dapat berkutik dan menghindar dari suratan nasibnya. “Demi Tuhanmu akan Kami bangkitkan mereka bersama syetan, kemudian akan datangkan mereka ke sekeliling jahannam dengan berlutut. Kemudian pasti akan Kami tarik dari tiap-tiap golongan siapa di antara mereka yang sangat durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Dan kemudian Kami sungguh lebih mengetahui orang-orang yang seharusnya dimasukkan ke dalam neraka.” (QS. Maryam: 68-70).

Bangsa jin yang durhaka menjadi penghuni neraka yang kekal abadi Tidak ada kata maaf buat mereka. “Masuklah kamu sekalian ke dalam neraka bersama umat-umat jin dan manusia yang telah terdahulu sebelum kamu.” (QS. Al-A’raf: 38)

Mereka dimasukkan ke dalam neraka dengan kasar. Kekuatan yang mereka miliki saat di dunia telah sirna. Mereka menjadi makhluk yang tidak berdaya di hadapan jagal- jagal neraka yang bengis dan kejam. Hingga mereka pun terjungkir balik tidak karuan. “Maka mereka (sembahan-sembahan itu) dijungkirkan ke dalam neraka bersama orang- orang yang sesat. Dan bala tentara iblis semuanya.” (QS., Asy-Syu’ara’: 94-95)

Itulah ketetapan yang digariskan Allah. Keputusan telah diambil. Palu telah diketuk. Tidak dapat diganggu gugat atau dirubah. Bahwa neraka diperuntukkan buat orang-orang durhaka dari kalangan jin dan manusia. Ketetapan Allah yang tercatat dalam al- Qur’an. “Kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan sesungguhnya Allah akan memenuhi neraka jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya.” (QS. Huud 19)

Tinggallah kita. Sudikah kiranya menjadi teman-teman jin, sang durjana, di neraka. Bersama menghirup udara neraka. Bersama merasakan kegetiran neraka. Bersama dalam kedukaan yang dalam.

Orang yang berakal. Tentu tidak akan sudi menyertai mereka. Tentu tidak akan rela menjadi antek mereka. Sekarang kesempatan bagi kita masih terbuka untuk berlepas diri dari mereka. Untuk mengurai jerat mereka. Dan membuangnya jauh dari jangkauan orang lain.

Tidak ada kata bersahabat dengan mereka, bangsa jin, sang durjana. Biarkan mereka menjadi penghuni neraka. Biarkan mereka merasakan siksa-Nya. Tapi jangan biarkan diri ini bersama mereka.
Ghoib, Edisi No. 34 Th. 2/ 1426 H/ 2005 M

Api Makanan di Neraka

Orang makan api, Itu hanyalah isapan jempol belaka. Permainan sulap yang sering ditemukan di berbagai tempat dengan menggelar atraksi yang katanya makan api, hakekatnya hanyalah permainan belaka.

Bola api menyala di sumbu kayu itu memang didekatkan perlahan ke mulut. Dan “bruuuss’ api membesar tersembur cairan minyak tanah dari dalam mulut.

Api menerobos ruang kosong. Setelah pesulap menjauhkan bola api dari wajahnya. Giginya menyeringai menunjukkan kegagahan dan keberaniannya bermain api. Padahal itu hanyalah permainan belaka. Tidak ada yang makan api. Atau bahkan menelan api.

Karena api itu menakutkan. Padahal itu baru api dunia yang tidak ada apa-apanya. Masih jauh dibawah kadar panas api neraka. Api dunia hanya sepertujuh puluh panas api neraka.

Sungguh mengerikan bila api yang sedemikian panas pada akhirnya benar-benar dimakan. Melewati kerongkongan dan mencabik-cabik isi perut. Mengocok dan mencairkan semua isinya.

Ini bukan permainan sulap. Tapi demikianlah balasan yang Allah berikan kepada sebagian penghuni neraka karena suatu dosa. Seperti orang-orang yang mendapat amanah untuk mengelola harta anak yatim. Tapi dengan semena-mena ia menikmati harta anak yatim tanpa alasan yang bisa dibenarkan.

