Akan Maraknya Kemurtadan Sesudah Rasulullah Wafat

لا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَلْحَقَ قَبَائِلُ مِنْ أُمَّتِي بِالْمُشْرِكِيْنَ وَحَتَّى يَعْبُدُوا الْأَوْثَانَ.

(رواه الترمذي)

“Tidak akan terjadi hari kiamat, sebelum beberapa kabilah dari umatku, mengikuti orang-orang musyrik, dan sampai mereka menyembah berhala.”

 

Tingkatan Hadist:

Hadits ini shahih, sebagaimana dishahihkan oleh Imam At Tarmidzi dan Al Hakim.

 

Kenyataan dari yang diramalkan:

Rasulullah SAW benar, dimana peristiwa tersebut telah menjadi kenyataan seperti yang telah diramalkan sebelumnya. Tepatnya, manakala berita tentang wafatnya Rasulullah SAW, maka banyak sekali diantara suku-suku yang mendiami Jazirah Arab menjadi murtad (keluar) dari ajaran Islam. Bahkan Musailamah Al Kadzab dan Thulaihah sudah terang-terangan mengklaim dirinya sebagai Nabi pengganti, sehingga semakin kuatlah pengaruh mereka dan semakin banyak pengikut-pengikut mereka dikalangan suku-suku bangsa Arab. Kemudian Khalifah Abu Bakar memutuskan untuk memerangi mereka, seperti yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, hingga pada akhirnya Abu Bakar pun berhasil melenyapkan mendung- mendung kemurtadan, dan bangsa ‘Arab kembali dituntun oleh Islam dan Iman.

Sementara umatnya yang telah mengikuti tata cara orang-orang musyrik, semakin nampak pengaruh dan existensinya di sekitar kita. Contohnya, perayaan Valentine Day setiap tanggal 14 Februari, yang sekarang digandrungi oleh sebagian besar pemuda-pemudi Islam masa kini. Sebenarnya Valentine Day adalah suatu perayaan yang berdasarkan kepada pesta jamuan ‘supercalis’ bangsa Romawi kuno di mana setelah mereka masuk Agama Nasrani (kristian) maka berubah menjadi ‘acara keagamaan’ yang dikaitkan dengan kematian St. Valentine. Valentine jelas-jelas bukan bersumber dari Islam, melainkan bersumber dari rekaan fikiran manusia yang diteruskan oleh pihak agamawan. Oleh karena itu lah, jika kita hanya berpegang kepada akal rasional manusia semata-mata, tidak berdasarkan kepada Islam (Allah), maka ia akan tertolak. Firman Allah swt dalam Surah Al Baqarah ayat 120: “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu”.

Sudah jelas! Apapun alasannya, kita tidak dapat menerima kebudayaan import dari luar yang nyata-nyata bertentangan dengan keyakinan (akidah) kita. Janganlah kita mengotori akidah kita dengan dalih toleransi dan setia kawan sehingga kita mengikuti tata cara orang-orang musyrik. Karena lambat laun kita pun akan terbawa untuk menyembah berhala-berhala yang selama ini menjadi Tuhan mereka. Yang pada akhirmya, Akidah kita akan tergadaikan.
Ghoib, Edisi No. 34 Th. 2/ 1426 H/ 2005 M

Hijrah Itu Indah Namun Tidak Mudah

Bercermin dari kisah perjalanan hijrah Rasulullah dan para shahabat. Berkaca pada peristiwa menentukan yang sangat bersejarah, kita pun harus hijrah segera. Segala bentuk kemaksiatan, segala bentuk dosa, segala bentuk kesyirikan, segala bentuk kemunkaran, segala bentuk kedzaliman, sekaranglah saatnya mengakhiri itu semua.

Hijrah itu sangat indah namun tidak mudah. Indah karena di sanalah kita akan menjumpai orang-orang shalih yang membuat hidup ini lebih berwarna terang. Indah karena di sanalah kita akan saling berbagi segalanya dalam konteks hubungan persaudaraan yang sangat kuat. Indah karena di sanalah segala egois diri dan penyakit hati dikikis. Indah karena ketentraman, kebahagiaan, kedamaian ada semua di sana. Indah karena bumi ini akan diberikan kepada mereka yang beriman dan hijrah untuk memakmurkannya. Indah karena janji surga Allah diperuntukkan bagi mereka yang benar-benar beriman, dan orang yang hijrah termasuk golongan mereka, “Dan orang- orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan, mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman.” (QS. al-Anfal: 74).

Namun tidak mudah. Tidak ringan. Tak sesederhana membalikkan telapak tangan. Tetapi ini sangat wajar, melihat keutamaan dan pahala yang sedemikian besar dan hebat, maka pasti ada nilai bayar yang besar pula. Dan berikut ini hal hal yang membuat orang lebih memilih berlama-lama dalam kemaksiatan dan enggan berhijrah menuju cahaya Allah. Disarikan dari perjuangan hijrah Rasulullah dan para shahabat.

 

  1. Tidak Mudah untuk Ikhlas

Hijrah dari kemaksiatan atau dosa adalah merupakan amal yang sangat besar dan mulia. Dan yang terusik pertama kali adalah para syetan. Dan bisa jadi Iblis sendiri menjadi terguncang karena salah satu korbannya yang selama ini bisa dipermainkan, kini akan menjadi musuhnya. Untuk itulah Iblis sendiri pernah menyatakan, “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semua, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka” (QS. al-Hijr: 39-40)

Untuk itulah hadits tentang hijrah yang dimuat sebagai hadits pembuka dalam kitab shahih Bukhari adalah berbicara tentang keikhlasan dalam berhijrah. “Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya. Sesungguhnya setiap orang tergantung pula dengan niatnya. Maka barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan rasul-Nya, maka hijrah itu (dinilai) karena Allah dan rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrahnya karena dunia, dia akan mendapatkannya atau karena wanita yang ingin dinikahinya. Maka hijrahnya tergantung karena apa dia hijrah.”

Sehingga diriwayatkan tentang muhajir Ummu Qois, kisah seseorang yang mau hijrah tetapi karena ingin menikahi gadis pujaannya yang hijrah ke Madinah. Inilah yang disinggung oleh hadits di atas tentang hijrah dengan niat untuk mendapatkan seorang gadis.

Lebih detail tentang niat bagi siapapun yang hijrah. termasuk kita yang berusaha untuk hijrah dari segala bentuk kebiasaan buruk, kita simak penjelasan Imam Ibnu Hajar al Atsqalani, “Nash hadits hijrah mensinyalkan bahwa dicelanya hijrah, dikarenakan niat murni untuk mendapatkan wanita. Adapun yang menggabungkan niat hijrah dengan niat mendapatkan wanita sekaligus maka dia akan diberikan pahala hijrah tetapi tentu tidak sama dengan orang yang niat hijrahnya benar-benar tulus. Seperti kisah Abu Talhah dan Ummu Sulaim, diriwayatkan oleh Nasa’i dari Anas, Ummu Sulaim masuk Islam dan Abu Talhah belum, Abu Talhah melamarnya, Ummu Sulaim menjawab lamarannya, “Aku telah masuk Islam, jika kamu masuk Islam maka aku mau kamu nikahi”. Abu Talhah pun masuk Islam dan Ummu Sulaim bersedia untuk dinikahi. Maka ini sama dengan orang yang berniat untuk puasa sekaligus untuk penjagaan diri (dari hawa nafsu).

