Atha’ bin Yasar meriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki datang menemui Ibnu Abbas, la berkata, “Saya melamar seorang perempuan, tapi dia menolak lamaran saya. Lalu ada orang lain yang melamar wanita tersebut dan dia menerima lamarannya. Saya cemburu. Maka saya bunuh perempuan itu. Apakah taubat saya masih bisa diterima?”. Ibnu Abbas bertanya, “Ibumu masih hidup?” “Tidak,” jawab laki-laki tersebut. “Bertaubatlah kepada Allah. Dan dekatkan dirimu (beribadahlah) kepada Allah sebisa mungkin. Kemudian Atha’ bin Yasar pergi menemui Ibnu Abbas, “Mengapa kamu bertanya tentang ibunya?” “Saya tidak melihat sebuah perbuatan yang paling dekat kepada Allah selain berbuat baik kepada ibu.” Diriwayatkan imam Thabari dalam tafsirnya.
Itulah bukti lain kedudukan seorang ibu di mata anak-anaknya. Sehingga Ibnu Abbas memberikan nasehat kepada seorang pembunuh agar ia berbuat baik kepada ibunya. Berikut adalah petikan beberapa adab terhadap orangtua yang bisa dijadikan rujukan bagaimana seharusnya seorang berbakti kepada ibu bapaknya.
- Tidak memanggil ibu bapak dengan namanya, tidak duduk sebelum orangtuanya duduk dan tidak berjalan di depan orangtuanya.
Sebagai bentuk penghormatan seorang anak kepada kedua orangtuanya, maka ia harus memanggil mereka berdua dengan panggilan yang menyenangkan. Dengan panggilan kesayangan orangtuanya. Sungguh sangat tidak pantas bila ada seorang anak yang dengan gagah berani memanggil mereka berdua dengan namanya langsung.
Patut disyukuri bahwa etika ini berkembang luas di masyarakat kita. Di mana mereka tidak rela kedua orangtuanya disebut namanya langsung tanpa didahului kata pak atau bu.
Namun, pada sisi lain masih ada beberapa hal yang layak dijadikan sebagai catatan bahwa tidak jarang di antara kita, seorang anak, yang tanpa sengaja mengurangi rasa hormat kita kepada mereka. Taruhlah pada saat jalan berdua atau bertiga bersama orangtua. Kita berjalan mendahului mereka. Hal ini sering kita lakukan tanpa merasa bersalah.
Padahal secara jelas dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Abu Hurairah melihat dua orang yang sedang berjalan. Lalu dia bertanya kepada salah seorang dari mereka, “Apa hubungan orang ini dengan kamu?” “Dia bapak saya,” jawab orang tersebut. Abu Hurairah berkata, “Jangan memanggilnya dengan menyebut namanya, jangan berjalan di depannya dan jangan duduk sebelum dia duduk.” (HR. Abdul Razaq dan Baihaqi).
- Tidak berbicara kasar kepada orangtua, tidak menghardiknya
Bila kebetulan, orangtua kita sudah sepuh/tua. Masa-masa kejayaannya sudah berlalu. Dulu mereka tidak mau meminta bantuan kepada anak-anaknya. Hampir semua masalah yang ada, ingin mereka selesaikan sendiri.
Tapi kini, setelah berjalannya waktu, mereka tidak bisa lagi seperti dulu. Faktor usia dan segala permasalahannya membuat mereka harus berdiam diri di rumah. Dirawat anak- anaknya.
Sebenarnya ini adalah kesempatan emas seorang anak untuk menunjukkan baktinya kepada kedua orangtuanya. Dengan memberikan pelayanan yang terbaik untuk mereka. Bukan sebaliknya. Menjadikan orangtua sebagai sasaran kemarahan.
Hanya karena masalah sepele sudah berani berkata kasar kepada mereka. Padahal dalam kacamata agama ungkapan ‘ah’ yang ditujukan kepada orangtua sudah terlarang. Apalagi sampai menghardiknya.
“Dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. al- Isra’: 23).
Sebaliknya, sayangilah kedua orangtua lebih dari kita menyayangi diri sendiri. Dengan segala kekurangannya yang ada. Karena dengan semua hal seperti itu saja, kita masih belum bisa membalas budi mereka yang tidak lagi ternilai, “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih kesayangan. Dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku, kasihanilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” (QS. al-Isra’: 24).
- Minta izin kepada keduanya
Kebiasaan untuk selalu minta izin kepada orangtua bila hendak bepergian, harus dibiasakan dan tetap dipertahankan walaupun kita telah besar. Jangan hanya terjadi saat kita masih kecil. Lalu dengan semakin bertambahnya usia, kemudian menganggap diri kita sudah mampu menjaga diri sendiri dan tidak perlu lagi meminta izin kepada orangtua.
Pada sisi lain, kebiasaan untuk minta izin harus tetap dikembangkan pada masalah-masalah yang jauh lebih besar. Biasakanlah untuk selalu bertukar pikiran dengan orangtua dalam mengambil sebuah keputusan penting. Karena pandangan dan pendapat orangtua terkadang banyak membantu kita. Terutama pada masa- masa yang sulit.
Hal seperti ini sudah dikembangkan Rasulullah sejak empat belas abad yang lalu. Seperti tersebut dalam sebuah hadits. Abu Said meriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki berhijrah dari Yaman Kemudian dia berkata, “Ya Rasulullah. Sungguh saya telah berhijrah. Rasulullah bertanya, “Apakah kamu punya keluarga di Yaman?”. “Kedua orangtua saya,” jawab laki-laki itu. “Apakah mereka berdua mengizinkanmu (berhijrah)?” Tanya Rasulullah. “Tidak.” jawab laki-laki itu. “kembalilah dan mintalah izin kepada mereka berdua. Bila mereka mengizinkanmu maka ikutlah berjuang dan bila tidak, maka berbuat baiklah kepada keduanya.” (HR. Abu Dawud).