“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim dengan cara dzalim, sebenarnya mereka itu memakan api sepenuh perutnya. Dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).” (QS. an- Nisaa: 10)

Itulah balasan bagi orang yang tidak tidak bisa memegang amanah. Harta yang seharusnya diselamatkan, justru dimakannya. Hal yang serupa juga dialami oleh orang-orang Yahudi yang hidup di zaman Rasulullah. Ketika mereka dengan sengaja menyembunyikan bukti kenabian Rasulullah dalam kitab Taurat.

“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu al-Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api.” (QS. al- Baqarah: 174)

Api yang panas itu terus menyebar jala. Mencari mangsa-mangsa baru yang tidak lagi peduli dengan aturan agama. Sesuatu yang jelas dilarang bahkan dianggap sebagai sebuah kebanggaan.

Lihatlah piring, gelas, mangkok yang terbuat dari emas dan perak di kalangan orang-orang kaya. Tidak sedikit di antara mereka yang menjadikannya sebagai alat minum. Padahal semua itu jelas terlarang. Tidak ada alasan bagi umat Islam untuk berbangga-bangga dengan sesuatu yang terlarang. Bila tidak ingin perutnya diobrak-abrik api. Dalam kitab shahihnya imam Muslim meriwayatkan “(orang) Yang makan dan minum dengan bejana emas dan perak, sesungguhnya ia memasukkan ke dalam perutnya api jahannam.” (HR Muslim)

Waspadalah! Bila nantinya bejana yang terbuat dari emas dan perak pada akhirnya menghadirkan petaka. Bukan makanan yang enak, tapi api neraka yang membara.

Karena itu kuatkan kaki untuk terus berlari dan berlari dengan amal shalih. Agar selamat dari cabikan api neraka.

 

 

Ghoib Edisi 33 Th 2/ 1425 H/ 2005 M 

Hukum Karma di Neraka

Hukum karma’ merupakan kalimat yang tidak asing lagi di telinga kita. Kalimat yang dijadikan sebagai ungkapan atas kejadian buruk yang menimpa seseorang. Itu adalah balasan atas kejahatan yang dilakukannya.

Sebut saja, misalnya seorang anak yang dengan lancang mencaci maki orangtuanya di pagi hari. Selang satu jam kemudian nyawanya melayang dihantam bis. Untuk kasus semacam ini orang sering menyebutnya dengan istilah anak itu termakan karmanya.

Memang dalam kenyataannya kesalahan demi kesalahan sering kita lakukan. Tapi sungguh naif, bila ada yang melakukan kesalahan dengan mudahnya. la sudah tahu bahwa apa yang dilakukannya itu menyakiti orang lain. Tapi ia tidak pernah merubah sikapnya. Apalagi bila kemudian kejahatannya dijadikan sebagal tradisi.

Padahal apapun yang dilakukan seseorang dalam kehidupan ini tidak akan lenyap begitu saja. Akan tiba masa pembalasannya. Kelak di kemudian hari. Dalam sebuah hadits nwayat imam Muslim dikisahkan bahwa Rasulullah melihat Abu Tsumamah Amr bin Malik di dalam neraka.

Abu Tsumamah mengeluarkan usus dari perutnya dengan menggunakan tongkat. Memang, tongkat Abu Tsumamah berbeda dengan tongkat biasa. Ujungnya itu melengkung. Kelebihan dalam tanda kutip yang dimiliki oleh Abu Tsumamah dimanfaatkan untuk mencuri harta orang-orang yang sedang menunaikan ibadah haji. Bila ulahnya itu ketahuan, maka dengan mudahnya ia minta maaf dan mengatakan bahwa harta itu tersangkut dengan sendirinya di tongkat.

Tapi, bila tidak ada yang memperhatikan, maka Abu Tsumamah berlenggang kangkung dengan harta di tangannya. Dengan kata lain, ia telah menjadi seorang pencuri. Niat untuk mengambil harta para hujaj diganjar Allah di neraka. la mencongkel ususnya sendiri. Juga dengan tongkatnya yang bengkok. (HR. Muslim)

Balasan atas kejahatan yang dilakukan seseorang selama di dunia, ternyata tidak terbatas pada manusia saja. Balasan yang sama juga akan menimpa orang-orang yang menyiksa hewan. Bukan karena untuk dikonsumsi dagingnya atau memang ada perintah untuk membunuh binatang tersebut.