Imam Ghozali berpendapat tentang pahala sebagai berikut jika berniat untuk dunia saja atau niat untuk dunianya lebih besar maka tidak mendapatkan pahala. Jika berniat untuk akhirat maka akan diberikan pahala sesuai dengan kadar niatnya. Jika antara dunia dan akhirat sama, maka niat akan ragu antara keduanya maka tidak mendapatkan pahala. (Fathul Bari 1/17-18)

Jadi, dari awal tinggalkan kemaksiatan, kesyirikan bukan karena syarat dari manusia tertentu, tetapi landasi dengan keikhlasan. Dan juga waspadai pembelokan niat di tengah jalan, dari ikhlas menjadi tidak ikhlas. Karena memang ikhlas itu tidak mudah.

 

  1. Tidak Mudah untuk Berkorban

Hijrah adalah pengorbanan. Hanya saja berbeda bentuk pengorbanan itu dari orang perorang. Ada yang meninggalkan kemaksiatan berisiko pada hilangnya pekerjaan. Ada yang berisiko pada gagalnya pernikahan. Ada yang berisiko pada dibencinya oleh keluarga. Jiwa berkorban pasti dibutuhkan bagi mereka yang hendak hijrah. Dan itu tidak mudah.

Bercermin pada kisah Abu Salamah, semoga kita siap berkorban demi hijrah yang sempurna. Abu Salamah adalah termasuk orang pertama yang hijrah ke Madinah. Dia berniat membawa istri dan anaknya yang masih bayi untuk ikut serta. Saat mereka telah bersiap untuk melakukan perjalanan hijrah, rupanya tidak disetujui oleh keluarga besar mereka. Akhirnya keluarga besar mereka berkumpul untuk melarang. Abu Salamah tetap kukuh niatnya untuk hijrah meninggalkan kota syirik menuju kota iman. Keluarga istrinya juga tetap ngotot untuk melarang. Dan kalau pun Abu Salamah tetap ingin hijrah maka mereka tidak mengizinkan istrinya dibawa. Berikutnya yang terjadi justru perebutan anak yang masih bayi antara dua keluarga besar. Hingga diriwayatkan, tarik menarik bayi itu mengakibatkan putusnya tangan si bayi. Dan Abu Salamah tetap melenggang untuk hijrah, berkorban demi Allah meninggalkan kekasih dan belahan jiwanya. Satu tahun perpisahan dengan orang terdekat dalam hidup bukan waktu yang sebentar. Dan memang hijrah itu perlu pengorbanan.

Lain lagi kisah Suhaib ar- Rumy, seorang shahabat pendatang kota Mekah yang hidup kaya sebagai saudagar. Ketika hendak hijrah dia dihalang-halangi oleh para penduduk kafir Mekah. Orang- orang itu menginginkan harta Suhaib. Dan Suhaib pun menunjukkan ruh pengorbanan yang agung, “Apakah kalau aku tinggalkan seluruh kekayaanku kalian biarkan aku hijrah?” Dan Suhaib pun pergi tanpa membawa sedikit pun harta yang telah dikumpulkannya bertahun-tahun, kecuali pakaian menempel di badan. Sesampainya di Madinah, Rasul menyambutnya dengan kabar gembira, “Beruntunglah perdaganganmu, Abu Yahya. Beruntunglah perdaganganmu, Abu Yahya. Beruntunglah perdaganganmu, Abu Yahya.”

Memang akan beruntung orang yang berkorban apa saja demi pembersihan diri dan keluarga dari kesyirikan dan kemaksiatan. Tetapi berkorban itu tidak mudah.

Imam Qurthubi menyebutkan riwayat yang menunjukkan sebab turunnya ayat, “Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rizkinya sendiri. Allah lah yang memberi rizki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. al-Ankabut: 60). Riwayat tersebut dari Ibnu Abbas berkata, “Bahwasanya Nabi berkata kepada orang- orang beriman di Mekah ketika mereka diintimidasi oleh orang musyrik, ‘Keluarlah ke Madinah, berhijrahlah dan jangan bertetangga dengan orang-orang dzalim.’ Mereka berkata, ‘Nanti kami tidak mempunyai rumah, pekarangan, tidak ada yang memberi kami makan dan minum.’ Maka kemudian turun ayat Allah tersebut.” (Tafsir al- Qurthubi 13/360)

Kehilangan banyak hal adalah pengorbanan. Dan sesungguhnya kata kehilangan adalah kata-kata kita sebagai manusia. Tetapi sesungguhnya kita tidak kehilangan, karena itu adalah simpanan mahal di sisi Allah dan pasti Dia akan menggantinya. Sehingga bahasa yang benar adalah bahasa nabi, “Beruntunglah perdaganganmu!”

 

  1. Tidak Mudah karena Melelahkan

Hijrah adalah merupakan revolusi diri yang dahsyat. Merubah keyakinan tidaklah mudah. Apalagi kalau keyakinan salahnya selama ini nampak seperti selalu benar. Maka hijrah adalah proses yang sangat melelahkan hati atau pun fisik.

Nabi sendiri kepalanya dihargai oleh orang-orang Quraisy bagi siapa saja yang bisa memberitahu keberadaan Muhammad dalam peristiwa hijrah beliau.

Begitulah, terkadang niat dan tekad yang sudah kuat itu selalu ada saja halangannya. Akhirnya harus membangun niat dan tekad kembali dengan susah payah. Melelahkan.

Belum lagi ketika harus sabar membangun infrastruktur kehidupan barunya setelah hijrah. Memulai dari nol adalah sesuatu yang tidak mudah dan memang sangat melelahkan.

Sebagai hiburan untuk kita yang kelelahan, Allah berfirman, “Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya mereka pun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan.” (QS. an-Nisa’: 104).

 

  1. Tidak Mudah Istiqamah Setelah Hijrah

Hijrah kepada aqidah yang murni dan pembersihan diri tidak mudah. Dan lebih tidak mudah lagi istiqamah setelah hijrah.

Pelajaran kembali bisa kita ambil dari kisah hijrah Rasul dan para shahabatnya. Madinah, kota hijrah Nabi bukanlah tempat yang nyaman bagi shahabat yang datang dari Mekah. Karena Madinah adalah kota endemis malaria. Benar saja, beberapa shahabat diserang penyakit demam malaria ini. Di antara yang sakit adalah Abu Bakar dan Bilal. Bahkan diriwayatkan sampai pingsan beberapa kali karena demam tinggi.

Mari kita dengar rintihan Bilal yang kembali terbayang kota Mekah, “Alangkah indahnya jika malam ini aku bermalam di lembah dan di sekelilingku pohon idzkhir.

Ya Allah laknatlah Utbah bin Rabiah, Syaibah bin Rabiah dan Umayyah bin Khalaf sebagaimana mereka telah mengeluarkan kami ke negeri endemis malaria ini.” Idzkhir adalah pohon yang tidak tumbuh di Madinah tetapi dia tumbuh di Mekah.

Sampai-sampai Rasul perlu berdoa ketika mendapatkan pengaduan tentang sakit Abu Bakar dan Bilal dari istri beliau Aisyah, “Ya Allah, anugerahkan kepada kami rasa cinta kepada Madinah sebagaimana kami mencintai Mekah atau bahkan lebih dan perbaikilah kota ini, berkahilah dalam sha dan mudnya (Sha’ dan Mud adalah ukuran timbangan di zaman itu), dan pindahlah demamnya ke Juhfah.” (HR. Muslim).

Ada saja gangguannya. Ada saja godaannya. Ada saja yang menyebabkan kita teringat kembali kenangan bersama syetan dalam kesyirikan dan dosa. Tetapi segera tepis. banyak taawwudz dan doa serta jangan pernah kembali ke api setelah Allah selamatkan.
Ghoib, Edisi No. 34 Th. 2/ 1426 H/ 2005 M

Saatnya Hijrah dari Syirik Menuju Iman

Kalender kita  sebenarnya adalah kalender hijriyyah. Hanya sayangnya, kalender tersebut sudah ditinggalkan negeri muslim ini. Bahkan banyak di antara kita yang sudah tidak hafal lagi urutan nama-nama bulannya.