Kisah seorang wanita Himyar atau dalam riwayat lain seorang wanita asal Bani Israil yang menyiksa kucing hingga mati mengenaskan. Wanita itu mengurung kucing di dalam lemari hingga berhari-hari. Tanpa makanan. Tanpa minuman.

Sadis memang. la tidak membiarkan binatang tak berdosa itu mencari makan sendiri di luar. Akibatnya, di dalam neraka wanita itu harus menerima karmanya. la disiksa Allah gara-gara seekor kucing. Dalam riwayat lain disebutkan kucing tak berdosa itu mencakar dan mencabik-cabik tubuh wanita Himyar itu.

Kisah mereka diungkap Rasulullah dalam sebuah hadits riwayat Jabir bahwa Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya surga dan neraka ditunjukkan kepadaku. Surga didekatkan kepadaku hingga aku berusaha mengambil setandan buah dari surga, namun tanganku tidak mampu menjangkaunya. Neraka ditunjukkan kepadaku, lalu aku terus mundur karena takut ia menimpaku. Dan kulihat seorang perempuan Himyar, hitam, tinggi disiksa karena mengikat seekor kucing dan tidak memberinya makan maupun minum dan tidak membiarkannya mencari makan dari serangga bumi. Kulihat di dalamnya Abu Tsumamah Amr bin Malik menarik ususnya dari api.” (HR. muslim)

Waspadalah! Waspadalah! Atas hukum karma yang mungkin terjadi Jangan biarkan diri ini menjadi korban-korban berikutnya seperti dua kisah di atas.

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 32 Th. 2/ 1425 H/ 2005 M

Ringkikan Neraka

Bila Anda mendengar ringkikan keledai maka itu adalah hal biasa. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Karena ringkikan adalah bagian dari cara keledai berkomunikasi dengan sesamanya. Atau sebagai bentuk pertahanan diri dari gangguan makhluk lain. Tapi bila Anda mendengar berita bahwa ada api yang meringkik, maka itu baru sebuah berita yang layak untuk dicermati dan diwaspadai.

Jelas, Api itu bukanlah api biasa. Karena semua orang tahu bahwa api dunia tidak ada yang mengeluarkan suara ringkikan seperti layaknya seekor keledai. Apalagi sampai menggoncang dunia. Lain halnya dengan api neraka. Banyak sisi api neraka yang membuat manusia tercengang. Sesuatu yang sulit diterima akal sehat manusia.

Tapi di sinilah keimanan seseorang itu diuji. Sejauh mana dia percaya dan mengakui kebenaran informasi yang didapatkan dari sumber yang terpercaya. Al-Qur’an dan hadits. Sebutlah sebuah hadits yang dinukil imam Ibnu Katsir dalam an-Nihayah. Yang bersumber dari sahabat Ibnu Abbas dengan sanad yang shahih.

“Ada seseorang yang diseret ke neraka, lalu apinya menyerang dan sebagiannya merapat pada sebagian yang lainnya. Lalu Allah Yang Maha Pengasih berkata, ‘Kenapa engkau? Neraka menjawab, ‘Sesungguhnya ia meminta perlindungan dari (keburukan) ku. Kemudian Allah berkata, ‘Lepaskan hamba-Ku.’ Ada seseorang yang diseret ke neraka, lalu ia berkata, ‘Ya Tuhanku, bukan ini sangkaanku kepada-Mu’. Maka Allah berkata, ‘Bagaimana sangkaanmu itu? Orang itu menjawab, “Engkau akan melimpahkan rahmat-Mu kepadaku,” kemudian Allah berkata, ‘Lepaskanlah hamba- Ku.’ Ada orang yang diseret ke neraka. Kemudian mereka mengeluarkan suara yang keras kepadanya seperti keledai yang meringkik kepada unta. Dan ia bersuara sekali lagi yang menakutkan setiap orang.”

Neraka meringkik laksana keledai? Itulah berita keghaiban yang disampaikan hadits di atas. Sebenarnya ringkikan yang berasal dari neraka itu bukanlah sesuatu yang asing. Karena di dalam Al-Qur’an sendiri telah disebutkan bahwa neraka juga menjawab pertanyaan Allah.

“(Dan ingatlah akan) hari (yang pada hari itu) Kami bertanya kepada Jahannam, ‘Apakah kamu sudah penuh?” dia menjawab, ‘Masih adakah tambahan?” (QS. Qaaf: 30).

Ungkapan tentang jawaban neraka di atas dapat juga dilihat dalam beberapa hadits shahih. Sebut saja, hadits riwayat imam Bukhari dan Muslim, Anas bin Malik berkata bahwa Rasulullah bersabda, “Jahannam terus menerus diisi dan berkata, Apakah masih ada tambahan? Akhirnya Tuhan Yang Maha Mulia meletakkan kaki-Nya di dalamnya, lalu sebagian yang satu mendekat kepada lainnya, Jahannam berkata, Cukup, cukup, demi keperkasaan dan kemurahan-Mu.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Secara lebih jauh imam Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa munculnya perkataan neraka itu pada saat Allah telah meletakkan kedua kakinya di neraka. Saat neraka telah penuh dan tidak ada lagi tempat untuk menerima tambahan orang-orang berdosa. Saat tidak ada lagi tempat untuk mereka walau selebar lubang jarum.

Dengan demikian, apakah neraka juga memiliki mulut? Terus terang ini adalah wilayah keghaiban yang tidak boleh dibicarakan dengan sembarangan. Tidak ada dalil yang dengan tegas mengatakan bahwa neraka itu memiliki mulut. Sebagaimana halnya neraka memiliki mata dan telinga.

Cukuplah jawaban dan ringkikan neraka menghalau kita untuk menjauh darinya.

Ghoib Edisi 31 Th. 2/ 1425 H/ 2005 M

Dalamnya Neraka

Neraka itu bertingkat. Ada tujuh tingkatannya. Semakin ke bawah semakin berat siksanya. Semakin ke atas semakin ringan siksa yang mereka dapatkan. Ibarat gedung semakin banyak tingkatannya, tentu semakin tinggi menjulang.

Neraka itu tujuh tingkat. Pertanyaannya seberapa dalamkah neraka itu? Sebelum menjawab masalah ini ada baiknya, bila kita mengutip sekilas postur tubuh penghuni neraka. Dengan harapan sedikit menambah gambaran seberapa dalamkah neraka itu.

Dalam hadits riwayat Muslim disebutkan bahwa gigi geraham penghuni neraka itu sebesar gunung Uhud. Sementara untuk melintasi dadanya yang bidang dibutuhkan waktu tiga hari. Bila demikian sungguh sangat mencengangkan bentuk tubuh mereka. Mereka adalah raksasa yang merana.

Gambaran dalam hadits itu baru untuk satu orang. Padahal penghuni neraka jelas lebih banyak dari penghuni surga. Satu berbanding seribu. Jumlah mereka yang melimpah itu pun dibagi-bagi dalam tujuh tingkatan. Masing-masing tingkatan diisi raksasa yang tinggi menjulang.

Dalamnya neraka jelas tidak bisa diukur dengan alat ukur manusia. Karena itu dibutuhkan penjelasan langsung dari Rasulullah. Biarlah Abu Hurairah yang menjelaskan kepada kita apa kata Rasulullah berkaitan dengan kedalaman neraka.

Abu Hurairah berkata, ketika kami sedang duduk bersama Rasulullah, tiba-tiba terdengar suara benda yang jatuh. Kemudian Rasulullah bertanya, ‘Suara apa ini?’ Kami menjawab, ‘Allah dan Rasul-Nya lebih tahu’. Rasulullah bersabda, ‘Ini adalah batu yang dilemparkan ke dalam neraka selama 70 tahun, belum mencapai dasarnya.” (HR. Muslim)

Batu itu tidak sebesar kepalan tangan atau ukuran kepala manusia. Tapi jauh lebih besar. Karena ia seukuran dengan tujuh ekor unta. Tujuh ekor unta yang gemuk-gemuk itu melayang jatuh. Batu itu tidak akan terbakar seperti halnya meteor yang makin lama makin mengecil hingga pada akhirnya mengurangi kecepatannya meluncur ke bawah.

Batu itu tetap utuh sebesar tujuh unta dan meluncur dengan kecepatan yang stabil. Saat Rasulullah bertanya kepada sahabat batu itu telah meluncur ke dasar neraka selama tujuh puluh tahun, tapi belum juga mencapai dasar neraka. Entah berapa lama dibutuhkan untuk mendarat di kerak neraka.