Dari penamaannya, kita tahu bahwa sejarah penentuan penanggalan dalam Islam dimulai di zaman Umar. Ketika banyak surat dari para raja dan penguasa. Dan diberitahukan bahwa para raja dan penguasa tersebut terbiasa menggunakan tanggal untuk surat menyurat mereka. Maka Umar pun bermusyawarah untuk menentukan penanggalan dalam Islam. Dan diambillah hitungan. tahunnya dimulai dari hijrah Rasulullah ke Madinah. Sehingga dinamakan tahun hijriyyah.

Pilihan Umar sangat tepat. Peristiwa hijrah adalah peristiwa fenomenal dalam sejarah Rasulullah dan para shahabat. Di mana nilai-nilai kepahlawanan dan tingkat keimanan diuji. Di mana hijrah adalah titik tolak kebangkitan Islam.

Sejarah hebat berikut kisah-kisah keteladaan agung dalam peristiwa hijrah masih tercatat dalam buku sejarah kita. Dan hijrah ini memang mendapatkan perhatian khusus dalam Islam hingga disebutkan berulang-ulang dalam al-Qur’an.

Kalau dahulu shahabat pernah hijrah dua kali ke Habasyah meninggalkan Mekkah. Kemudian Rasul dan para shahabat yang lain hijrah ke Madinah meninggalkan Mekkah. Dan setelah itu tidak ada lagi hijrah, bukan berarti hijrah telah selesai.

Definisi yang dikemukakan oleh Imam Ibnu Hajar menunjukkan hal itu, “Makna hijrah secara bahasa adalah attark (meninggalkan). Hijrah kepada sesuatu adalah bepindah kepadanya dari selainnya. Dalam pengertian syariat, hijrah adalah meninggalkan apa yang dilarang Allah.”

Maka, hijrah masih terus berlangsung hingga hari kiamat. Memang sekarang sudah tidak ada lagi hijrah dari Mekkah ke Madinah. Karena keduanya kini dikuasai oleh muslimin.

Hijrah terbagi dua. Pertama, hijrah makaniyyah (hijrah tempat) yaitu meninggalkan negeri kafir ke negeri Islam. Dan syariat hijrah ini juga masih berlaku bagi negeri yang benar- benar menghalangi muslim untuk melakukan ibadah wajib. Ketika tidak ada pilihan lain, maka hijrah adalah pilihan yang harus dia lakukan. Sebagaimana yang disebutkan dalam al- Qur’an, “Sesungguhnya orang orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya, “Dalam keadaan bagaimana kamu ini?’ Mereka menjawab, ‘Adalah kami orang- orang yang tertindas di negeri (Mekkah)’. Para malaikat berkata, ‘Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?’ Orang-  orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. an-Nisa: 97).

Kisah orang-orang yang tidak mau meninggalkan negeri syirik, disebutkan bahwa mereka yang tidak mau hijrah padahal sanggup untuk melakukannya. Kemudian mereka ditindas di Mekkah dan dipaksa orang-orang kafir Mekkah untuk ikut perang Badar dan akhirnya di antara mereka ada yang terbunuh di peperangan itu.

Hijrah makaniyyah ini dijelaskan oleh Imam Ibnu Hajar sebagai berikut, “Dalam Islam hijrah pernah terjadi dalam dua bentuk. Pertama, berpindah dari negeri menakutkan kepada negeri yang aman sebagaimana dalam dua hijrah para shahabat ke negeri Habasyah. dan permulaan hijrah dari Mekkah ke Madinah. Kedua, berpindah dari negeri kufur kepada negeri iman. Hal itu terjadi setelah Nabi menetap di Madinah, maka muslimin yang belum hijrah berpindah ke Madinah.

Dahulu, hijrah khusus berpindah ke Madinah sampai ketika Mekkah sudah terbuka, kekhususan itu telah berakhir dan tersisa. Makna umum dari hijrah yaitu berpindah dari negeri kafir bagi yang mampu.” (Fathul Bari 1/16)

Kedua, hijrah qalbiyyah/ maknawiyyah (hijrah hati/ maknawi). Dia tidak berpindah secara fisik. Tidak pergi meninggalkan tempat tinggalnya hari ini. Tetapi berpindah secara hati. Beningkan hati. Hingga kebeningannya memancarkan cahaya menembus diri, terbukti dalam kegigihannya mengikis syirik dan kemaksiatan serta terpancar dalam bentuk amal yang benar dan ikhlas.

Kesyirikan sudah sangat mengkhawatirkan dan mungkin kita pernah terjerumus ke dalamnya. Kemaksiatan lainnya juga sudah mengenaskan dan mungkin kita pernah melakukannya. Jimat, perdukunan, ramal-meramal nasib, tahayyul, khurafat, zina, pergaulan bebas, meninggalkan shalat, tidak membayar zakat, riba, menipu, dusta, korupsi, mencuri, merampas hak orang lain, menyakiti hati keluarga dan tetangga serta kemaksiatan lainnya, satu di antaranya mungkin pernah kita lakukan atau bahkan masih ada dalam diri kita. Dan kini saatnya kita berhijrah.

Hijrah maknawiyyah dijelaskan dalam tafsir fi dzilalil qur’an, “Perintah hijrah tetap ada hingga Mekkah ditaklukkan.. Dan hijrah ditiadakan setelah Mekkah ditaklukkan, yang tersisa adalah jihad dan amal sebagaimana sabda Rasulullah. Hanya saja, hal tersebut terjadi pada generasi Islam pertama yang memerintah bumi selama seribu dua ratu tahun kira-kira, di marsyariat Islam tidak terputus, kepemimpinan Islam berdiri atas syariat Islam.

Adapun hari ini bumi kembali menjadi jahiliyyah dan hukum Allah hilang dari kehidupan manusia di atas bumi, kekuasaan kembali ke tangan para taghut di seluruh bumi dan manusia kembali masuk dalam ibadah kepada makhluk setelah. Dia mengeluarkan mereka darinya kepada Islam. Sekarang dimulai lagi perjalanan baru yang lain bagi Islam, seperti perjalanan Islam pertama dengan mengambil aturan dalam fase-fase hukumnya hingga berakhir nantinya kepada berdirinya negeri Islam dan hijrah, kemudian teduhan Islam kembali lagi dengan izin Allah.”

Hijrah mempunyal sisi-sisi perjuangan yang pastinya sulit. Tetapi buat kita tidak ada pilihan lain kecuali segera mendengarkan perintah Allah, “Maka segeralah kembali kepada (mentaati) Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu.” (QS. adz- Dzariyat: 50)

Dan kemudian mati dalam keadaan muslim yang telah hijrah dan istiqamah.
Ghoib, Edisi No. 34 Th. 2/ 1426 H/ 2005 M

Atas Nama Cinta?

Valentine Day adalah hari paling favorit bagi para remaja putra-putri, di seluruh dunia termasuk di negeri kita ini. Lebih-lebih lagi apabila menjelangnya bulan Februari, di mana banyak kita ternui simbol-simbol atau iklan-iklan tidak Islami hanya untuk mempromosikan acara Valentine Day. Berbagai tempat hiburan, dari diskotik, klab malam, hotel-hotel, organisasi-organisasi besar maupun kelompok-kelompok kecil, banyak yang berlomba-lomba menawarkan acara untuk merayakan Valentine Day. Dengan pengaruh media massa seperti surat kabar, radio maupun televisi, akhirnya sebagian besar kaum muslimin juga turut terpengaruh dengan iklan- iklan Valentine Day.