Abu Hurairah dan Thabrani dari Muadz dan Abu Umamah bahwa Rasulullah bersabda, “Andaikata sebuah batu sebesar tujuh ekor unta dilempatkan ke dalam neraka Jahannam, maka ia jatuh di dalamnya selama 70 tahun, belum mencapai dasarnya.” (HR. Hakim)

Dalamnya neraka tidak ada yang tahu. Sampai kiamat pun tetap menjadi rahasia kebesaran Allah. Sebagai seorang muslim, hendaknya kedalaman neraka menjadi peringatan tersendiri. Seperti yang pernah disampaikan Umar bin Khattab. “Perbanyaklah mengingat neraka. Karena panasnya tiada terkira, jarak dasarnya sangat dalam, dan tali kekangnya terbuat dari besi.” (Takhwif minannari: 53)

Dalamnya neraka, menjadi pelajaran berharga. Jangan pernah menantang untuk merasakan kedalamannya. Karena gambaran postur penghuninya saja sudah menyeramkan. Manusia raksasa yang tinggal dan menetap di tujuh tingkatan neraka. Semuanya dengan ketinggian yang tetap menjadi rahasia Allah.

Mimpi Melihat Neraka

Bagi sebagian orang mimpi bisa jadi dianggap bunga tidur. la tidak memiliki makna apa-apa. Tapi dalam kaca mata agama, mimpi ada yang benar dan ada yang tidak. Mimpi seorang nabi dan rasul misalnya. Kebenarannya jelas tidak bisa disangsikan. Karena mimpi bagi mereka merupakan bagian dari wahyu. Kisah Nabi Ibrahim menjadi bukti yang tidak terbantahkan. la diperintah untuk menyembelih anaknya. Ibrahim seorang utusan Allah , sehingga perintah yang muncul di dalam mimpi tetap harus direalisasikan.

Demikian juga dengan orang shalih, tidak sedikit mimpi mereka yang menunjukkan tingkat keshalihan mereka. Di zaman Nabi, sahabat terbiasa menceritakan mimpi mereka kepada Rasulullah. Lazimnya, mimpi yang mereka ceritakan itu adalah mimpi yang baik. Karena Rasulullah mimpi buruk. melarang menceritakan.

Keinginan menceritakan mimpi kepada Rasulullah itu juga menghinggapi jiwa anak- anak. Sebut saja Ibnu Umar. Anak Umar bin Khathab ini memiliki angan-angan bermimpi sesuatu yang layak disampaikan kepada Rasulullah.

Ibnu Umar yang saat itu masih remaja dan belum menikah, terbiasa tidur di dalam masjid. Hingga suatu malam, apa yang dicita-citakannya itu terwujud. Ibnu Umar bermimpi. Tapi kali ini, apa yang dilihatnya di dalam mimpi itu sungguh mengerikan. la bermimpi diajak dua malaikat jalan-jalan.

Bukan mall atau tempat pariwisata yang menjadi tujuan malaikat. Tempat itu tidak lain adalah neraka. Ya, Ibnu Umar bermimpi melihat neraka. Biarlah Ibnu Umar menceritakan mimpinya sendiri.

“Aku bermimpi dua orang malaikat datang kepadaku. Salah satu dari keduanya membawa cambuk dari besi. Kemudian malaikat yang membawa cambuk dari besi menemui aku. Mereka berkata, ‘Janganlah kamu takut. Sungguh engkau seorang yang baik, andaikata engkau banyak melakukan shalat di waktu malam. Kemudian mereka membawaku hingga menghentikanku di tepi Jahannam. Ternyata neraka terlipat seperti melipat sumur.

la mempunyai banyak tanduk (tepi) seperti tanduk sumur. Di antara setiap dua tanduk ada seorang malaikat yang di tangannya membawa cambuk dari besi dan di dalamnya ada orang-orang yang digantung dengan rantai dan kepala mereka berada di bawah. Aku mengenal orang-orang dari Quraisy. Mereka melewati aku dari sebelah kanan. Kemudian aku menceritakannya kepada Hafshah, lalu Hafshah menceritakan- nya kepada Rasulullah. Maka Rasulullah bersabda, ‘Sesungguhnya Abdullah seorang laki-laki yang shalih’. (HR. Bukhari)

Pada satu sisi, cita-cita Ibnu Umar terwujud. Tapi pada sisi lain, ada pelajaran berharga dari mimpi ini. Ibnu yang tidur di masjid saat itu belum terbiasa shalat tahajud. Hingga ia pun mendapat teguran.

“Sungguh engkau seorang yang baik, andaikata engkau banyak melakukan shalat di waktu malam.”

Pelajaran berharga dari mimpi Ibnu Umar adalah bahwa shalat tahajud menjadi sarana yang efektif untuk menghindarkan diri dari sengatan neraka. Karena itu, Ibnu Umar tidak meninggalkan shalat malam..

Pendusta Ayat-ayat Allah

“Apakah kamu tidak melihat kepada orang-orang yang membantah ayat-ayat Allah? Bagaimanakah mereka dapat dipalingkan?”

Ayat di atas terdapat pada surat al-Ghafir yang disebut dengan surat al-Mu’min ayat 69. Dalam ayat ini Allah berfirman kepada Rasulullah agar tidak heran dengan tingkah polah orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah. Kemana gerangan mereka akan dikembalikan. Ini merupakan bentuk tasliyah kepada Rasulullah, agar tidak berkecil hati menghadapi para penentangnya.

Ayat di atas dilanjutkan dengan penafsiran siapa sebenarnya orang-orang yang membantah ayat-ayat Allah itu. Mereka adalah orang- orang yang tidak beriman kepada al-Qur’an dan kitab-kitab yang diturunkan kepada nabi sebelum Rasulullah. “(Yaitu) orang-orang yang mendustakan al-Kitab (al-Qur’an) dan wahyu yang dibawa rasul-rasul Kami yang telah Kami utus.”

Bagi orang kafir yang sama sekali tidak beriman kepada Allah dan Rasulullah sebagai utusannya, mereka telah jelas hukumnya. Masalahnya kemudian, ada sebagian umat Islam yang dengan berani mengotak-atik hukum yang telah diterangkan dengan jelas di dalam al-Qur’an. Padahal hukum yang dipermasalahkan itu bersifat qath’i dan tidak membutuhkan penjelasan ulang.

Sekian banyak ayat yang telah jelas makna dan pemahamannya diotak-atik kembali, dengan alasan bahwa penafsiran al-Qur’an harus sesuai dengan perkembangan zaman. Bahkan ada yang berani menolak melaksanakan hukum- hukumnya karena dianggap sudah tidak layak pakai. Naudzubillah.

Sebutlah contoh yang paling mudah bagaimana mereka mengotak-atik hukum waris yang telah jelas pembagiannya di dalam al-Qur’an antara laki-laki dan perempuan. Atau penolakan mentah-mentah terhadap hukum poligami yang dianggap melecehkan kaum perempuan. Sekian deretan masalah masih bisa dikemukakan sebagai daftar penolakan mereka kepada al-Qur’an. Padahal notabenenya mereka mengaku sebagai bagian dari umat Islam yang katanya intelek.

Bila demikian halnya, tidakkah mereka tergolong kepada orang yang disindir dalam al- Qur’an. Yaitu orang-orang yang beriman kepada sebagian isi al-Qur’an dan menolak sebagian yang lain. Apakah penerimaan kita terhadap al-Qur’an sesuai dengan selera kita? Bila menguntungkan kita ambil dan bila tidak sesuai dengan logika dan perkembangan zaman harus dibuang? Lalu apakah kita menjadikan apa yang terjadi di masyarakat sebagai kerangka untuk menghakimi al-Qur’an.

Allah mengancam orang-orang yang mendustakan al-Qur’an dengan ancaman yang pedih. “… Kelak mereka akan mengetahui, ketika belenggu dan rantai dipasang di leher mereka, seraya mereka diseret, ke dalam air yang sangat panas, kemudian mereka dibakar dalam api.” Kemudian dikatakan kepada mereka, ‘Manakah berhala-berhala yang selalu kamu persekutukan, (yang kamu sembah) selain Allah?’ mereka menjawab, ‘Mereka telah hilang lenyap dari kami, bahkan kami dahulu tiada pernah menyembah sesuatu’. Seperti demikianlah Allah menyesatkan orang-orang kafir.” (QS. al-Ghafir: 70-74)

Keyakinan kepada Al-Qur’an tidak bisa parsial. Menerima sebagian dan menolak sebagian yang lain. Hati-hatilah dengan merebaknya pemahaman yang menyimpang.