Di zaman sekarang ini orang mengenal Valentine Day melalui ‘greeting card’, pesta persaudaraan, bertukar dan memberi hadiah dan sebagainya tanpa ingin mengetahui latar belakang sejarahnya lebih dari 1700 tahun yang lalu. Dimana pada tanggal 14 Februari 270 M, St. Valentine dibunuh karena pertentangannya dengan penguasa Romawi pada waktu itu yaitu Raja Claudius II (268-270 M) Untuk mengagungkan dia (St. Valentine), yang dianggap sebagai simbol ketabahan, (1) keberanian dan kepasrahan dalam menghadapi cobaan hidup, maka para pengikutnya memperingati kematian St. Valentine sebagai ‘upacara keagamaan’. Tetapi sejak abad 16 M, ‘upacara keagamaan’ tersebut mulai beransur-ansur hilang dan berubah menjadi ‘perayaan bukan keagamaan’.

Akhirnya setiap tanggal 14 Februari, atas dasar kasih sayang dan atas nama cinta. Mereka merayakan hari tersebut dengan pesta fora, saling memberi hadiah dan saling memberi kartu ucapan, bahkan atas nama cinta pula, seorang gadis rela mempersembahan kehormatan dirinya untuk sang kekasih.

Dari peristiwa demi peristiwa yang kita saksikan sekarang Valentine Day hanyalah kepercayaan belaka yang berusaha merusak ‘akidah’ kaum muslim dan muslimah sekaligus memperkenalkan gaya hidup barat dengan bertopengkan percintaan, perjodohan dan kasih sayang. Jadi apakah atas nama cinta, kemudian kita bisa melanggar apa yang telah Allah larang untuk kita? Kalau mereka merayakan Valentine Day, mengapa mereka tidak peduli dengan makna hijrah yang telah Rasulullah lakukan untuk membangun peradaban Islam. Sungguh Valentine day, tidak pernah ada dalam ajaran Islam dan hanya merusak makna cinta yang sesungguhnya.

 

 

Ghoib, Edisi No. 34 Th. 2/ 1425 H/ 2005 M

Seperti Rasulullah Bangun Kota Madinah

Seribu empat ratus dua puluh lima tahun silam. Rasulullah mulai meletakkan batu pertama untuk pembangunan kota Madinah yang telah porak poranda. Bukan porak poranda karena gempa atau banjir bandang, tetapi luluh lantak tatanan sosial dan moralnya yang disebabkan oleh perang saudara selama dua puluh lima tahun serta kejahiliyahan penduduknya.

Dalam rentang sepuluh tahun, kota Madinah menjadi kota hebat. Pusat keimanan, pusat kekuatan dan kewibawaan, pusat kebaikan. Kota yang dibanggakan oleh muslimin, darinya terpancar iman ke seluruh dunia hingga belahan bumi yang paling jauh. Kota yang disegani oleh lawan bahkan oleh dua negara super power sekalipun ketika itu, Persia dan Romawi.

Tetapi, sebelum semua kesuksesan itu tercatat dengan tinta emas dalam sejarah manusia, sebelum Madinah menjadi pusat kepemimpinan dunia menebar rahmat, Madinah adalah kota yang tidak pernah dikenal, Madinah bukan apa-apa. Pembangunannya bertahap melalui proses rintisan Rasulullah di awal kedatangan beliau. Dan inilah pembangunan kota Madinah, agar kita segera bercermin untuk membangun kembali bumi Serambi Mekah.

 

  1. Bangun Masjid Sebelum Pasar

Rasulullah membangun masjid sebagai sentral perputaran hidup masyarakat Madinah. Pembangunan ini beliau lakukan sebelum membangun pasar sebagai sentral kehidupan masyarakat. Bahkan sebelum beliau membangun rumah untuk dirinya sendiri dan keluarganya. Sementara beliau tinggal di penampungan di rumah Abu Ayyub al-Anshari, penduduk asli kota Madinah. Bahkan sebelum beliau membangun masjid Nabawi di Madinah, beliau telah membangun masjid Quba menjelang beliau masuk ke kota Madinah.

Lihatlah suasana indah sejak pembangunan awal masjid tersebut. Rasulullah langsung turun tangan ikut memanggul batu, batu bata dan kayu-kayu. Hingga seorang di antara muslimin yang ada ketika itu berkata, “Kalau kita duduk saja sementara Nabi bekerja tentu itu adalah suatu kesalahan.”

Pembangunan masjid yang tidak memiliki tendensi kecuali mencari kehidupan akhirat terlihat dari kata- kata indah yang diperdengarkan Nabi di sela-sela kucuran keringat membangun masjid Nabawi, “Tidak ada kehidupan kecuali kehidupan akhirat, ya Allah rahmatilah Anshar dan Muhajirin.”

Ali bin Abi Thalib juga mengungkapkan ketulusan amalnya, “Tentu tidak bisa disamakan dengan orang yang memakmurkan masjid baik dengan sambil berdiri dan duduk.”

Setelah masjid nabawi berdiri, tidak hanya berfungsi sebagai tempat shalat lima waktu. Tetapi masjid benar-benar melahirkan generasi yang tidak pernah ada dalam sejarah sebelumnya.

Masjid juga bukan hanya  sebagai tempat ritual keagamaan belaka, seperti pernikahan, kematian dan juga bukan hanya sebagai tempat berlindung kala musibah datang mendera.

Masjid adalah tempat aktifitas dan pusaran kehidupan masayarakat muslim. Di masjid, orang beribadah. Di masjid, muslim menambah ilmu Islam. Di masjid, kebersamaan di bangun, sehingga tidak ada kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin. Di masjid, dikikis segala penyakit individu masyarakat muslim. Di masjid, dibangun diselesaikan segala permasalahan antara sesama.

Sehingga ruh masjid benar-benar menerangi kehidupan masyarakat muslim di sekitarnya. Segala bentuk kebaikan terukir dan segala bentuk kemungkaran segera keluar kota tersebut. Segala bentuk kedzaliman tidak ada tempatnya.

Kota Aceh harus melihat fenomena masjid-masjid yang selamat itu. Juga masjid raya Aceh yang menjadi tempat berlindung masyarakat setiap kali banjir datang. Masyarakat Aceh harus segera kembali ke masjid. Dan menjadikan masjid sebagai pusaran dari setiap denyut kehidupan rakyat serambi Mekah.

  1. Persaudarakan muslimin sebelum hadapi lawan

Rasulullah segera mempersaudarakan dan menyatukan kaum muslimin. Tidak rasa keterasingan seorang muslim ketika mereka tinggal di komunitas muslim. Rasa tenggang rasa, menjaga perasaan, persaudaraan yang sesungguhnya, saling berbagi hingga mendahulukan saudaranya untuk urusan dunia.

Ini adalah merupakan kekuatan muslimin Madinah sehingga mereka tidak bisa dikoyak dari dalam atau diadu domba.

Aceh pun harus demikian. Muslim Aceh harus segera dipersatukan dalam iman dan saling berbagi untuk menghadapi konspirasi global yang hendak mencabut kata Mekah dari bumi Aceh.

 

  1. Bangun pasar agar berdiri di atas kaki sendiri

Perekonomian yang bagus membuat umat Islam mampu menentukan nasib sendiri, bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri dan jauh dari intervensi asing.

Rasulullah membangun pasar yang bukan sekadar pasar. Pasar yang tidak jauh dari pusaran ruh masjid. Pasar yang tidak menjadi ajang jual beli kehormatan, narkoba, sumpah serapah, pertontongan aurat. Pasar yang islami. Sehingga jin yang telah menancapkan bendera di pasar itu, segera mencabutnya kembali dan berganti dengan keberkahan Allah.

Masyarakat Aceh juga harus harus bisa berdiri sendiri. Sebagaimana para shahabat pendatang baru ke kota Madinah yang mampu bersaing dengan para pemain pasar yang telah lebih dahulu. Bahkan selanjutnya menjadi tumpuan untuk orang-orang Yahudi yang tinggal di pinggiran kota Madinah.

Mungkin perlu lebih lama untuk kembali membangkitkan Aceh. Tetapi itu sangat singkat, jika wajah Aceh periode pasca Tsunami adalah Aceh yang benar- benar Islami. Mungkin perlu trilyunan lagi untuk membangunnya, tetapi itu kecil jika dibandingkan generasi Aceh yang kelak akan mengharumkan nama negeri muslim terbesar di dunia ini.

 

 

Ghoib Edisi 33 Th. 2/ 1425 H/ 2005 M

Rumah-Rumah Allah Masih Tegar Berdiri di Aceh

Sejarah peradaban Islam telah berkembang lama di Aceh. Dari sanalah Islam kemudian tersebar ke seluruh penjuru nusantara. Di kota yang lebih dikenal dengan Serambi Mekah ini bertaburan masjid-masjid yang menjadi simbol keberadaan Islam. Seiring dengan itu, peradaban manusia sudah berkembang sedemikian rupa. Gedung-gedung baru telah menghiasi wajah Aceh. Namun, gelombang tsunami yang dahsyat (26/ 12/04) merubah segalanya. Aceh dan Sumut luluh lantak. Jembatan dan jalan patah. Puluhan ribu rumah hancur, gedung-gedung bertingkat rata dengan tanah, ladang dan persawahan berganti dengan rawa dan lumpur. Sementara jumlah korban meninggal telah menembus angka seratus ribu.

Menyisakan trauma bagi korban yang selamat, sekaligus jejak spirituali bagi orang yang terbuka hatinya. Siapapun mereka. Ya, keajaiban alam kembali digelar selepas air bah surut. Di berbagai tempat ditemukan bangunan masjid yang berdiri kokoh di tengah bangunan sekitarnya yang tinggal menjadi puing.

Masjid Raya Baiturrahman yang terletak di tengah kota Banda Aceh misalnya. Masjid yang hanya berjarak 110 meter dari Sungai Krueng Aceh yang membelah Kota Banda Aceh dan membawa air ke darat pada saat gelombang tsunami menerjang.

Kawasan Masjid Raya Baiturrahman tergenang. Bangunan-bangunan di sekitar masjid seperti Pasar Aceh, juga jajaran pertokoan luluh lantak. Namun, masjid tersebut tetap berdiri kokoh. Retak-retak di menara tidak sebanding dengan kehancuran bangunan di sekitar masjid. Dari kamera video yang sempat direkam oleh Hasyim, salah seorang warga yang selamat, terlihat air bah menjadi tenang saat melintas di pelataran Masjid Baiturrahman, membawa mayat dan puing- puing bangunan.

Selain itu, Masjid Kreung Raya yang tepat di bibir sungai Kreung tetap utuh seperti sedia kala. Air memang sempat masuk ke dalam bangunan masjid. Tapi tak satu pun tiang atau sudut bangunan masjid yang roboh. Posisi masjid yang benar-benar nyaris di bibir pantai tidak membuatnya tersapu arus. la masih berdiri kokoh di ujung Muara Kreung.

Sementara di Meulaboh, kota yang terletak di pantai barat Aceh, juga menyimpan keajaiban serupa. Kota yang berjarak 150 kilometer dari pusat gempa menjadi sasaran empuk gelombang tsunami. Benar-benar tidak banyak yang tersisa. Dari foto yang diambil dari pesawat udara terlihat ada satu bangunan yang bertahan. Tegar menantang ombak yang datang dan pergi.

Yang tersisa itu adalah masjid, tempat yang selama ini menjadi tumpuan harapan bagi masyarakat. Masjid itu masih nampak utuh. Sementara bangunan di sekelilingnya rata dengan tanah.

Fenomena yang di luar nalar manusia. Hanyalah karena kekuasaan Allah semata, sehingga masjid tetap utuh. Tidak banyak yang berubah. Gelombang air bah yang datang dan pergi tidak menggoreskan kerusakan yang berarti.

Bencana itu terjadi secara tiba-tiba. Tidak banyak yang tahu dan sempat melarikan diri, Hanya segelintir orang yang bisa selamat. Setelah melalui perjuangan yang tidak ringan.

Akhyar, seorang warga Meulaboh yang selamat menceritakan saat-saat yang menegangkan itu. “Saya memanjat menara masjid dan tetap bertahan hingga air surut. Saya juga sempat melihat kebanyakan orang Cina lemas, ketika mereka berlindung di tingkat dua kedai mereka.”

Sudah menjadi kebiasaan di mana-mana bahwa ketika terjadi musibah, maka masyarakat akan berusaha untuk lari ke masjid. Masjid menjadi tumpuan harapan mereka agar tetap bertahan. Seperti yang terjadi pada zaman Rasulullah. Saat angin bertiup kencang dan tidak seperti biasanya, maka para sahabat juga berlari ke masjid untuk menyelamatkan diri.

Sebagaimana dulu Rasulullah melakukan hal yang serupa. Dalam kitab Jam’ul Fawaid karangan ulama Muhammad az- Zubaidi disebutkan, “Nadhar bin Abdullah berkata, “Suatu siang dalam cuaca yang sangat gelap saya mengunjungi Anas saya bertanya, ‘Adakah peristiwa seperti ini yang pernah terjadi pada zaman Rasulullah? Beliau menjawab, “Aku berlindung dengan Allah. Pada zaman Rasulullah apabila angin bertiup kencang dan tidak seperti biasanya, maka kami berlari ke masjid karena takut telah kiamat.”

Pada riwayat yang lain disebutkan bahwa Abu Darda menerangkan, “Menjadi kebiasaan Rasulullah apabila terjadi angin ribut, Rasulullah akan masuk ke masjid dengan perasaan bimbang” Hadits di atas menunjukkan bahwa Rasulullah sendiri akan berada di dalam masjid bila akan terjadi bencana.

Kematian, memang masih mengintai mereka seperti halnya bila mereka ke tempat lain. Tapi setidaknya masjid berbeda dengan tempat lain. Ada sisi-sisi yang tidak terjangkau oleh akal manusia.

“Masjid adalah milik Allah dan tidak seorang pun boleh merobohkannya kecuali Allah.” ujar Ismail Ishak (42), seorang warga perkampungan Kaju yang selamat setelah melarikan diri ke masjid. Sementara ratusan rumah musnah di terjang ombak.

Di tempat lain, nun juah di negara Srilangka kisah serupa juga terjadi Dua anak diberitakan selamat dari amukan tsunami karena mereka berada di masjid sedang kedua orangtua mereka yang tinggal di rumah meninggal. Sebagaimana kisah ketegaran masjid dari goncangan gempa juga terjadi di Turki dan Iran tahun 2003. Saat empat puluh enam ribu nyawa melayang dan gedung-gedung hancur luluh.