Sungai Nanah

Sungai nanah? Mungkin Anda terperanjat ketika ditanya keberadaannya. Tanpa pikir panjang muncul keluar jawaban bahwa sungai itu tidak ada. Pasalnya, yang disebut dengan sungai berarti ia merupakan sekumpulan air yang mengalir dalam jumlah byang banyak. Aliran air itu pun bertahan cukup lama.

Sedang yang dinamakan dengan nanah adalah cairan yang keluar dari tubuh yang terluka. Hasil dari pertempuran darah putih dengan kuman atau bakteri yang berada di daerah terluka. Bila kemudian dua gambaran ini disatukan, berarti sungai nanah adalah sungai  dengan aliran nanah yang sedemikian banyak. Jelas tidak akan pernah ditemukan.

Tapi tunggu dulu. Sesungguhnya sungai nanah itu memang ada. Keberadaannya nyata dan memang sungai itu berisi nanah. Bukan air biasa. Hanya saja, sungai nanah itu tidak ada di dunia. la adalah sungai yang berada di neraka.

Neraka. Itulah tempatnya. Sumber mata air sungai ini adalah tubuh-tubuh penghuni neraka sendiri yang terbakar oleh panasnya neraka. Jumlah mereka yang sedemikian banyak serta didukung oleh bentuk tubuh mereka yang tinggi besar maka sungai neraka menjadi aliran sungai tersendiri di neraka.

Jangan lagi ditanya bagaimana baunya, karena sumbernya saja neraka. Tajamnya bau aliran sungai di beberapa titik di Jakarta tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan sungai neraka.

Ironisnya, sungai nanah bukan sekadar sebagai muara nanah-nanah penghuni neraka, tapi sungai ini juga berperan sebagai sumber air minum bagi sebagian penghuni neraka.

Dalam beberapa hadits disebutkan secara khusus siapa penghuni neraka yang akan meminumnya. Dialah para peminum minuman keras. Orang-orang yang keras kepala. Orang- orang yang tahu bahwa minuman keras itu terlarang, lalu dia bertobat. Tapi karena suatu peristiwa yang mengguncang jiwanya, ia kembali terbawa arus dan menenggak minuman keras untuk kedua kalinya.

la pun kembali bertobat. Masalahnya, ia tidak benar-benar bertaubat. la hanya bertaubat sambal. la pun mengulang minum khamr untuk ketiga dan keempat kalinya. Bila sudah empat kali bertaubat lalu mengulang kesalahan yang sama, maka sungai nanah akan menjadi ganjaran yang setimpal untuknya.

la akan merasakan betapa menjijikkannya minuman itu. Abdullah bin Umar mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, “Barangsiapa meminum khamr (minuman keras), maka Allah tidak menerima shalatnya selama empat puluh hari. Bila ia bertaubat, Allah menerima taubatnya. Dan jika ia kembali mengulang minum khamr, maka shalatnya tidak diterima selama empat puluh hari. Bila ia bertaubat, Allah menerima taubatnya. Jika mengulang minum khamr, maka Allah tidak menerima shalatnya selama empat puluh hari. bila ia bertaubat, Allah menerima taubatnya. Tapi bila ia mengulanginya untuk yang keempat kali, maka Allah tidak menerima shalatnya selama empat puluh hari. dan bila ia bertaubat, Allah tidak menerima taubatnya. Allah akan memberinya minum dari sungai Khabal. Dikatakan, wahai Abu Abdul Rahman, apakah sungai Khabal itu? la menjawab sungai yang bersumber dari nanah-nanah penghuni neraka.” (HR. Tirmidzi) Tirmidzi menyebut hadits ini hadits hasan. Hadits tentang sungai nanah, juga diriwayatkan imam Ahmad dalam musnadnya.

Karena itu, hentikan minum khamr sebelum diganti Allah dengan sungai nanah.
HUBUNGI ADMIN