Orang boleh saja mengatakan bahwa masjid yang tidak hancur itu karena struktur bangunannya kokoh, bila dibandingkan dengan bangunan lain. Namun, sebuah masjid di Sigli yang terbuat dari kayu menunjukkan fakta lain. Masjid tersebut tetap utuh sementara bangunan di sekelilingnya musnah. Tidak lain ini membuktikan kekuasaan Allah yang melindungi rumah-Nya

Demikian pula dengan Masjid Indrapuri. Masjid kuno yang dibangun Sultan Iskandarmuda (1607-1636) juga tidak mengalami kerusakan parah. Meski area sekitar Masjid Indrapuri tidak tersentuh air bah. Namun, guncangan akibat gempa yang berkekuatan 8,9 skala richter terasa begitu kuat. Mayoritas bangunan masjid yang terbuat dari kayu tidak tergoyahkan oleh goncangan gempa.

Inilah bukti kekuasaan Allah yang menghancurkan atau menyelamatkan apa yang kehendaki-Nya. Kisah Abrahah yang berusaha menghancurkan Ka’bah menjadi catatan sendiri bagi kita. Dari Yaman, Abrahah bergerak ke Mekkah dengan bala tentara yang kuat dan sepasukan tentara gajah. Kekuatan besar yang sulit ditandingi oleh-oleh orang Quraisy.

Orang-orang Quraisy pun melarikan diri ke bukit-bukit dan menyerahkan urusan Ka’bah kepada Allah. Dialah yang memiliki-Nya, dan Dia pula yang akan menjaganya. Demikianlah orang-orang Quraisy meyakininya. “Saya adalah pemilik unta-unta (yang kamu rampas). Sedangkan Ka’bah ada pemiliknya tersendiri, maka Dialah yang akan menjaganya,” ungkap Abdul Muthalib saat berhadapan dengan Abrahah.

Aceh adalah serambi Mekah di Indonesia. Tempat pertama Islam disebarkan ke seluruh penjuru nusantara. Tentunya juga bermula dari masjid. Sejarah panjang perlawanan rakyat Aceh kepada penjajah Belanda tidak bisa dilepaskan dari peran ulama-ulama yang menjadikan masjid sebagai basis pergerakannya. Cut Nya’ Dien Panglima Polim, Teuku Cik Ditiro adalah contoh para pejuang yang menjadikan masjid sebagai pijakan awal gerakan mereka.

Karena itu, bertebarannya masjid di tengah padang luas puing-puing bangunan menyadarkan kita bahwa untuk membangun sebuah individu dan masyarakat tidak boleh terlepas dari masjid. Itulah akar seorang muslim yang tidak boleh tercabut.

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 33 Th. 2/ 1425 H/ 2005 M

Kesenangan Hidup

كَيْفَ بِكُمْ إِذَا غَدًا أَحَدُكُمْ فِي حُلَّةٍ وَرَاحَ فِي حُلَّةٍ وَوُضِعَتْ بَيْنَ يَدَيْهِ صَفْحَةٌ وَرُفِعَتْ أُخْرَى وَسَتَرْتُمْ بُيُوتَكُمْ كَمَا تُسْتَرُ الْكَعْبَةُ قَالُوا يَا رَسُوْلَ اللهِ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ خَيْرٌ مِنَّا الْيَوْمَ تَتَفَرَّغُ لِلْعِبَادَةِ وَنُكْفَى الْمُؤْنَةَ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَأَنْتُمُ الْيَوْمَ خَيْرٌ مِنْكُمْ يَوْمَئِذٍ. رواه الترميذي

 

“Bagaimana dengan kalian ketika salah seorang di antara kalian memasuki pagi dengan suatu pakaian dan memasuki waktu sore dengan pakaian yang lain, serta dihidangkan di hadapannya sebuah piring besar, akan tetapi diangkat yang lain (yang kecil), serta kalian menutupi rumah-rumah kalian seperti kalian menyelimuti Ka’bah. Maka para sahabat pun menjawab, “Pasti kami pada saat itu lebih baik daripada sekarang, di mana kami bisa sepenuhnya beribadah, karena sudah tercukupi seluruh kebutuhan. Namun, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melanjutkan, ‘Sungguh kalian hari ini lebih baik dari pada kalian saat itu.’ ” (HR. Tirmidzi).

 

Tingkatan hadits:

Hadits ini dengan sejumlah jalurnya adalah shahih. Semua rijalnya dalam sanad Al Baihagi adalah tsiqah.

 

Kenyataan dari yang diramalkan:

Benar kiranya ucapan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Yaitu, sungguh kekayaan dunia benar-benar telah dibentangkan kepada umat sesudah beliau. Bertumpuk-tumpuklah barang rampasan dan harta benda, serta ditaklukkan beberapa kota dan negeri. Sehingga, kaum Muslimin pun benar-benar menikmati kemakmuran hidup serta kemewahan dalam berpakaian, makanan dan tempat tinggal. Mereka makan siang dengan satu jenis hidangan, kemudian makan malam dengan jenis yang lain, setelah sebelumnya mereka harus bersusah payah hanya untuk sekadar memenuhi kebutuhan yang tidak mudah didapat kecuali dengan berjuang keras. Itulah karunia Allah yang diberikan kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah memiliki karunia Yang Maha Besar.

Kelebihan rizqi yang telah Allah anugerahkan kepada sebagian kaum muslimin, ternyata tidak secara otomatis menjadikan mereka orang yang bersyukur kepada Allah. Budaya hedonisme yang menjadi prototipe masyarakat perkotaan menjadikan mereka lupa akan existensinya sebagai makhluk yang mempunyai kewajiban untuk beribadah sebagai manisfestasi dari rasa kehambaannya kapada sang Kholik.

Budaya hura-hura dan pamer kekayaan menjadi pola serta gaya hidup keseharian mereka. Makan di tempat berkelas adalah hal yang wajib. Untuk mencukupi kebutuhan makan dan minum sehari- hari, sering kali hidangan yang tersedia tersebut mubadzir, karena banyak tersisa. Yang tak kalah pentingnya adalah pakaian yang serba bermerek dengan segala asesorisnya, untuk dipakai di berbagai moment dengan model dan gaya yang berganti-ganti. Sementara rumah-rumah tempat tinggal, pagarnya dibangun tinggi menjulang bagaikan istana raja-raja di jaman Majapahit, lengkap dengan berbagai fasilitas yang sangat lux dan mewah.

Tetapi amat disayangkan, dengan semua yang telah mereka miliki tersebut, ternyata tidak membuat merasa nyaman dan damai. Kekeringan ruhani menghantui mereka, sehingga harus mencari alternatif penenang dengan mengkonsumsi obat-obatan terlarang dan zat adiktif yang merusak kesehatan. Sementara rumah yang mewah, membuat mereka tidak pernah kenal dengan tetangga sekitar. Yang akhirnya membuat mereka merasa asing dan terisolasi di tengah ramainya tempat-tempat hiburan yang sering mereka datangi. Maka benar kata Nabi, bahwa sekecil apapun nikmat yang telah di anugerahkan kepada kita adalah lebih baik, jika disertai dengan rasa syukur kita kepada Allah.
Ghoib, Edisi No. 32 Th. 2/ 1425 H/ 2005 M

Gagak

Binatang dengan tampilan yang menyeramkan ini tidak hanya menjadi perlambang yang menyeramkan bagi sebagian masyarakat bangsa Indonesia yang masih akrab dengan dunia klenik.

Dengan bulunya yang hitam kelam, la juga dikeramatkan oleh bangsa Celtic, nun jauh di sana, di daratan Eropa. Namanya sudah menggetarkan hati orang-orang Celtic. Pasalnya, gagak diberi nama yang angker. ‘Badb’ itulah panggilannya. Yang diambil dari nama salah seorang dewi perang yang dianggap pembawa malapetaka.

Keyakinan sebagian warga bangsa Celtic tidak jauh berbeda dengan apa yang biasa kita saksikan di sebagian masyarakat kita. Mereka juga percaya kepada dewa-dewi yang dianggap memiliki kekuatan Tuhan. Demikian pula dengan burung gagak. Penampakannya dianggap bencana. Malapetaka, peperangan atau kematian salah satu anggota suku. Ini adalah keyakinan yang masih berkembang dari dulu hingga sekarang.

Kini, burung gagak tidak hanya menakutkan orang-orang yang percaya kepada dunia mistis, tapi juga sudah merambah dunia modern. Pasalnya, gagak telah menjadi mediator penyebaran virus West Nile yang berkembang cepat di Amerika. Sejenis virus yang menyebabkan gejala inflamasi otak (encephalitis) dan inflamasi membrane sekitar otak (meningitis).

Bila pada tahun 1999 baru 63 orang yang terinfeksi virus West Nile dengan lima korban jiwa. Korban keganasan virus ini pada tahun 2002 meningkat tajam. Sudah menembus angka 3737 orang dengan korban meninggal 214 jiwa.

Memang, virus yang menyebar melalui nyamuk Culex sp dan burung gagak ini benar- benar mengerikan. Terlebih bila masih belum ditemukan obat yang mujarab untuk menangkal perkembangannya. Bagi kita yang tinggal di negara dengan populas gagak yang cukup tinggi, sungguh mengerikan bila virus ini sampai tersebar ke Indonesia. Dan itu bukan sesuatu yang mustahil.

Yang bisa dilakukan adalah membunuh binatang karnivora ini. Tidak sekadar mengurangi kemungkinan penyebaran virus West Nile, tapi lebih jauh dari itu, melaksanakan perintah Rasulullah yang telah dimaklumatkan sejak empat belas abad yang lalu.

Gagak adalah satu dari lima hewan yang boleh dibunuh ketika seseorang sedang berihram. Seperti diriwayatkan Hafshah binti Umar bahwa Rasulullah bersabda, “Ada lima binatang yang boleh dibunuh oleh orang yang sedang berihram yaitu gagak, hid’ah, tikus, kalajengking dan anjing.” (HR. Bukhari)

Orang bilang dengan membunuh gagak berarti kita melaksanakan dua hal sekaligus. Melaksanakan perintah Rasulullah dan mengurangi kemungkinan munculnya virus West Nile. Terlebih lagi dengan punahnya gagak, maka akan hilang pula mitos yang berkembang seputar gagak.

 

 

Ghoib, Edisi No. 32 Th. 2/ 1425 H/ 2005 M

Agar Gempa Tsunami Tidak Terjadi Lagi

Diperkirakan 50 tahun ke depan gempa Tsunami akan menghantam barat Pulau Sumatera dengan kekuatan yang lebih besar dari yang terjadi sekarang. Jika demikian, gempa Tsunami menjadi ancaman kematian serius. Apalagi menurut para pakar, gempa Aceh bukan gempa besar yang mereka ramalkan, Sementara belum ada alat yang mampu meredam gempa dan sanggup membendung Tsunami. Tetapi sesungguhnya kita bisa berbuat banyak hingga gempa dan Tsunami itu tidak melibas negeri ini.

  1. Pesan Ayat

Allah berfirman, “Dan Allah sekali-kali tidak akan mengadzab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengadzab mereka, sedang mereka meminta ampun.” (QS. al-Anfal: 33).

 

  1. Pesan Hadits

Rasul bersabda, “Jika manusia sangat menggemari dinar dan dirham, jual beli dengan cara ‘inah dan mengikut ekor sapi serta meninggalkan jihad di jalan Allah, Allah akan menurunkan bala’ kepada mereka yang tidak akan diangkat bala itu kecuali mereka kembali ke agama mereka.” (HR. Ahmad dah Abu Dawud).

 

3. Pesan Abu Bakar

Dalam musnad Ahmad disebutkan bahwa Abu Bakar as-Shiddiq berkata, “Wahai manusia, sesungguhnya kalian membaca ayat ini, tetapi kalian telah meletakkannya pada tempat yang salah. “Hai orang- orang beriman, jagalah dirimu, tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk.” (QS. al-Maidah: 105). Sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah bersabda, “Jika manusia melihat kemungkaran dan tidak segera menegur pelakunya maka Allah akan meratakan adzab dari sisi-Nya.”

 

  1. Pesan Umar bin Abdul Aziz

Umar bin Abdul Aziz menulis surat kepada masyarakat, “Amma ba’du, sesungguhnya gempa ini adalah sesuatu yang digunakan oleh Allah azza wajalla untuk menegur manusia. Dan aku memerintahkan kepada seluruh masyarakat agar keluar pada hari ini pada bulan ini dan barangsiapa yang mempunyai sesuatu hendaklah menshadaqahkannya, karena Allah telah berfirman, “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat.” (QS. al-Ala: 14-15)

Dan berkatalah sebagaimana Adam telah berkata,

“Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang- orang yang merugi.” (QS. al- A’raf: 23)

Dan berkatalah sebagaimana Nuh telah berkata,

“Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Hud: 47).

Dan berkatalah sebagaimana Yunus berkata,

“Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang dzalim.” (QS. al-Anbiya: 87).

Masih ada waktu untuk kita segera berlari menuju Allah yang menggenggam langit, bumi dan seluruh alam semesta ini. Sebelum gempa Tsunami yang lebih besar meminta korban lebih banyak lagi..

Ghoib, Edisi No. 32 Th. 2/ 1425 H/ 2005 M

Bukan Sekedar Tsunami…..

Renungan panjang Ibnu Qayyim tentang kisah umat-umat terdahulu merupakan renungan juga buat kita. Di hadapan kita, gempa dan Tsunami telah membuat sejarah kematian dan keruntuhan Aceh.

Tsunami memang kejadian alam yang telah dikaji secara ilmiah oleh pakarnya. Tetapi sesungguhnya alam ini sangatlah damai dengan Islam. Karena Islam adalah rahmatan lil ‘alamin. Bukan saja rahmat untuk manusia dan jin, tetapi juga rahmat bagi alam semesta. Allah menyebut Dirinya dengan ‘Rabbul ‘Alamin’ (Tuhan sekalian alam). Di genggaman-Nya lah alam semesta ini. Dan Islam adalah agama yang diridhai Allah sebagai agama para pemangku amanah alam ini.

Untuk itulah, kerusakan alam semesta ini selalu saja berawal dari ulah tangan manusia. “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. ar-Rum: 41)

Berikut adalah kajian dalil dan ungkapan para ulama salafus shalih dulu terhadap penyebab dari sisi lain akan kejadian gempa dan kematian dahsyat yang terjadi di Aceh dan tempat lainnya.

 

1. Kemaksiatan Merajalela

Dalam sebuah riwayat dari Anas bin Malik, suatu hari dia dan seorang temannya datang ke Aisyah. Dan orang yang bersama Anas itu bertanya, “Wahai ummul mukminin, ceritakan kepada kami tentang gempa.” Aisyah menjawab, “Jika mereka telah melegalkan zina, jika mereka telah mengkonsumsi minuman keras dan jika mereka telah gila dengan musik. Ini yang membuat Allah murka di langit Nya sana, maka Allah berfirman kepada bumi: gempalah. Jika mereka taubat Allah mencabut perintahnya dan jika tidak maka Allah menghancurkan mereka.”

Orang itu bertanya, “Wahai ummul mukminin, apakah ini adzab?”

“Itu adalah nasehat dan rahmat bagi orang beriman dan adzab serta murka bagi orang- orang kafir,” jawab Aisyah.

Anas berkata, “Belum pernah aku mendengarkan perkataan setelah hadits nabi yang lebih aku senangi dari perkataan ini.”

Dari pernyataan istri Rasulullah tersebut jelaslah bahwa gempa yang mengawali Tsunami bukan sekedar gempa karena pergeseran dan tubrukan lempeng bumi. Tetapi ada sisi spiritual yang perlu diperhatikan. Tiga maksiat yang disoroti secara lebih khusus: Zina, Narkoba dan Musik.

Ketiga hal tersebut, jika telah merajalela atau bahkan membudaya maka adzab Allah telah menunggu untuk menghancurkan bukan saja para pelakunya tetapi juga orang mukmin yang lain. Hanya saja bagi orang beriman yang ikut meninggal akan menjadi rahmat bagi mereka.

Dalam riwayat Imam Ahmad dari Ummu Salamah berkata telah bersabda Rasulullah, “Jika telah nampak kemaksiatan pada umatku, Allah akan meratakan adzab dari sisi-Nya.” Aku berkata, “Ya Rasulullah, tidakkah ada orang-orang shalih di antara mereka?” Rasul berkata, “Ada.” Aku bertanya, “Jadi bagaimana adzab ini terjadi juga pada mereka?” Rasul menjawab, “Mereka juga akan mengalami nasib yang sama seperti manusia yang lainnya. Tetapi kemudian mereka akan mendapatkan ampunan dari Allah dan keridhaan-Nya.”

Di zaman Nabi pernah juga terjadi gempa, maka nabi meletakkan tangannya di bumi dan berkata, “Diamlah, belum saatnya engkau datang.”

Kemudian gempa pernah pula terjadi pada zaman Umar bin Khattab. Umar pun berkata, “Wahai manusia sesungguhnya gempa ini tidak akan terjadi kecuali karena sesuatu kesalahan yang telah kalian lakukan. Dan demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya jika gempa susulan terjadi aku tidak akan tinggal lagi bersama kalian untuk selama-lamanya.”

Renungan panjang seorang kakek pasca musibah
Renungan panjang seorang kakek pasca musibah

Jadi jelaslah, bahwa peran zina, narkoba, musik bukan saja telah membuat generasi ini mandul dan mati. Tetapi alam pun menjadi tidak lagi.  Renungan panjang seorang kakek pasca musibah bersahabat dan benar-benar menebarkan kematian yang mengerikan.

 

  1. Penguasa Dzalim

Imam Mujahid murid rujukan ulama tafsir Ibnu Abbas menjelaskan surat ar-Rum: 41 tersebut di atas, “Jika seorang penguasa dzalim berkuasa dia akan berbuat kedzaliman dan kerusakan. Maka Allah akan mengurung negeri tersebut. Maka hancurlah tanah dan keturunan dan Allah tidak menyukai kerusakan.”

Penguasa yang semena- mena memperlakukan rakyatnya, hidup mewah di atas keringat dan air mata mereka adalah sumber kerusakan di muka bumi. Korbannya biasanya adalah masyarakat umum. Merekalah yang merasakan ketidaknyamanan negeri dan kerusakan serta bencana.

Alam menjadi sangat murka ketika bumi yang seharusnya dimakmurkan oleh orang-orang yang takut Allah, justru dipegang oleh orang-orang dzalim. Imam Ahmad telah menyebutkan dalam musnadnya, “Dijumpai dalam laci-laci Bani Umayyah sebuah biji gandum sebesar biji kurma yang diletakkan di dalam sebuah kantong kain yang bertuliskan: biji ini pernah tumbuh di zaman yang adil.”

Sungguh suatu peritiwa yang luar biasa menggugah hati. Ketika bumi sudah enggan memberikan kebaikannya kepada manusia. Sampai tumbuhan merasakan dampaknya karena ulah penguasa dzalim.

potret hijuanya alam Aceh di daerah aman Tsunami
potret hijuanya alam Aceh di daerah aman Tsunami
mayat-mayat dalam plastik hitam belum terurus
mayat-mayat dalam plastik hitam belum terurus
binatang pun menjadi korban Tsunami
binatang pun menjadi korban Tsunami
  1. Negeri Dikuasai oleh Orang-Orang Munafik

Imam Ahmad meriwayatkan dari Umar bin Khattab, “Suatu negeri akan hancur lebur padahal tadinya sangat ramai.” Ditanyakan kepadanya, “Bagaimana hal itu bisa terjadi?” Umar menjawab, “Jika para pelaku dosa telah menguasai orang- orang baik dan di negeri itu yang berkuasa adalah orang-orang munafik.”

Kebaikan justru dikuasai oleh para pelaku dosa. Mereka yang diterima suaranya. Mereka yang selalu memenangkan setiap pertarungan. Mereka yang menyuarakan keadilan semu. Dan kemunculan orang munafik menguasai negeri. Ucapan dan janji sudah tidak lagi sesuai dengan kenyataan. Manis di bibir, buas di hati.

Dan memang biasanya kedua makhluk jahat tersebut akan selalu bersama dan membantu masing-masing bisa eksis. Pelaku dosa berlindung di balik kekuasan para munafik dan para munafik yang berkuasa mendapatkan dukungan termasuk dukungan materiil dari para pelaku dosa yang telah menguasai semuanya.

Jika sebuah negeri telah seperti itu keadaannya, maka negeri tersebut harus siap-siap luluh lantak, hancur lebur.

 

4. Meninggalkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Dalam al-Qur’an, kita telah diperingatkan Allah agar berhati-hati “Dan peliharalah dirimu daripada siksaan yang tidak khusus menimpa orang orang yang dzalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. (QS al-Anfal: 25).

Ayat inilah yang sangat ditakutkan oleh shahabat Zubair bin Awwam.

Menafsirkan ayat ini, Ibnu Abbas berkata, “Allah memerintahkan orang-orang beriman agar tidak mengukuhkan kemungkaran yang terjadi di antara mereka. Maka Allah meratakan adzab.”

Ibnu Katsir dalam tafsirnya berkata, “Ini adalah penafsiran yang sangat bagus.”

Ketika kesalahan dibiarkan terjadi dan malah dianggap suatu yang lumrah terjadi, kemudian orang-orang berwenang tidak lagi memiliki taji untuk melarang atau sekadar menasehati, maka saatnya adzab Allah turun menimpa semuanya. Rasulullah bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalian harus amar ma’ruf nahi mungkar atau Allah akan menimpakan hukumannya kepada kalian dari sisi-Nya. Kemudian kalian pun berdoa kepada-Nya tetapi Dia tidak mengabulkan doa kalian.” (HR. Ahmad).

Masalahnya hari ini, masyarakat muslim terkadang menganggap dosa besar sebagai hal yang sepele. Bahkan menjadi lambang modernisasi. Inilah yang disaksikan oleh shahabat Hudzaifah ketika duduk bersama beberapa tabi’in. Dia berkata, “Seseorang di zaman Nabi mengucapkan satu kata yang langsung dihukumi sebagai munafik karenanya. Dan aku telah mendengarnya dalam satu majlis ini saja telah diucapkan sebanyak empat kali oleh salah seorang di antara kalian. Kalian harus amar ma’ruf nahi mungkar dan kembali merengkuh kebaikan atau Allah menghukum kalian semua dengan adzab atau kalian akan dipimpin oleh pemimpin yang jahat. Kemudian orang-orang baik di antara kalian berdoa dan tidak dikabulkan.” (HR. Ahmad).

Maka, duka Aceh adalah momen untuk semua rakyat muslim Indonesia. Saatnya Indonesia bertaubat.

 

 

 

Ghoib, Edisi No. 32 Th. 2/ 1425 H/ 2005 M

HUBUNGI ADMIN